Part 12~Tamu

872 87 11
                                    

Waktu seolah melaju tanpa jeda. Valeska duduk di balkon kamarnya, menikmati sesruput susu hangat yang baru saja ia buat. Pagi yang sunyi, hanya suara embusan angin dan cuitan burung menemani kesendiriannya. Gio, pria yang menjadi sandaran hatinya, baru saja berangkat ke kantor, meninggalkan kehangatan yang masih tersisa di udara.

Tiba-tiba, matanya menangkap sebuah mobil hitam yang berhenti tepat di depan gerbang rumahnya. "Siapa?" gumam Valeska, mengerutkan dahi. Ia meletakkan gelas susunya di atas meja kecil, lalu melangkah meninggalkan balkon dan menuruni tangga dengan langkah perlahan.

"Bi, kayaknya ada tamu deh," ucapnya sambil melongok ke arah asisten rumah tangga mereka, Bi Sari, yang tengah merapikan ruang tengah.

"Siapa, Non?"

"Gak tahu, tadi ada mobil berhenti di depan," jawab Valeska, yang langsung terhenti oleh suara bel rumah yang berbunyi nyaring. Tanpa menunggu lama, ia menuju pintu depan, hatinya sedikit berdebar penasaran.

Begitu pintu terbuka, Valeska tertegun. Sosok yang berdiri di sana adalah Rahel.

"Ka Rahel?" Valeska terkejut, namun tak bisa menahan senyum kecil yang muncul di wajahnya.

"Hai," Rahel membalas dengan senyum tipis, suaranya terdengar lembut namun ragu.

"Masuk, Kak," ajak Valeska dengan ramah, mempersilakannya duduk di sofa ruang tamu.

Begitu mereka duduk, rasa penasaran menyelinap di hati Valeska. "Ka Rahel tahu alamat rumah gue dari mana?"

"Dimas," jawab Rahel singkat, matanya terlihat sayu. Valeska bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda pada Rahel, sebuah kedalaman yang seakan merenggut energinya. Mungkin pengalaman masa lalu yang membuatnya menjadi lebih tertutup dan penuh penyesalan.

"Val, aman kan? Gio gak ada di rumah kan?" tanyanya hati-hati, suaranya nyaris berbisik.

"Iya, Kak. Aman. Ka Gio baru aja berangkat ke kantor," jawab Valeska, mencoba menenangkan.

Mendengar itu, Rahel menarik napas lega. "Bagus deh"

Tak lama kemudian, Bi Sari datang membawa nampan dengan secangkir teh hangat. "Permisi, Neng cantik, ini Bibi buatin minuman spesial buat tamu yang sangat cantik" ucapnya dengan ramah, sambil meletakkan cangkir di hadapan Rahel.

"Makasih ya, Bi," ucap Rahel sambil tersenyum manis, terlihat sedikit lebih tenang.

Obrolan mereka pun mengalir, menyusuri banyak cerita dan kenangan. Rahel berbicara tentang penyesalan yang terus menghantuinya, tentang kesalahan yang telah mencederai pertemanan mereka walaupun tidak terlalu akrab. Mendengarnya, Valeska hanya mengangguk pelan, mencoba memahami.

"Kak… udah, jangan dibahas lagi," ucap Valeska lembut. "Gue udah maafin Ka Rahel, kok."

Rahel menatap Valeska penuh sesal. "Sesakit itu ya, Val?"

Valeska terdiam, senyum pudar dari wajahnya. "Bukan cuma sakit, Kak… tapi itu semua bikin aku trauma." Suaranya pelan, hampir tak terdengar, namun penuh luka yang tak pernah hilang sepenuhnya. "Sampai… Ka Gio, dia… never and don't want to kiss my neck like most couples in general," lanjutnya dengan lirih, menyisakan kepedihan yang bahkan Rahel tak bisa sembunyikan dari matanya.

Perkataan itu menusuk hati Rahel. Ia terdiam, merasa tertampar oleh kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan. "Val, gue… gue gak tahu seberapa besar rasa sakit lo. Gue bahkan gak tahu harus gimana lagi buat nebus semua kesalahan gue.." ucap Rahel, suaranya bergetar, mencoba meredam air mata yang hampir tumpah.

Valeska menghela napas panjang. "Udahlah, Kak… gue udah maafin lo" jawabnya, bibirnya melengkung dalam senyum, namun matanya menyiratkan luka yang masih membekas. Jauh di lubuk hatinya, ia tahu, memaafkan tak selalu berarti melupakan.

GIOVA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang