.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Di sepanjang sisi runway, deretan kursi disusun dengan rapi, penuh dengan tamu undangan yang tampak antusias menyaksikan panggung. Para model mulai melintas satu per satu; menampilkan busana dari berbagai rancangan para desainer.
Winta duduk di salah satu barisan kursi di antara tamu lainnya. Di sebelahnya, Karina duduk mengenakan gaun rancangan sendiri, tampak serius, matanya terpaku pada setiap model yang lewat, memperhatikan busana yang dikenakan. Winta menghela napas pelan, menyilangkan kakinya, mencoba menemukan rasa nyaman di tengah acara yang baginya terasa terlalu asing. Sesekali, ia melirik ke arah runway.
Winta mencoba memahami apa yang membuat hal ini begitu menarik bagi banyak orang. Baginya, pemandangan itu terasa monoton—orang-orang berjalan maju dan mundur tanpa banyak variasi. Ia tahu acara ini penting bagi Karina, terutama karena Karina terlibat dalam kolaborasi untuk beberapa desain yang ditampilkan malam ini. Itu cukup untuk membuatnya bertahan duduk di sana, meskipun pikirannya beberapa kali melayang ke tempat lain. "Kamu kok bisa tertarik lihat orang yang cuma mondar-mandir gitu?" tanyanya.
Karina yang awalnya begitu serius, tiba-tiba menoleh, tertawa kecil, tangannya bergerak memukul pelan paha Winta, "Kamu tuh nggak paham ya? Itu namanya seni, tahu!"
Winta hanya mengangkat bahu dengan ekspresi polos, kembali bersandar di kursinya, sementara Karina masih tersenyum lebar, menggelengkan kepala dengan sedikit heran.
Acara terus berlanjut. Model-model berikutnya melintas, mengenakan busana yang lebih mencolok—perpaduan warna neon dengan aksesoris besar yang tampak seperti karya seni. Karina kembali memperhatikan, kali ini matanya sedikit menyipit, mungkin mencoba menelaah di balik setiap desain. Sementara itu, Winta hanya duduk diam, sesekali memerhatikan orang-orang di sekitar mereka, beberapa tamu sibuk memotret atau merekam dengan ponsel mereka, sementara yang lain berbincang dengan nada pelan, tampaknya berbicara tentang koleksi yang sedang ditampilkan.
"Kamu bosan, ya?" tanya Karina.
Winta menggeleng ringan, "Enggak." jawabnya singkat.
Jelas, Winta tahu dirinya tidak sepenuhnya seperti itu. Kejenuhan mulai merayapi pikirannya. Ia menggeser sedikit tubuhnya ke belakang, kakinya yang tadi disilangkan, kini ia luruskan, mencoba memberikan sedikit ruang untuk dirinya bernapas lebih leluasa.
Tak lama, acara runaway akhirnya selesai, ditutup dengan tepuk tangan meriah dari para undangan. Sorotan lampu yang sebelumnya memantulkan warna-warni kini meredup perlahan. Beberapa orang berjalan ke arah meja panjang yang dipenuhi berbagai minuman dan camilan ringan, sementara yang lain sibuk bercengkerama, berbagi komentar tentang koleksi yang baru saja dipamerkan.
Karina berdiri, mengusap sedikit gaun yang ia kenakan. Winta ikut berdiri di sebelahnya, mengulurkan tangan untuk memegang punggung bawah Karina, "Kita langsung pulang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us | Winrina (On Going)
FanfictionWinta Arindra dan Karina Maheswari dijodohkan oleh keluarga mereka yang kaya dan berpengaruh. Bagi Winta, pernikahan ini hanyalah sebuah kewajiban demi menjaga keharmonisan keluarga, karena hatinya telah lama terikat pada Putri Asya Salsabila-----ke...