.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Winta berdiri di tengah kamar yang sudah hampir selesai ia sapu. Tangan kirinya menggenggam sapu, sementara tangan kanannya memegang pengki yang berisi tumpukan kecil debu dan sampah. Ia merasa sudah cukup bersih setelah berkeliling menyapu lantai kamar itu, tapi pandangan Karina yang berdiri di ambang pintu menunjukkan hal sebaliknya.
"Kamu nyapu apa sih? Ini masih banyak debunya. Lihat nih!" Karina mendekat dan mengangkat kakinya, menunjukkan beberapa butir debu yang menempel di telapak kakinya. "Kamu tuh harusnya sapu lantainya, bukan sapu udara." omelnya dengan nada kesal.
Winta hanya menghela napas panjang, menurunkan pengki dan sapu yang dipegangnya. Ia tahu betul perubahan emosi Karina belakangan ini. Bulan kedua kehamilannya memang membuat Karina menjadi lebih sensitif dan mudah kesal, bahkan pada hal-hal kecil seperti ini. Tapi, Winta tidak ingin memperkeruh suasana. Ia hanya memandang Karina yang berdiri dengan tangan berkacak pinggang, mencoba menahan senyum yang hampir saja muncul di wajahnya melihat istrinya marah-marah seperti itu.
"Maaf," ucap Winta singkat. Ia mencoba mengambil sapu lagi, berniat untuk menyapu ulang bagian yang dianggap Karina masih kotor.
Karina mengerucutkan bibirnya, terlihat masih belum puas. "Udah aku bilang kan, aku aja yang sapu. Kamu tuh nyapunya asal-asalan. Lihat tuh, masih ada debu di mana-mana," ucapnya sambil menunjuk lantai dengan jari telunjuk.
Winta mengangguk pelan, mengikuti arah telunjuk Karina dan memandang lantai. Ia menggerakkan sapunya lagi, menyapu bagian yang tadi ia lewatkan. "Iya, iya. Aku sapu lagi deh. Kamu duduk aja, jangan banyak gerak." suruhnya lembut sambil melemparkan senyum tipis pada Karina.
Senyuman itu hanya membuat Karina semakin kesal. Ia mendengus pelan dan menghela napas keras-keras, seolah ingin menunjukkan ketidaksukaannya. "Gitu terus kalau aku kasih tahu, suka dianggap enteng."
"Sabar." ujar Winta. Ia melanjutkan menyapu lantai, kali ini lebih teliti. "Nanti bayi dalam perutmu itu bangun kalau kamu marah-marah."
"Winta!" seru Karina sedikit keras.
"Iya, maaf." jawab Winta cepat sambil tertawa kecil, lalu mendesah pelan.
Winta sedikit kesal sebenarnya, sudah beberapa minggu terakhir mereka mencoba mencari ART untuk membantu pekerjaan rumah tangga. Tapi, setiap kali ada calon ART yang datang, selalu saja ada alasan Karina untuk tidak menyukainya. Mulai dari penampilan yang kurang rapi, cara bicara yang dianggap terlalu kasar, hingga yang terakhir ini, Karina merasa bahwa ART tersebut tidak cukup kompeten dalam mengurus kebutuhan rumah tangga.
"Kamu mau ART yang kaya gimana sih?" Winta mencoba bertanya dengan suara lembut. "Kita udah coba lebih dari lima orang, dan selalu kamu yang nggak setuju. Kalau kamu terus begini, kapan kita bakal dapet ART yang cocok?"
Karina menghela napas panjang, menggigit bibir bawahnya sambil berpikir sejenak. Ia tampak bingung, seolah tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaannya pada Winta. "Aku nggak tau. Aku cuma ngerasa nggak yakin aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us | Winrina (On Going)
FanfictionWinta Arindra dan Karina Maheswari dijodohkan oleh keluarga mereka yang kaya dan berpengaruh. Bagi Winta, pernikahan ini hanyalah sebuah kewajiban demi menjaga keharmonisan keluarga, karena hatinya telah lama terikat pada Putri Asya Salsabila-----ke...