Satu kata buat Author?
-
Sepasang remaja yang baru melepaskan rasa rindu masing-masing itu duduk di sofa, menghadap ke arah layar televisi yang mati. Chia menunduk sambil memegang tali tasnya kuat-kuat. Sedangkan Bima di sisi kanannya, tersenyum bahagia sambil menopang dagu. Menatap tidak percaya atas hadiah ulang tahun terindah yang pernah didapatkan.
Sesekali Chia melirik Bima, lalu beralih ke meja yang ada banyak cemilan, minuman kaleng, dan bronis ketan buatannya yang sudah di tata oleh Bima.
"Kenapa ngilang?" Pertanyaan pertama yang dilontarkan Bima setelah hening cukup lama.
Chia menggeser posisi, agar lebih leluasa menatap Bima. "Ngilang apanya?" tanyanya lemah.
Bima menaikkan kedua kaki, duduk bersila di atas sofa. Membuat keduanya berhadapan, lalu memajukan badan demi melihat wajah Chia lebih dekat.
Diselipkannya rambut Chia ke belakang telinga. "Waktu itu ... waktu aku tiap hari inbox kamu. Kenapa enggak pernah bales? Bukannya kasih penjelasan pas aktif malah makin ngehindar." Sangat lembut Bima berbicara. Walaupun dia begitu ingin tahu penjelasannya, tapi dia tidak ingin menyakiti perasaan Chia apalagi akibat salah dalam bicara.
Chia hanya diam menikmati usapan demi ucapan tangan Bima di area ubun-ubunnya. Dia merasa sangat istimewa. Diperlakukan sedemikian rupa baiknya. Momen seperti ini mengingatkan Chia pada adegan di novel romantis yang ingin sekali dia rasakan. Dan lihatlah sekarang, Chia benar-benar tahu rasanya di puja dan begitu didambakan.
"Bima ...."
"Hmm?"
"Aku minta maaf, ya," sesal Chia.
"Untuk yang mana?"
"Ya, semuanya. Saat kamu butuh temen cerita, aku malah pergi gitu aja. Saat kamu butuh temen curhat, akunya ngilang. Saat kamu galau, aku justru nggak bisa ngapa-ngapain. Maafin aku yang nggak peka ini, ya?" Chia menurunkan tangan Bima dari puncak kepalanya, lalu mengenggamnya.
"Maaf, karena nggak bisa ngertiin kamu. Karena aku emang bener-bener nggak tau kondisi kamu yang sebenarnya gimana," sambungnya.
Bima balas mengenggam. Senyumnya makin mengembang. "Gapapa. Kan kamu juga nggak tau apa-apa."
Menggeleng kepala Chia menyangkal. "Tapi, sekarang aku udah tau. Gimana ... hidup kamu."
"Sebanyak apa?"
"Sebanyak-banyaknya. Aku tahu cerita dari Anjani, Erika, Kak Dera, Kak Ira, sama Kak Kiara. Mereka sering kok gosipin kondisi kamu yang menyedihkan itu."
Bukannya tersinggung Bima malah terkekeh. Kalau saja orang lain yang mengungkapkan itu, pasti Bima akan marah walau sebatas dalam hati atau pun sok-sok cuek, tapi untuk Chia. Apa pun yang gadisnya lakukan tidak akan pernah gagal membuat jantungnya berdebar bahagia. Jangankan marah, berkata kasar sedikit saja Bima tidak rela.
"Jadi, alasan kamu nemuin aku karena kasian?" tanya Bima memastikan.
"Enggak kok!" Gelengan kuat Chia berikan. "Aku emang mau ketemu kamu aslinya. Cuman ya nggak sengaja aja tau kondisi kamu yang begini."
"Sini ... sini ...." Perlahan Bima menarik Chia mendekat hingga tubuh keduanya tak bersekat. Disandarkan Bima pipi Chia di dadanya sambil mengusap punggung tersebut penuh kelembutan.
"Ini gapapa, ya?" Chia mendongak menatap Bima lebih dekat.
"Pelukan begini?"
Chia mengangguk.
"Yang nggak bolehin siapa, Chia?" balas Bima setengah gemas.
Chia mengendikkan bahu.
"Jangan bilang, this first for you?" tanya Bima kemudian.
Chia menunduk, tidak mau menjawab apa-apa. Dengan begitu Bima tahu jawaban yang sebenarnya. Makin eratlah Bima mendekapnya.
