Sebelas - Dia, Mentariku

10 1 0
                                        

Sepucuk surat berisi sajak yang tak lagi berunsur

Debu pada kertas menguning, sebagai bentuk keabadian

Peran yang tak lagi kujumpa dikala senja

Diambilnya sang Tuan-ku oleh ganasnya gerhana

Situasi genting! dimana kau saat ini berada Tuan?

Tlah ku seduhkan secangkir coklat hangat kesukaanmu

Kusajikan tepat pada pukul 5 sore

Dibawah teduhnya senja

Mari berkicau kembali, Tuan...


- - -

     Jam weker berbunyi tepat saat jarum pendek pada jam menunjukkan angka 8. Solaris meraba meja dengan mata yang masih terpejam sempurna, mencari dimana letak jam weker itu berada. Luas permukaan pada mejanya memiliki ruang yang sangat minimalis, hanya cukup untuk 1 jam weker, 1 ponsel dan 1 lampu tidur.

Solaris masih meraba-raba, sementara jam wekernya benar-benar sudah berada di ujung meja. Benar saja, jam itu terjatuh kemudian pecah. Mendengar itu Solaris terkejut, membuka matanya dengan napas gusar, mengusap wajah dan rambutnya beberapa kali. Sial, dia harus membeli jam weker yang baru.

Solaris merapihkan kekacauan yang diakibatkan olehnya.
Ia dapat merapihkan jam weker yang sudah terpecah belah, namun ia tak dapat merapihkan hidupnya yang sudah porak poranda.

     Pria ini merupakan seorang mahasiswa pendidikan seni rupa semester 3 beranjak 4 dalam sebuah universitas terkenal di jakarta. Berbelok tak jauh dari jurusan yang diambilnya pada saat bersekolah di sekolah menengah kejuruan negeri. Ia berasal dari jurusan Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan, yang dimana pelajarannya mengarah pada keahlian dalam bidang arsitektur. Namun sayangnya, Solaris tidak menyukai hitung-hitungan melainkan mencintai dalam bidang membuat sebuah goresan indah, sehingga Solaris memutuskan untuk memilih fakultas bahasa dan seni dalam prodi pendidikan seni rupa.

     Senang hati rasanya dapat bertemu peran lama yang tak kunjung dijumpanya. Beberapa kebetulan mengiringi dua insan saat ini, membuat sebuah teori "Mungkin" dan "Tidak mungkin".
Kebetulan pertama adalah hari dan jam yang sama pada kelas dalam kampus Solaris juga kelas materi pada kampus gadis itu, membuat Solaris dapat lebih mudah menemukan binar mata cantik itu dalam sebuah pertemuan yang tidak di sengaja.

Kebetulan yang kedua adalah jalur pada busway yang gadis itu tumpangi searah dengan Solaris saat berangkat ke kampus. Namun, jika diukur, jarak kampus Solaris yang lebih dulu sampai dibandingkan gadis itu.

     Bergegasnya Solaris menuju kampus dengan set pakaian yang kali ini berbeda dari sebelumnya. Mengenakan kemeja polos berwarna hijau army, celana bahan berwarna hitam, dan topi hitam dengan brand Converse. Tak lupanya akan tas selempang berwarna coklat polos namun dipenuhi oleh gantungan juga pin bergambarkan karakter kesukaannya. Karakter berasal dari grafik Jepang atau biasa disebut anime, berjudul Demon Slayer.

     Biasanya Solaris selalu menggunakan set pakaian yang terdiri dari kaus oversize dan celana kargo, jadi, sangat jarang sekali bagi Solaris untuk memakai kemeja apalagi menggunakan atribut sebagai pelengkap hari, seperti topi.

Tak terasa, bus tiba pada halte yang biasa menjadi tempat tunggu oleh gadis itu. Arah mata Solaris berpindah-pindah, mencari binar di tengah hembusan napas manusia yang mulai padat mengisi ruang kosong dalam busway. Hingga pintu pada bus tertutup, masih tak didapati sang gadis itu oleh Solaris.
"Kemana perginya ya?" batin Solaris.

ARNALLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang