19

21 2 3
                                    


Bima bangkit dari duduknya sembari mengajak Chia berdiri. Raut wajah lelaki itu kentara gelisah. Perlahan ditangkup wajah kekasihnya yang terlihat kebingungan.

"Chia ...." Bima memanggil. Entah mengapa napasnya tersengal. "Kamu percaya sama aku, kan?" sambungnya memastikan.

Belum sempat Chia menjawab, tangannya sudah dicekal lalu dibawa masuk ke kamar pribadi Bima.

"Tunggu aku di sini," kata Bima sebelum akhirnya mengunci pintu kamar, dan membiarkan Chia di dalamnya sendirian.

Sekarang, Chia dengan segala tanda tanya dalam benaknya. Ia hanya mondar-mandir memikirkan apa yang terjadi di luar sana. Orang tersebut siapa? Mengapa Bima menyembunyikannya?

Ah, persetan! Daripada overthingking tidak jelas. Lebih baik ia mengganti bajunya dengan seragam. Jadi saat Bima selesai dengan segala urusannya mereka bisa cepat berangkat ke sekolah tanpa takut terlambat.

--

"Kamu duluan, ya. Aku ada urusan lain," kata Bima setelah mobilnya terparkir di depan gerbang sekolah.

Chia menoleh, kurang lebih dua puluh menit bersama di mobil keduanya tidak saling bicara, pun saat Bima membimbingnya keluar appartement hanya mereka tetap bungkam, kemudian Bima sibuk menyetir dan Chia harus merespons chat group kelasnya yang super berisik demi mengalihkan rasa khawatir. Sebenarnya ia merasa ada yang janggal, tapi diabaikan begitu saja.  Rasanya untuk menanyakan apa yang terjadi kini terlalu lancang. Mungkin ia harus menunggu sampai Bima bercerita sendiri atau tidak sama sekali.

Sebelum Chia membuka knop mobil, ia menatap Bima seperkian detik lantas tersenyum ceria.

"Bima ...."

Bima hanya memandang lurus ke depan. Pikirannya kalang kabut, dan tidak berani menatap Chia sekejap pun. Ia tidak kuasa untuk membohongi gadisnya.

"Aku nggak akan tanya apa pun, tapi aku cuma mau bilang.  Have a nice day, ya."

Baru Chia ingin keluar Bima bersuara. "Boleh peluk dulu, nggak?" pintanya yang kini menunduk.

Gegas Chia menggeser tubuhnya agar lebih dekat, lalu merentangkan tangan. "Ayo!" serunya.

Senyum tipis tercetak di bibir Bima yang sedari tadi hanya datar tidak berekpresi, kemudian ia mendekat masuk ke dalam dekap hangat yang begitu memabukkan.

"Bayi aku," gurau Chia sembari mengusap punggung Bima, sementara Bima hanya diam menikmatinya.

"Bima .... Kamu bisa cerita apa aja sama aku. Apa pun. Mungkin aku memang nggak akan selalu bisa kasih solusi, tapi setidaknya aku bisa jadi pendengar yang baik untuk kamu. Kalau kamu butuh, aku always standby di sini. Anggap aku rumah, tempat ketika kamu kehilangan arah. Kaya sekarang. Maaf, aku nggak tau sekarang kamu lagi kenapa dan punya masalah apa. Karena memang kita belum terlalu lama kenal untuk tau segalanya. Aku nggak berani tebak apa-apa sekarang, tapi Bim ...."

Hening

Tidak berlanjut beberapa detik. Hanya sunyi yang menemani. 

"Bim ...." Akhirnya Chia berbicara.

"Hmm?"

"Kamu harus tepatin janji kamu, ya?"

"Hmm?"

"Kamukan mau bantu aku buat jatuh cinta sama kamu. Buat aku jatuh cinta secinta-cintanya, ya?" Chia terkekeh geli.

Bima tersenyum. Namun enggan menjawab hanya kedua lengannya saja yang memeluk kian erat.

Ditengah kenyamanan yang terjadi, ponsel Chia berdering nyaring. Rupanya Erika si pengganggunya. Masih dalam posisi memeluk Chia berusaha menerima panggilan.

MY CUTE CHIA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang