Di ruang meeting yang cukup luas dan terang, Gio duduk dengan tenang di hadapan sekelompok rekan kerja dan klien. Meski hari itu terasa biasa, senyum Gio tak pernah pudar. Matahari yang masuk melalui jendela besar menambah kesan hangat pada suasana, tetapi Gio tetap merasa santai, tidak terbebani oleh apapun. Meskipun di rumah Valeska sendirian, pikirannya tetap fokus pada presentasi yang sedang ia jalani.
Dengan percaya diri, Gio memulai presentasinya. "Jadi, proyek ini akan menjadi tonggak besar bagi perusahaan kita. Kami telah merancang dengan seksama, dan sekarang saatnya untuk kita bergerak maju," kata Gio, suaranya penuh keyakinan, namun tetap terdengar santai dan ramah.
Di layar proyektor, grafik dan desain visual yang indah mulai muncul, memaparkan detail rencana pembangunan proyek baru yang akan mengubah wajah kota. Gio menunjukkan diagram dan angka-angka yang menunjukkan estimasi biaya, potensi keuntungan, serta timeline pengerjaan. Semua tampak begitu terorganisir dan mudah dipahami, meskipun topik yang dibahas cukup kompleks. Namun, ada sesuatu yang membuat presentasi ini terasa begitu ringan. Gio, dengan gaya berbicara yang mengalir, mampu membuat audiensnya merasa nyaman.
"Kalau kita melihat proyeksi pasar di tahun-tahun mendatang," lanjut Gio, menggerakkan kursor ke slide berikutnya, "kita bisa lihat ada peluang besar untuk investasi jangka panjang. Semua faktor sudah kami perhitungkan dengan matang. Sumber daya, kebutuhan masyarakat, dan tentu saja, dampaknya terhadap ekonomi lokal."
Beberapa orang di ruangan itu mengangguk, terkesan dengan pemaparan Gio. Mereka jelas menganggapnya profesional, namun ada juga yang terkesan dengan cara Gio membawakan materi yang terkesan santai, seolah tidak ada beban meskipun proyek ini sangat ambisius.
"Semua detail sudah kami rencanakan dengan seksama. Tinggal bagaimana kita bisa bekerja sama untuk membuatnya menjadi kenyataan," tambah Gio dengan senyum yang semakin lebar.
Sementara itu, beberapa klien melirik satu sama lain, terlihat puas dengan penjelasan yang diberikan. Mereka mulai berbisik dan terlihat saling memberi tanda persetujuan. Gio, yang tahu bahwa dirinya sedang dalam posisi yang menguntungkan, merasa lebih rileks. Ia tahu apa yang ia bicarakan, dan ia yakin dengan rencananya. Tidak ada keraguan yang mengganggu pikirannya saat itu.
"Gio, saya rasa kami bisa melanjutkan diskusi ini lebih lanjut setelah meeting selesai," kata salah satu klien, memberi tanda bahwa presentasi itu berhasil.
Gio mengangguk dengan senyuman tipis. "Tentu, kita bisa bahas lebih mendalam lagi. Terima kasih, semuanya," jawabnya, dan dengan sikap santai, ia menyandarkan punggung ke kursi, menikmati momen keberhasilannya.
Selama meeting, Gio merasa tak terbebani oleh hal lain, meskipun di luar sana ada beberapa isu yang mengganggu, seperti Valeska yang merasa sepi di rumah. Namun, saat ini, fokusnya hanya pada pekerjaan yang sudah ada di depannya, dan itu membuatnya merasa lebih bebas.
Setelah rapat yang panjang berakhir, Gio langsung menepati janjinya. Ia tak ingin membiarkan Valeska menunggu lebih lama lagi. Begitu keluar dari ruang rapat, ia segera mengemasi barang-barangnya dengan cepat, menyelesaikan urusan administratif sejenak, lalu melangkah keluar menuju mobilnya. Di jalan, pikirannya kembali kepada Valeska, yang pasti sedang merasa sepi di rumah.