--
Chia sedang memoles make-up tipisnya di meja rias, saat ponsel di nakas berdering nyaring. Gegas diambilnya, mengecek siapa si penelepon yang pagi-pagi sudah menghubungi.
Bimanya aku is calling
Dahi Chia mengerut bingung. Sejak kapan dia memiliki nomer WhatsApp Bima? Dan apa contact-nya tadi?
Dari pada menahan penasaran. Segera digeser Chia icon hijau di layar.
"Pagi kamu ...." Suara khas orang bangun tidur terdengar menyapa.
"Bima?" kata Chia memastikan.
"Iya, Chia." Bima memiringkan badan. "Kamu berangkat sekolah jam berapa?"
Bima masih nyaman di sofa. Tempat dia dan Chia menikmati malam yang panjang sambil berpelukan dan mengobrol sangat lama. Sampai akhirnya Chia memutuskan untuk pulang karena sudah larut malam.
Ya, walaupun begitu berat hati merelakan kepergian Chia, tapi tidak masalah. Sebab Bima berhasil mengutak-atik ponsel gadis itu. Bonusnya besok mereka kembali bertemu sepuas-puasnya.
"Tinggal nunggu Anjani chat aja, si. Misal mereka bilang udah di depan. Ya, aku tinggal jalan ke post sekuriti, biasa supir Anjani berhenti."
"Hari ini aku aja yang jemput."
"Nggak!" Chia ngegas. "Bima dengerin aku ...."
Chia menarik napas. "Sepulang dari appartement kamu. Aku udah mikir keras. Kayanya lebih baik kalau di sekolah kita jangan saling kenal dulu, oke?"
Spontan Bima beranjak. Wajahnya ditekuk kesal. Kupingnya tidak bermasalah, kan?
"Kenapa gitu, Chia? Kamu punya pacar di sekolah kita atau gimana?" Masih dengan nada yang lembut Bima berkata. Meski dalam dada ada yang membara.
Chia menghempaskan pinggang di kasur. mencari posisi nyaman untuk berbicara dalam jangka cukup panjang.
"Maaf, Bima. Dugaan kamu salah. Cuman, aku emang belum siap aja ketauan deket sama most wanted sekolah. Kamu banyak fans-nya. Nanti aku yang bukan apa-apa ini malah jadi bahan bully-an."
"Siapa yang ber--"
"Kemarin aja pas kamu masuk kelas D. Semua cewek pada heboh banget. Pada naksir kamu. Pada kagum sama kamu. Pada pengen jadi pacar kamu. Aku nggak mau bikin heboh dalam waktu dekat ini, Bimaaa ...."
Bima mengusap wajah kasar. "Terlepas dari banyak alasan itu. Yang pasti enggak mau jauh-jauh dari kamu, Chia."
"Maaf, Bima. Tapi kali ini aja. Pliiis, ya, tolong ngertiin. Cuma dua hari doang. Setelah MOS kamu boleh kok jemput aku. Sapa aku. Ajak aku makan. Terserah deh, tapi harus lewatin masa orientasi dulu. Takut aku jadi sorotan. Itu aja nggak lebih," putus Chia mutlak.
"Segitu takutnya?"
"Iya."
"Harusnya kamu nggak perlu takut. Kan ada aku yang bakalan jagain kamu sepanjang waktu."
Bujukan seperti apa pun tidak mempan. Karena hanya dengan melihat reaksi letingannya yang begitu memuja-muji Bima bak si tampan pangeran Arjuna.
"Chia ...." Bima memelas. "Aku janji nggak bakalan ganguin kamu. Cuma mau mantau kamu aja. Mastiin kalau kamu nggak akan pernah lagi pergi dari hidup aku."
"No, Bima. No!" tolak Chia telak.
"Chiaaaa ...."
Sayangnya rengekan Bima tidak memengaruhi situasi apa pun. Chia dengan segala tekad yang tidak bisa diganggu gugat.
--
JANGAN LUPA FOLLOW IG AKU YA 🧡🍔
KAMU SEDANG MEMBACA
MY CUTE CHIA (ON GOING)
Teen FictionJatuh cinta kepada sesosok wanita maya yang tidak di ketahui identitas dan wajah aslinya. Apakah itu normal? - Start 2024 Update kalau inget ya hihi Mari support aku ya, gais :-)