Seonghwa duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri.
Wajah yang selama ini dipuja banyak orang, mata yang tajam, hidung mancung, bibir tipis yang sering kali dipuji sebagai bentuk sempurna. Di luar, semua orang melihat dirinya sebagai sosok yang cantik, sempurna tanpa cacat. Tapi di dalam, ada kekosongan yang tak pernah bisa ia jelaskan.Hari demi hari, Seonghwa terus menerima pujian yang sama—dari teman-temannya, dari orang-orang asing yang ia temui di jalan, bahkan dari rekan-rekan kerjanya. Tapi itu semua terasa hampa. Mereka semua melihat hal yang sama: kecantikan yang terpampang jelas di luar, namun tak ada satu pun yang benar-benar memahami apa yang tersembunyi di baliknya.
Seonghwa mendesah, melepaskan pandangannya dari cermin. Ia meraih telepon di samping tempat tidurnya, membuka pesan dari satu-satunya orang yang membuatnya merasa berbeda—Wooyoung. Seorang pemuda yang ia temui beberapa bulan lalu di sebuah acara amal. Tak seperti yang lain, Wooyoung tidak pernah memuji wajah Seonghwa. Setiap kali mereka berbicara, yang diingat Seonghwa adalah percakapan tentang musik, seni, atau kadang hal-hal konyol yang jauh dari topik tentang penampilan.
Seonghwa mengetik cepat:
"Apa kamu sibuk malam ini?"
Beberapa detik kemudian, balasan masuk.
"Nggak, ada apa?"
Seonghwa menarik napas dalam, jarinya gemetar sedikit saat ia menulis pesan selanjutnya.
"Bisa ketemu? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."
---
Mereka bertemu di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di pojok kota.
Tempat itu tenang, jauh dari hiruk-pikuk orang-orang yang sibuk. Wooyoung sudah menunggu di meja dekat jendela, senyumnya segera muncul begitu melihat Seonghwa memasuki ruangan.
“Ada apa, Hwa?” tanya Wooyoung setelah Seonghwa duduk di hadapannya. “Kamu kelihatan... nggak seperti biasanya.”
Seonghwa terdiam beberapa saat, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. “Wooyoung... pernah nggak kamu merasa bahwa orang-orang hanya melihat bagian luar dari dirimu? Mereka memuji apa yang bisa mereka lihat, tapi... nggak pernah benar-benar peduli pada siapa kamu sebenarnya?”
Wooyoung mengerutkan kening, memperhatikan Seonghwa dengan seksama. “Kamu merasa begitu?”
Seonghwa mengangguk pelan. “Semua orang selalu bilang aku cantik. Mereka bilang aku sempurna, wajahku... segalanya tentang aku dari luar. Tapi aku nggak pernah merasa itu benar-benar aku. Semua yang mereka lihat hanya kulit luar, dan aku... aku ingin seseorang melihat aku lebih dari itu. Bukan hanya wajahku.”
Wooyoung terdiam sejenak, menatap Seonghwa dengan mata yang lembut, seolah memahami lebih dari yang Seonghwa ungkapkan. “Seonghwa, aku tahu kamu lebih dari sekadar wajah. Dari pertama kali kita ngobrol, aku nggak pernah merasa kamu cuma tentang penampilan. Kamu pintar, kamu punya cara berpikir yang menarik. Itu yang aku suka dari kamu.”
Seonghwa tersenyum tipis, tapi masih ada keraguan di matanya. “Tapi orang-orang selalu bilang begitu. Selalu tentang wajahku, bagaimana aku terlihat. Aku lelah, Woo. Aku ingin... seseorang yang melihat aku dari dalam, bukan dari luar.”
Wooyoung menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Seonghwa dengan sorot mata penuh keyakinan. “Aku nggak peduli dengan wajahmu, Seonghwa. Kamu memang cantik, itu nggak bisa dipungkiri. Tapi itu bukan alasan kenapa aku mau habiskan waktu dengan kamu. Kamu tahu nggak kenapa aku selalu senang ngobrol sama kamu? Karena kamu cerdas. Karena kamu bisa ngomongin hal-hal yang aku nggak pernah pikirkan sebelumnya. Kamu buat aku tertawa. Kamu buat aku merasa nyaman jadi diri sendiri.”
Seonghwa mengangkat matanya, menatap Wooyoung dengan campuran terkejut dan tersentuh. “Kamu... benar-benar melihat aku seperti itu?”
Wooyoung mengangguk pelan, senyumnya tetap hangat dan tulus. “Aku nggak melihat kamu cuma dari apa yang bisa dilihat mata. Aku melihat hati kamu, Seonghwa. Dan aku suka semuanya—baik yang di dalam maupun yang di luar. Tapi kalau kamu minta aku memilih... aku lebih pilih hati kamu.”
Air mata menggenang di mata Seonghwa, tapi ia cepat-cepat menghapusnya sebelum jatuh. Ia tersenyum kecil, hatinya terasa hangat, sesuatu yang selama ini ia cari-cari akhirnya ia temukan dalam diri Wooyoung.
“Terima kasih, Woo. Aku... aku butuh mendengar itu.”
Wooyoung mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Seonghwa di atas meja. “Kamu nggak perlu ragu lagi. Aku tahu siapa kamu sebenarnya, dan aku di sini bukan cuma karena penampilan.”
Seonghwa menggenggam tangan Wooyoung lebih erat, merasa untuk pertama kalinya ada seseorang yang benar-benar memahami dirinya—lebih dari sekadar kulit, lebih dari sekadar wajah cantik. Ia merasa... dicintai.
Seonghwa menyadari bahwa ia tak perlu lagi bersembunyi di balik cermin atau penampilan.
Karena di sisi Wooyoung, ia tahu bahwa dirinya lebih dari sekadar apa yang terlihat di luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exquisite Episode • All × Seonghwa
Fanficbottom!Seonghwa / Seonghwa centric ©2023, yongoroku456