Sesampainya di rumah, pintu belum sempat tertutup sepenuhnya saat Gio sudah melangkah masuk, melihat Valeska yang duduk di sofa dengan senyum manis di wajahnya. Mata Valeska langsung berbinar begitu melihat Gio datang, seakan semua kepenatan yang ada di dalam rumah itu seketika menghilang.
"Kaka suami..." panggil Valeska, suaranya lembut, tapi penuh keinginan untuk mendekat.
Gio hanya tersenyum dan melangkah mendekat, melepaskan jasnya dan meletakkannya sembarangan. Tanpa kata-kata lagi, Valeska langsung berdiri dan menghampirinya, memeluknya dengan erat, seolah ingin merasakan kehadiran Gio lebih lama.
"Aku udah lama nungguin kamu," gumam Valeska pelan, wajahnya tersembunyi di dada Gio, merasakan kehangatan tubuhnya yang membuatnya merasa lebih tenang.
Gio membalas pelukan itu, tangannya merangkul Valeska dengan lembut. "Gak enak, kan? Kamu sendirian di rumah."
Valeska mengangkat kepalanya, wajahnya penuh harapan. "Aku cuma butuh kamu, Ka Gio, aku ngga masalah ko kalau sendirian" katanya sambil tersenyum, matanya berbinar. "kok aku kangen ya?"
Dengan satu gerakan, Gio membawa Valeska ke kamar mereka. Ia membaringkannya dengan lembut di atas kasur besar mereka, Valeska segera membelai lengan Gio dengan penuh sayang. "Ayo sini," kata Valeska, mengundang Gio untuk ikut berbaring di sampingnya. "Jangan jauh-jauh bisa ngga sih. Aku cuma mau kamu di sini."
Gio tertawa pelan, duduk di tepi kasur untuk melepaskan sepatu, lalu berbaring di samping Valeska. Ia memeluk tubuhnya yang hangat, merasakan ketenangan yang selama ini dicari. Valeska menatapnya dengan penuh keinginan, tangan lembutnya menyusuri pipi Gio, seolah tidak ingin ada jarak antara mereka.
"Kamu gak capek?" tanya Valeska, suaranya penuh perhatian meski matanya sudah mulai berat.
"Gak, kok. Capek rasanya hilang kalau udah ada kamu di sini," jawab Gio, matanya menatap lembut ke arah Valeska. Senyuman kecil muncul di wajahnya, meskipun ia tak bisa menutupi sedikit rasa kekhawatirannya yang kadang muncul.
"Sayang," panggil Valeska.
Gio tertegun, pertama kali Valeska memanggilnya dengan sebutan sayang. "Hah?apa tadi? aku ngga kedengeran, coba dong ulang" ucap Gio menahan senyumnya.
"Sayanggg" Valeska mengulangi panggilan itu dengan penuh kelembutan.
"Iya cantik? kenapa?" jawab Gio dengan begitu lembut, membuat Valeska tidak bisa menahan senyumnya.
"Aku kangen... Kangen pelukan kamu tau, sekarang kamu sibuk banget, jarang luangin waktu buat aku"
Gio membalas dengan ciuman ringan di dahi Valeska, kemudian merangkulnya lebih erat. "Aku juga kangen, sayang. Maaf yaa aku jarang ada waktu buat kamu sama adik." jawabnya, suaranya penuh rasa sayang yang tulus, Valeska menganggukkan kepalanya.
Mereka terdiam sejenak, hanya saling berpelukan di atas kasur, membiarkan waktu berjalan perlahan. Di saat itu, dunia di luar sana tak lagi terasa ada. Yang ada hanya mereka berdua, menikmati kedekatan yang sederhana namun begitu berarti.
***
13/11/24

KAMU SEDANG MEMBACA
GIOVA 2
Teen FictionEND! 08 Desember 2024 Lima tahun setelah menikah, kehidupan Gio dan Valeska dihadapkan pada ujian besar. Valeska, yang hampir menyelesaikan kuliahnya, terpaksa harus mengambil cuti karena sebuah keadaan darurat yang tak terduga. Meskipun Gio semaki...