040

820 128 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Begitu mobil berhenti di halaman rumah, Karina langsung membuka pintu dan keluar tanpa sepatah kata pun. Langkahnya cepat, bahkan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Winta yang masih duduk di belakang kemudi.

Karina mendorong pintu rumah dengan sedikit kasar, suara pintu yang terbuka terdengar keras di telinga Winta. perempuan itu langsung masuk ke dalam, menghilang di balik pintu.

Winta menghela napas panjang, kemudian mematikan mesin mobil dan bergegas keluar. Ia berjalan ke arah bagasi, membuka pintunya, lalu mulai mengeluarkan kantong-kantong belanjaan mereka. Tangannya bergerak cepat, memasukkan beberapa kantong sekaligus ke dalam pelukannya.

Setelah menutup bagasi, Winta melangkah masuk ke dalam rumah. Ia bisa melihat Karina berdiri di depan meja dapur, menunggu, jelas sekali bahwa ia masih memendam amarah. Tanpa berkata apa-apa, Winta meletakkan kantong-kantong belanjaan itu di atas meja dengan hati-hati. Karina mulai mengeluarkan barang-barang dari dalam kantong belanjaan dan menyusunnya di meja.

Winta tahu bahwa Karina sedang mencoba mengalihkan perasaannya dengan sibuk mengatur barang-barang belanjaan itu. Winta mengenal sikap ini; Karina selalu berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan melakukan sesuatu saat ia marah atau kesal alih-alih mengutarakannya langsung.

Winta kemudian mencoba membantu dengan mengeluarkan barang dari kantong belanjaan. Tapi Karina, tanpa menoleh, segera menarik barang-barang itu dari tangan Winta dan menyusunnya sendiri. Sikapnya jelas menunjukkan bahwa ia tidak ingin Winta ikut campur.

"Karina..." panggil Winta pelan. Karina tidak menoleh, hanya melanjutkan kegiatannya. Winta meringis, "Aku minta maaf," lanjutnya, sedikit lebih keras dari sebelumnya, mencoba menarik perhatian Karina.

Karina hanya menghela napas lagi dan melanjutkan pekerjaannya tanpa berkata apa-apa. Ia mengeluarkan sekotak jus dan meletakkannya dengan sedikit lebih kasar di meja, menunjukkan perasaan kesalnya yang masih tertahan.

Winta menunduk, merasa semakin terpojok. "Aku nggak bermaksud begitu tadi," lanjutnya, mencoba menjelaskan. "Aku cuma kaget lihat Asya, itu saja. Aku nggak ada maksud apa-apa."

Karina menutup kantong belanja yang sudah kosong dengan satu gerakan cepat, menyingkirkannya ke sisi meja. Tak lama, akhirnya menoleh untuk pertama kalinya sejak mereka tiba di rumah. "Aku tahu kamu punya masa lalu dengan Asya." katanya datar. "Tapi, seenggaknya jangan tunjukkin itu di depan aku."

Winta terdiam, tidak tahu harus berkata apa, ucapan itu semakin membuatnya merasa bersalah. Karina melanjutkan menata barang-barang ke dalam lemari, punggungnya kini kembali menghadap Winta. "Aku nggak tahu kamu lakuin ini ke aku karena tahu aku nggak bisa marah sama kamu atau... kamu masih punya perasaan sama Asya." lanjutnya dingin, dan tanpa menunggu jawaban dari Winta, ia melangkah pergi menuju kamar, meninggalkan Winta sendirian di dapur.

Between Us | Winrina (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang