.
.
.
.
.
.
.
.
.Winta melangkah pelan di sepanjang lorong rumah sakit, kantung kresek putih berisi makanan tergenggam erat di tangannya. Di tangan sebelahnya, ponselnya terjepit di antara telinga dan bahunya, suara lembut ibunya terdengar samar-samar dari ujung panggilan.
"Iya, kata dokter anemia, tapi nggak terlalu parah kok," katanya, berusaha menenangkan kekhawatiran yang tersirat di setiap tanya ibunya.
Dia berhenti sejenak, memastikan kantung kresek di tangannya masih utuh dan tanpa goyah sebelum melanjutkan, "Iya, aku abis beli makanan... ibu tenang aja. Biar aku yang jagain Karina. Ibu sama tante Maheswari nggak perlu repot-repot ke sini."
Tak lama, begitu panggilan berakhir, Winta menurunkan ponselnya dengan satu tarikan napas panjang, menenangkan debar halus di dadanya. Tepat di depan pintu kamar inap Karina, ia menarik napas sekali lagi, menata dirinya sebelum mengangkat tangan untuk membuka pintu dengan gerakan perlahan.
Suara pintu yang terbuka nyaris tidak terdengar. Begitu pintu kamar terbuka sepenuhnya, pandangan Winta langsung tertuju pada sosok yang duduk di ranjang rumah sakit. Karina sudah sadar, duduk bersandar dengan selimut masih tersampir di pangkuannya, tatapan matanya sedikit sayu namun menatap lurus ke arah pintu seolah sedang menunggu kedatangannya.
Rasa terkejut membuat Winta berhenti sesaat, hanya memandang Karina dalam keheningan singkat. Kantung makanan di tangannya dia letakkan di atas nakas dengan gerakan cepat namun hati-hati, lalu tanpa pikir panjang, dia duduk di samping Karina dan langsung menariknya ke dalam pelukan.
Rasa khawatir yang selama ini ia pendam meletus begitu saja, mengalir melalui setiap tarikan napasnya yang terdengar sedikit gemetar. Pelukannya erat, berusaha meredam ketakutannya.
Karina yang masih dalam keadaan lemas, terkejut oleh pelukan itu, tapi tidak menolak. Perlahan, ia mengangkat tangan untuk membalas, menepuk bahu Winta dengan lembut, mencoba menenangkan.
Winta menarik pelukan itu sedikit, tapi tak sepenuhnya melepaskannya. Ia menatap wajah Karina "Aku panggil dokter dulu, ya."
Tanpa menunggu jawaban, Winta berbalik menuju pintu, melangkah cepat. Tak lama setelah ia pergi, dokter dan seorang perawat masuk ke dalam kamar inap, membawa clipboard.
Winta berdiri dengan tenang di sisi tempat tidur, meski matanya mengikuti setiap gerakan dokter yang tengah memeriksa Karina. Sesekali, ia mengangguk ringan mendengarkan setiap nasihat yang disampaikan, mencatat dalam benaknya hal-hal yang perlu diperhatikan. Dokter menjelaskan beberapa pantangan makanan dan rutinitas yang harus diikuti oleh Karina, terutama terkait menjaga pola makan yang teratur agar kondisinya tidak kembali melemah.
"Baik, makasih, Dok," ucap Winta saat dokter dan perawat akhirnya selesai dengan pemeriksaan mereka.
Dokter mengangguk lalu melangkah keluar diikuti oleh perawatnya, meninggalkan keduanya dalam hening yang tenang di dalam kamar. Ketika pintu tertutup, Winta mengembuskan napas perlahan dan kembali duduk di kursi di samping ranjang Karina, tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari wajahnya. Ia menggenggam tangan Karina dengan lembut, ibu jarinya bergerak lambat, mengusap telapak tangan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us | Winrina (On Going)
FanfictionWinta Arindra dan Karina Maheswari dijodohkan oleh keluarga mereka yang kaya dan berpengaruh. Bagi Winta, pernikahan ini hanyalah sebuah kewajiban demi menjaga keharmonisan keluarga, karena hatinya telah lama terikat pada Putri Asya Salsabila-----ke...