Keesokan paginya, Gio memilih untuk tidak berangkat ke kantornya. Ia sengaja meluangkan waktu demi menemani Valeska memeriksakan kondisi kandungannya, terutama setelah insiden semalam saat Valeska terjatuh di kamar mandi.
Gio tampil sederhana namun rapi dengan celana jeans putih, kaos polos putih yang tampak nyaman, dan kemeja polos berwarna army yang ia biarkan kancingnya terbuka, memberi kesan hangat dan kasual.
Setelah Valeska duduk di kursi penumpang, Gio meliriknya dan bertanya lembut, "Gimana perutnya?"
Valeska mengusap perutnya pelan, berusaha meyakinkan dirinya juga. "Udah nggak sakit," jawabnya.
"Tetep harus periksa. Takut kenapa-napa," ujar Gio, suaranya terdengar tegas namun penuh perhatian.
"Iya, Ka Giooo," sahut Valeska manja, memahami betapa suaminya ini begitu protektif, terlebih lagi sekarang menyangkut sang buah hati yang tengah mereka nantikan.
Gio mulai melajukan mobil, meninggalkan pekarangan rumah dengan tenang. Sepanjang perjalanan, sesekali Valeska memperhatikannya, "Ka…"
"Iya?" Gio menoleh sekilas, lalu kembali memusatkan pandangannya ke jalan.
"Aku ngidam deh," ucap Valeska, senyum simpul tersungging di wajahnya, penuh arti.
Gio tersenyum kecil, memandangnya dengan kelembutan. "Kamu mau apa?" tanyanya, suaranya sangat lembut dan hangat.
Valeska mengembuskan napas pendek sebelum berujar, "Nanti sore ke club yuk."
Mendengar itu, Gio langsung terdiam dan terkejut. Ia memandangi Valeska tak percaya. "Gila lo ya? Lagi hamil mau ke club? Stres anjir," ucapnya dengan nada gusar, tak habis pikir dengan permintaan istrinya. Alisnya mengerut, ekspresinya penuh keheranan dan sedikit kesal.
Valeska menatapnya dengan pandangan memohon, "Kalau Ka Gio nggak mau, biar aku sama temen-temen aja."
Gio menghela napas panjang, sejenak enggan menatap Valeska. Ia merasa kecewa, bingung, tapi berusaha menahan diri. "Ka…"
"Ngga, Valeska," tegas Gio.
"Aku marah," ancam Valeska, mencoba memancing reaksi dari suaminya.
Gio menahan senyum getir. "Mending kamu marah, daripada kamu ke club lagi."
Dengan wajah memelas, Valeska kembali berusaha, "Kak, sekali doang. Aku janji nggak bakal minum minuman keras kok."
Gio tiba-tiba menepikan mobil, tatapannya serius dan tajam meski ia tetap berusaha menahan emosinya. "Bisa nurut nggak sih? Val, kamu lagi hamil. Nggak baik ke tempat kayak gitu," ucapnya dengan nada penuh kekhawatiran.
Valeska menunduk, namun masih bersikeras. "Kak, duduk biasa doang, nggak minum alkohol kok."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Gio kembali mengemudikan mobil. Sembari mendesah pelan, ia hanya bergumam, "Terserah deh," hampir tak terdengar.
"Boleh?" Valeska bertanya lagi, memastikan. Tapi Gio tetap diam.
"Ok, kalau diem berarti iya," Valeska berucap, seolah menafsirkan keheningan Gio sesuai keinginannya sendiri.
***
Sesampainya di rumah sakit, Gio menghentikan mobil dan mengarahkan pandangan lurus ke depan, wajahnya datar tanpa ekspresi. "Sana, masuk," ujarnya pendek.
Valeska memandang Gio, ragu. "Kamu nggak mau nemenin?"
"Buat apa? Kamu nggak nurut sama aku. Masa iya aku nemenin kamu? Udah, sana masuk sendiri aja," jawab Gio dengan nada datar, tak ingin berdebat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA 2
Teen FictionLima tahun setelah menikah, kehidupan Gio dan Valeska dihadapkan pada ujian besar. Valeska, yang hampir menyelesaikan kuliahnya, terpaksa harus mengambil cuti karena sebuah keadaan darurat yang tak terduga. Meskipun Gio semakin sukses dengan bisnisn...