17

22 4 2
                                    

Ponsel yang tergeletak di meja bergetar, muncul satu notifikasi dari Chia yang meminta dijemput oleh sang ayah. Pesan itu tak luput dari pandangan Bima. Dia pikir Chia ada di kamar ternyata sedang di luar, tapi mengapa tidak sama sekali mengabari. Harusnya, gadis itu selalu update kabar apapun. Agar Bima bisa memantau setiap detik, hal apa yang kekasihnya lakukan tanpa terkecuali.

Dewa, hendak berdiri, tapi ditahan lengannya oleh Rere. "Biar Bubun aja yang jemput," putusnya.

Dewa menurut tanpa protes, lalu Rere berdiri berjalan sedikit mendekati Bima lantas menepuk bahunya dua kali. "Sebelum pergi. Tante mau tanya, boleh? Tapi jangan tersinggung?" tanyanya.

Bima sedikit mendongak, lantas mengangguk.

"Kamu ... anak broken home?" Penuh kehati-hatian Rere memastikan.

Lagi, Bima menggangguk.

Rere tersenyum lebar, tepukan di bahu Bima berubah menjadi usapan lembut dipunggung. "Kamu bisa konsultasi masalah itu sama Om Dewa," dagunya terangkat menunjuk suaminya. "Om juga pernah ngerasain, dan pernah sangat-sangat hancur. Mungkin, kalian bisa saling bertukar cerita sambil nunggu Chia pulang. Setelah itu baru kita makan bersama."

Setelahnya, Rere meninggalkan dua laki-laki beda usia itu keluar rumah untuk menjemput Chia menggunakan motor beat biru yang bertengger di halaman.

"Kamu ngerorok, nggak?" Dewa bertanya sembari mengeluarkan sebungkus rokok dari saku kemejanya.

Spontan Bima menggeleng.

"Bagus dong! Berarti hidup kamu masih aman."

"Aman lahirnya, Om. Batinnya ya ... tertekan."

Hening lagi.

Sampai akhirnya Dewa berdiri, dia benar-benar tidak tahan dengan keadaan yang begitu awkward. "Cari udara segar ke depan ajalah kita," putusnya kemudian dari pada makin lama saling bungkam. 

--

Motor yang dikendarai Chia dan Rere putus rante. Terpaksa sepasang ibu dan anak itu mencari bengkel terdekat. Setelah ketemu rupanya ramai antrean. Jadi, Rere memutuskan untuk meninggalkan kendaraannya dan memilih pulang dengan jalan kaki bersama putri semata wayangnya.

Tiba di depan rumah, langkah kaki Chia memelan serta tangan yang sempat mengait di lengan Rere terkulai begitu saja.

"Bima?" katanya kaget.

Rere merangkul bahu Chia. Perlahan membimbing anaknya untuk tetap berjalan, mendekati dua lelaki yang saling pandang, tapi dengan ekspresi yang berbeda. Dewa tersenyum lebar, sedangkan Bima mengusap sudut matanya yang berair.

"Ngapain?" Setelah dekat, Chia menepuk pundak Bima. Membuat cowok itu mendongak menatap Chia dengan senyum tipis, dan mata yang berkaca-kaca Membuat Chia panik bukan main.

Sedangkan Rere mengkode sang suami, sebab dia ingin mempersiapkan berbagai hidangan makanan untuk mereka. Tentunya setelah drama di teras berakhir.

"You, okey?" Chia kembali memastikan, karena Bima tidak kunjung merespons.

Bima hanya mengangguk, tangannya terulur mengusap pangkal lengan Chia seolah memberi tahu tanpa mengungkapkan. Bahwa dia memang benar-benar sedang baik-baik saja.

"Jawab jujur, Bima. Kamu dimarahin Ayah? Diocehin? Dinasehatin? Dipukul? Atau diapain?" cecar Chia sangat geram. 

Namun, Bima seolah tidak berminat menceritakan hal sekecil apa pun. Sangking gemasnya, Chia menatap sang ayah dengan tatapan memicing penuh selidik.

"Ayah?" panggilnya dingin.

Alih-alih marah, Dewa malah terkekeh geli melihat mimik muka Chia, seperti hendak menerkamnya seakan dirinya sudah membuat kesalahan besar.

MY CUTE CHIA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang