Jadi dia yang mengagumi orang lain atau justru yang dikagumi?
Dia stalking targetnya, atau justru dia yang akan dijadikan target?
***
START : 27 SEP 2024
NARUTO Fanfiction
Disclaimer : Masashi Kishimoto-Sensei
Pair : Sasuke - Sakura
Rate : 18+
Genre...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di antara segala resah maupun mendebarkan ketika melihatnya sangat serius di jarak sedekat ini benar-benar keinginan terpendam Sakura semenjak satu tahun ini.
"Kau bisa jalan, 'kan?" Dia masih berjongkok, kepalanya menengadah menatap Sakura yang masih terduduk tegang.
Sakura mengangguk. Mencoba menarik napas sejenak demi menenangkan jantungnya yang terus-terusan berulah. "Tenang saja, aku tak selemah itu."
"Tapi, di mana sepatumu?" Mata gelapnya menyorot Sakura prihatin, terlebih ketika menemukan goresan-goresan di kaki.
Mungkin ini memang yang dinamakan bakal terbit pelangi setelah mendapat amukan badai. Lagi pula mimpi apa Sakura semalam, bahkan Cinderella pun tak diperhatikan oleh pangerannya sampai seperti ini.
"Hells-nya patah, jadi sekalian kubuang saja," jawabnya enteng, untung itu bukan sepatu mahal, atau sepatu kaca. Yah, satu hal itu patut disyukuri.
Alisnya yang semula menukik tajam kini kembali normal, biarpun ekspresinya belum santai. "Jangan pakai stiletto lagi, dan kenakan flat shoes supaya kau bisa berlari kencang ketika dalam bahaya."
Benak Sakura kembali berdesir tak karuan. Mulutnya tak sanggup membantah. Sekali lagi ada seseorang yang menegaskan bahwa stiletto itu memang lebih sering menyiksa ketimbang membuatnya nyaman, dan kini ia kapok setengah mati telah mengenakan sepatu sejenis itu hanya demi mendongkrak penampilan.
Belum sempat desiran hangat itu pergi, kini malah disodori oleh punggung laki-laki itu. "Naik!" perintahnya.
Mulutnya melongo, lalu dia menggeleng cepat demi tak telihat bodoh. "Tidak, kakiku tidak pincang. Aku masih bisa berjalan sendiri!" sanggahnya, bisa-bisa Sakura kehilangan kewarasan ketika menempatkan diri di punggungnya.
"Berjalan tanpa mengenakan alas seperti itu?"
Apakah salah berjalan tanpa alas kaki? Tapi bagi laki-laki itu seperti masalah yang cukup besar.
"Tak masalah, aku sudah terbiasa. Santai saja."
"Sungguh?" Lihat nada tak percaya itu? Seperti dia tak pernah berjalan tanpa mengenakan alas saja.
"Aku tak selemah itu."
Laki-laki itu menegakkan tubuhnya. "Jika begitu, kenakan sepatuku saja."
Mata Sakura turun ke sepatu oxford hitam mengkilatnya. Bahkan dalam kondisi terdesak pun sempat-sempatnya hatinya memuja selera laki-laki itu, sangat stylish. "Ukurannya pasti kebesaran di kakiku, itu tak akan nyaman."
Terdengar embusan napas kasar dari hidung mancungnya. "Baiklah, ayo kita pergi," sahutnya, terdengar kehabisan ide dan tak rela akan keputusan yang Sakura buat.
Masih agak tak percaya, ekor mata Sakura sesekali didaratkan pada sosok di sampingnya. Takut mimpi ini berakhir, tiba-tiba terjaga dan keberadaannya lenyap.