039

922 117 22
                                    

Jangan lupa vote dan komen seadanya saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote dan komen seadanya saja.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Winta baru saja keluar dari ruang kerjanya, ia merapikan kerah kemeja dengan satu tangan sambil memegang ponsel di tangan yang lain, sambil menyusuri koridor panjang, dengan mata sesekali menatap layar ponsel saat notifikasi chat dari Karina masuk.

Tak lama, langkahnya melambat saat ia melihat ke arah ujung koridor, tampak Prima tengah berdiri berbicara dengan seorang perempuan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Kening Winta berkerut, sedikit penasaran.

Perempuan itu mengenakan blus putih dengan rok selutut. Rambutnya tergerai rapi, ekspresi wajahnya serius saat berbicara dengan Prima. Winta memiringkan kepalanya sedikit, mencoba mengenali sosok tersebut, namun wajah itu terasa asing baginya.

Prima menyadari kehadiran Winta, dan dengan cepat menyudahi percakapan singkatnya dengan perempuan itu. Ia memberi isyarat agar perempuan tersebut mengikuti dirinya mendekat ke arah Winta.

"Selamat siang, Bu Winta," sapa Prima dengan nada formal sambil memberikan sedikit anggukan hormat.

Winta menoleh, mengalihkan pandangannya dari Prima ke perempuan yang berdiri di sampingnya.

Prima lalu memperkenalkan perempuan itu dengan cepat, "Ini Ibu Indri. Beliau mau konsultasi proyek perumahan." Nada suara Prima sedikit berubah saat ia melanjutkan, "Beliau anak dari Pak Suradji."

Sekilas, Winta sedikit terkejut. Pak Suradji—nama itu sudah tidak asing baginya. Seorang pengusaha manufaktur yang cukup dikenal, serta teman lama ayahnya. Winta tahu betul bahwa hubungan ayahnya dengan Pak Suradji sangat dekat. Namun, apa yang baru saja dikatakan Prima, ternyata menggugah rasa penasaran Winta. Selama ini, dia tidak tahu kalau Pak Suradji memiliki seorang anak lain. Atau mungkin dia memang tidak tahu, atau lebih tepatnya tidak pernah tahu.

Tanpa menunggu lebih lama, Winta mengembalikan fokusnya pada Indri di depannya. Senyum tipis tersungging di wajahnya. "Silakan langsung ke ruangan saya," katanya dengan nada yang sopan.

Indri mengangguk, senyum tipis tak terlepas dari wajahnya. Meskipun senyumnya terlihat biasa saja, ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya. Sebuah kesan tertarik, seolah ada ketertarikan yang lebih mendalam—bukan hanya pada percakapan yang sedang berlangsung, tapi juga pada Winta.

Setelah memberi arahan, Winta segera melangkah lebih dulu, meninggalkan Prima dan Indri yang kini berjalan di belakangnya. Indri tidak mengalihkan pandangannya, sebaliknya, ia terus menatap Winta.

Winta membuka pintu ruangannya dan memberi isyarat agar Indri masuk terlebih dahulu. Setelah Indri duduk di salah satu sofa tamu di depan meja kerjanya, Winta mengambil tempat di sebelahnya. Sementara Prima mengambil posisi di dekat pintu, menunggu instruksi lebih lanjut dari Winta.

"Jadi, Indri, apa yang bisa saya bantu untuk proyek perumahan yang kamu mau?" tanya Winta.

Indri mengambil napas dalam, lalu menjelaskan rencananya. Ia berbicara tentang konsep perumahan yang ingin ia buat, dengan fokus pada hunian individu yang nyaman dan aman. Winta mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk, memberikan tanda bahwa ia mengikuti penjelasan Indri dengan baik.

Between Us | Winrina (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang