Gereja katedral kini sudah padat dengan para jemaat yang akan mengikuti misa arwah, baik keluarga Soerijawinata dan juga kerabat.
Banyak media yang datang di halaman gereja, berharap mendapat konten baru tentang keluarga Soerijawinata yang selalu menarik perhatian.
Alfred duduk di bangku depan, bersama Agnest dan keluarganya. Mereka dengan khidmat mengikuti ibadat misa, untuk menghormati arwah dari Pak Widjaja dan juga istrinya. Lampu-lampu altar menyala lembut, memantulkan bayangan lilin yang terus berkobar, memberi suasana yang teduh dan penuh penghayatan.
Saat lonceng gereja berdentang, menandakan awal ibadat, Romo Felix memulai misa dengan doa pembuka. "Saudara-saudari sekalian, hari ini kita berkumpul di rumah Tuhan untuk mendoakan jiwa yang telah mendahului kita. Kiranya, arwah Bapak Widjaja Soerijawinata dan ibu tercinta diterima di hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih," suara Romo Felix terdengar meneduhkan.
Setelah doa pembuka, jemaat menyanyikan lagu pujian, melantunkan nada yang penuh penghiburan dan pengharapan. Suara organ gereja mengalun, berpadu dengan nyanyian jemaat yang memenuhi ruangan dengan kesyahduan yang mendalam. Agnest menggenggam tangan Alfred, merasakan kehangatan dan ketenangan di tengah suasana yang begitu khidmat.
“Saudara-saudari, kematian bukanlah akhir dari perjalanan kita. Kematian hanyalah sebuah perhentian sementara, dimana setiap jiwa beristirahat di dalam kasih dan kedamaian Tuhan. Sebagai manusia, kita berduka. Namun, dalam iman kita, kita percaya bahwa mereka yang telah tiada kini berada di tempat yang lebih baik,” katanya dengan penuh kelembutan, menatap jemaat seolah ingin memberikan penghiburan bagi setiap orang yang hadir.
“Bapak Widjaja dan ibu telah menjalani hidup yang penuh kasih, bukan hanya untuk keluarganya, tapi juga bagi orang-orang di sekitarnya. Kita di sini bukan hanya untuk mendoakan keselamatan mereka, tetapi juga memberi penghormatan atas segala cinta dan kebaikan mereka, terutama bagi putri tunggal mereka, Ibu Agnest Widjaja.”
Terdengar isak pelan dari beberapa anggota keluarga Soerijawinata di bangku depan. Alfred merasakan tenggorokannya tercekat, ingatan tentang masa-masa sulit Agnest yang selalu merindukan orang tuanya.
Pastor lalu mengajak jemaat untuk berdoa. “Marilah kita berdoa bersama, meminta Tuhan untuk memberikan ketenangan abadi bagi arwah yang kita cintai ini. Semoga Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, menerima mereka di surga yang penuh damai.”
Alfred, Agnest, dan semua jemaat pun menundukkan kepala, khusyuk dalam doa. Lilin-lilin di sekitar altar berkobar kecil.
🍂🍂🍂
"Jadi udah fix, kamu dan Agnest mau nikah di sini?" tanya Mariska setelah misa arwah selesai, mereka masih berkumpul di dalam gereja.
Alfred mengangguk dengan mantap. "Iya, Ma. Aku dan Agnest pengen banget nikah di gereja ini. Bahkan tanpa dekorasi mewah pun, tempat ini udah ngasih kesan sakral dan elegan."
Daniel, yang berdiri di samping Mariska, ikut mengangguk setuju. "Papa juga rasa pilihan kalian tepat. Gereja ini punya atmosfer yang cocok buat upacara pernikahan kalian nanti," katanya, memberikan senyum bangga.
Alfred tertawa kecil, tampak senang mendapat restu dari kedua orang tuanya. "Terima kasih, Pa, Ma. Kita juga udah mulai persiapannya. Undangan udah hampir jadi, pre-wedding juga udah dijadwalkan untuk besok."
Agnest yang berdiri di sebelah Alfred, ikut tersenyum sambil terkekeh. "Iya, Om, Tante. Besok kami ada pemotretan, udah nggak sabar rasanya!"
Mariska tersenyum lebar, menggenggam tangan Agnest dengan penuh sayang. "Bagus deh kalau semuanya lancar. Kalian kalau butuh bantuan apa pun, jangan sungkan buat dateng ke rumah ya. Om, Tante, Albert, dan kita semua, selalu ada buat kalian."

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life | Jaehyun X Karina X Jeno
RomanceAgnest, seorang dokter yang mati tahun 1942, kembali bangkit dari kematiannya. Ia terbangun di tahun 2024, karena sebuah mesin penelitian yang dibuat oleh seorang mantan militer Hindia Belanda. Namun, ia harus bergelut antara masa lalu dan masa dep...