15

1.5K 287 18
                                    


"Tidakk---".

"Anjir mataku". Latah seseorang membuat keduanya menoleh, mendapati seseorang berdiri diambang pintu sambil menutup matanya.

"Apa yang kau lakukan disitu". Thia menggeram marah, dasar penganggu.

"Sorry sorry, gw gk tau kalau ada orang didalam". Ujar Pemuda berambut merah, ada masker tergantung ditelinga kanannya dan ada plester dihidungnya.

Caine mengeryit, tapi dia diam diam menghela nafas lega. Thia berdecak, dia mengambil tasnya dan pergi keluar ruangan, tak lupa juga menyambar bahu pria tadi.

Pria tadi dengan tatapan tak perdulinya masuk kedalam, dan duduk didepan caine.

"Hai, kenalin aku jeff  dan nama kamu siapa?". Jeff mengulurkan tangannya, caine membalas uluran tangan itu.

"Caine". Ujar caine kikuk, dia masih bingung omong omong.

"Itu tadi pacarmu kah? Maaf tadi ganggu ya hehe". Jeff menyengir membuat caine tersenyum.

"Bukan, untung saja kamu datang tepat waktu". Caine terkekeh kecil, jeff menopang dagunya menatap caine berbinar membuat caine merinding. Jangan bilang sekarang pria ini lagi yang mengincarnya, memikirkan itu membuat punggung caine seperti disiram air es. Dengan cepat dia mengambil segelas minuman dan menyesapnya.

"Kalau dilihat dari umurmu kamu pasti lebih tua dariku, jadi ayahku yok". Ujar jeff antusias.

Uhuk

Caine tersedak karena terkejut dengan ucapan jeff, pemuda ini----

"Kamu---". Caine tak dapat menyelesaikan ucapnnya, dia masih terkejut omong omong.

Jeff cemberut, dia tau pasti pria didepannya ini menolak.  Tadi saat dia baru saja sampai, dia melihat caine masuk kebar, jeff merasakan ketertarikan saat melihat caine, ketertarikan menjadi anak ya bukan menjadi pasangan. Jadinya dia mengekori caine hingga ke ruangan ini :v.

"Yaudah, kalo gk boleh". Jeff berdiri dengan wajah murung, dia melangkah pelan menuju pintu.

"Iya boleh jeff". Pasrah caine, dia merasa tak enak saat melihat pemuda itu terlihat murung.

"AYAHHH".  Pekik Jeff kembali semagat dia kembali duduk dan tersenyum terus menerus membuat sudut bibir caine berkedut.

'Setidaknya masih ada satu orang yang memanggilku ayah'.

.

.

Caine turun dari mobil dengan kepala nyut nyutan, rasanya tingkat stresnya terus meningkat.

Caine melihat jam, sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Dia pun masuk kedalam rumah dan mendapati rumah masih terang benderang.

Saat melewati ruang tamu dia mendengar suara berisik, dia pun melihat kearah ruang tamu dan mendapati beberapa orang dengan wajah asing tengah berbincang.

Caine menghampiri mereka, dia menatap mereka bingung.
"Em, kalian sedang apa?". Pertanyaan itu membuat mereka menoleh.

"Ah? Apa ini mami caine?". Seorang pemuda seumuran souta bersurai hitam bertanya pada caine.

Kembali caine merasakan pening dikepalanya, tambah anak lagi.

Caine menghela nafas, kemudian mengangguk.
"Ya".

"Kenalin aku ren , ini ruby, dan ini  leon . Kami relasi baru". Ren memperkenalkan  kedua temannya, caine kembali mengangguk.

"Yang lain mana?". Tanya caine, dia mendudukkan tubuhnya disofa membuat ketiganya ikut duduk kembali.

"Sudah beristirahat, btw mami caine, mau minum bersama? Saya tadi membawa beberapa botol minuman". Ujar leon, dia menunjuk kearah satu kardus minuman diatas sofa.

Caine mengangguk senang, dia langsung saja bergabung dengan ketiganya sambil berbincang sedikit.

.

.

Ke esokkan paginya, rion turun dari lantai atas, ekspresinya masam karena tak mendapati caine disampingnya apalagi kasur itu dingin, yang berarti caine tak disampingnya semalaman.

Saat melewati ruang tamu rion mencium bau alkohol yang kuat, dia segera menoleh mendapati empat orang yang tertidur acak.

Caine yang tidur dengan menelungkupkan kepalanya disela sela lengannya, ren yang tidur dengan kaki diatas sofa dan badannya terlentang di lantai. Leon yang tertidur terlentang di bawah meja dan ruby yang tertidur diatas sofa sambil memegang sebotol minuman.

Rion melihat kearah kardus yang sudah kosong, didekat kardus itu terdapat beberapa botol kosong. Rion memijat dahinya, urusan pagi pagi ini.

Dia menghampiri mereka dan aroma minuman itu semakin pekat, pantesan mereka tepar ternyata kadar alkoholnya tinggi.

"Caine". Panggil rion lembut, tangannya menepuk pelan pipi sang empu.

"Em, jangan ganggu". Caine menepis tangan rion, dan kembali melanjutkan tidurnya.

"Pindah dikamar sayang, hey". Rion kembali menepuk pipi itu.

"Ishh, gk mau gk mau". Rengek caine, dia semakin merapatkan tangannya diwajah.

Rion menghela nafas, entah sudah berapa kali dia menghela nafas pagi ini. Dengan cepat dia mengangkat tubuh caine dan membawanya menuju kamar mereka.

"Lagian udah tau gk bisa minum, malah minum. Sok sekali". Gumam rion, dia menatap wajah tanpa kacamata itu.

Setelah merebahkan caine dikasur, rion pun kembali turun kebawah dan mendapati gin serta yang lainnya sedang membereskan ruang tamu.

"Jaki". Panggil rion, jaki menoleh mendapati rion tengah berdiri di anakan tangga.

"Ya pi?". Tanya jaki bingung.

"Nanti siang ikut denganku". Ujar rion dan menuju dapur.

"OKE". Saut jaki keras saat punggung rion sudah menghilang.

Tbc.

Segini dulu guys, lagi gk mood soalnya🤏

[CC S2] Wishes come true   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang