19

1.4K 276 8
                                    


Saat caine memasuki mansion, dia mendapati hal yang membuatnya menahan nafas. Rion terbaring di samping meja ruang tamu dan Ares yang terbaring di dekat tangga.

Semalam dia melempar bom asap bius buatannya, bahkan dia menyetel sesuai jam tidur yang lain jadi dia tak menyangka bahwa kedua orang ini bahkan belum tidur saat bom asap itu bereaksi.

Dia menuju Ares dan mengangkat anak itu ke sofa, kemudian menuju rion dan mencoba membangunkannya.

"yon". Caine mengguncang tubuh besar itu.

Karena tak mendapati reaksi, caine mengeluarkan sebuah cairan di sling bag nya, menyuntikkannya di lengan rion.

15 menit kemudian rion membuka matanya dan mendapati caine tengah duduk disampingnya sambil memejamkan matanya.

Rion bangkit dan duduk menghadap caine dengan tatapan dingin, caine yang merasakan ada tatapan yang menusuknya pun langsung membuka mata.

Caine menahan nafas saat melihat tatapan tajam dan dingin mengarah padanya, jantungnya berdebar, ada sedikit ketakutan dihatinya.

"Rion". Panggil caine pelan.

"Jadi alasan apa yang harus kudengar? Pergi tanpa pamit dan bahkan menyediakan bom asap bius". Ujar Rion dingin.

"Bukankah aku sudah meminta izin?". Ujar Caine mengeryit.

"Kamu hanya berpamitan dengan Ares".

"Tidak, aku berpamitan denganmu saat kamu akan ikut rapat dan kamu mengizinkannya".

Rion kembali memutar ingatannya, tapi dia tak dapat mengingat apapun itu.

"Jangan bilang bom asapmu ada penghilang ingatan ya".

Mendengar ujaran rion caine melotot, dikiranya dia jahat begitu?

"Sejahat itukah?". Desis Caine.

"Tidak". Saut rion dingin.

Caine mendengus kemudian menatap rion tanpa bicatra kembali.

"Jadi, ada urusan apa hingga kamu harus membius kami?". Tanya rion sambil bersedekap tangan.

"Tidak ada, lagian aku pulang jam 2 semalam". Ujar caine berbohong.

Rion mengeryit, dia menatap jam didinding dan berujar.
"Jam 2? Lalu kenapa kamu membangunkanku jam segini?".

"Salahkan dirimu yang tak bisa dibangunkan".

"Ya salahkan dosis biusmu itu". Uajr rion tak mau kalah.

Berakhirlah keduanya beradu cencok, Ares yang sudah membuka matanya hanya menghela nafas.

"Aku harus secepatnya pergi, aku tidak tahan lagi". Batin Ares.

.

.

.

"Apakah aku harus melakukan cara kasar agar caine mau denganku? Hais, apakah aku kurang menarik hingga membuat caine tak suka padaku ?". Thia bergumam, tangannya menggoyangkan segelas wine dan meneguknya.

Dia menatap foto caine dia atas meja, dan sebuah map coklat dengan  helaan nafas.

Nama : Caine Kenzo.
Usia    : 43 Tahun
Status :-
Pekerjaan:-
Agama:-
Tempat tinggal:-
Nama orang tua:-
Hobby:-

"Sungguh informasi yang tak berguna". Gumam Thia.

.

.

Seorang pria tengah menatap laptopnya dengan pikiran entah kemana, dia berdecak kemudian memutar matanya malas.

"Apa yang membuatnya harus memalsukan identitas, sangat merepotkan". Decaknya dengan gumaman kesal.

.

.

Caine menghela nafas saat melihat kakinya yang dirantai, apa mereka mengira dia peliharaan?.

"RI---"

"Diam". Rion menatap Caine dingin saat melihatnya ingin berteriak.

"Apa sih, kamu kira aku peliharaan".

Rion mengeryit, dia berdecak dan berdiri menghampiri caine.
"Kamu yang bilang bukan aku".

Ares masuk ke kamar kedua orang tuanya itu dan bersedekap tangan, dia menatap malas keduanya.

"Kalian berdua, aku kesepian. Kak rayden sekolah dan uncle lain tengah pergi, jadi biarkan aku pergi juga". Ucap Ares, Caine menatapnya bingung sedangkan rion menatap anak itu dengan datar.

"Bisakah kau tak mengulangi ucapan yang sama setiap saat ares? Jika kamu ingin pergi maka pergilah, jangan harap kau akan menerima sepeserpun hartaku". Ujar rion malas, dia duduk disamping caine.

Caine yang mendengar ucapan rion mendelik, menatap sang empu dengan kesal, apa apaan ucapan pak tua itu.

"Kenapa ucapanmu seperti itu? Apa kamu tak menganggap Ares lagi?". Tanya Caine, dia meninju perut rion.

Ares menghampiri keduanya dan duduk di atas meja, menatap rion dengan wajah serius.

"Bukannya aku tak menganggapnya lagi caine, tapi dengarlah ucapannya itu, setiap saat mengucapkan tentang pergi dan pergi tapi tak pergi pergi". Ucap Rion semakin membuat caine tersulut emosi.

"Pak tua ka---".

"Oke, aku tak akan menerima sepeserpun hartamu tapi aku harus membawa mamiku pergi darimu, jika aku tak bisa menerima hartamu maka kau tak bisa bersama mamiku". Potong Ares, dia bersedekap tangan.

Caine mengerjap, Rion yang mendengar itu tak terima, dia berdiri dan menunjuk Ares.

"Hey bocah, kau dan aku, aku lah terlebih dahulu bertemu dengan istriku, dan kau tak berhak memisahkan kami". Ujar rion mengebu gebu.

Ares ikut berdiri, dia melompat ketubuh rion dan menjambak papinya itu.

"Kau tega padaku jadi akupun harus berlaku adil, memangnya siapa yang mau diginikan, dasar pak tua tua". Ujar Ares emosi.

"YAK, KAU YANG MEMULAI TERLEBIH DAHULU BOCAH". Teriak rion, dia balas menarik rambut merah Milik ares.

"YA SALAHKAN DIRIMU PAK TUA, AKU BEGINI KARNA KAMU BEGITU". Ares semakin kuat menarik rambut rion membuat rion membalasnya juga.

Caine merasa kedutan di sudut bibirnya, matanya menatap marah kedua orang yang tengah adu jambak itu.

"KALIAN, KELUAR DARI RUMAH INI DAN JANGAN HARAP BISA MASUK SEBELUM AKU MENGIZINKANNYA". Ujar Caine dengan emosi, dia kurang tidur dan dua manusia beda umur itu membuat gaduh pagi pagi.

Keduanya menghentikan sejenak kegaduhan mereka dan menatap caine, setelah itu kembali melanjutkan aksi jambak mereka sambil melangkah keluar kamar.

Caine yang melihat itu merasakan sakit kepala yang amat sangat, rasanya dia ingin membunuh kedua orang itu saat ini juga jika tak mengingat bahwa keduanya keluarganya.

"SHIT". Umpat caine.

.

.

Tbc.

[CC S2] Wishes come true   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang