12

200 7 7
                                        

Benar saja. Chia selalu menghindari tatapan maut Bima yang sangat intens setiap kali keduanya berpapasan. Chia sudah beberapa kali memperingati lewat chat, tapi Bima begitu bebal. Cowok itu masih mencari celah supaya bisa menarik perhatian Chia, dan berujung keduanya bertatap muka dan berbicara.

Materi kedua telah berakhir. Anjani dan Erika menghampiri Chia yang pura-pura membereskan peralatan sekolah dalam tas. Padahal dia malas melihat ke ambang pintu yang mempertunjukan tatapan datar Bima di depan sana.

"Kantin, yuk, bestie!" Anjani bersorak sambil merangkul pundak Chia.

Chia mendongak, ekor matanya tidak menangkap keberadaan siapa pun di arah pintu. Dia menghela napas lega, lantas ikut bangkit dan ketiganya menuju kantin.

Laju kaki Chia yang mulanya santai tanpa beban mendadak melambat. Di meja barisan ke dua tepat depan jualan siomay. Dera, Ira, Kiara, Ade, melambai menyambut kedatangan mereka, tapi senyum Chia menjadi buyar tersebab lelaki yang duduk paling pinggir menyunggingkan senyum tipis.

"Tumben banget Si Es ikut nimbrung!" Erika heboh, menyadari keberadaan Bima yang memang langka.

"Samping gue aja. Takut dikasarin Erika lagi, lho!" Anjani memperingati saat Chia akan duduk di tengah-tengahnya dan Erika seperti biasa. Bersebrangan dengan Dera, Kiara, dan Ira. Lalu Bima duduk di bagian ujung meja.

"Sadar kali kalau dia butuh temen," sahut Kiara menyindir.

Bima hanya memutar bola mata malas, mendengar dirinya menjadi bahan gunjingan. Hal biasa, dan akan selalu begitu. Bima tidak peduli apa kata sekitarnya. Terkecuali Chia. Beda lagi cerita.

"Gue ke toilet dulu, ya," bisik Chia ke telinga Anjani.

"Kenapa? Ada yang sakit? Jangan bilang kaki lho ditendang Erika dari kolong meja?" cecar Anjani melihat gegalat Chia yang tidak nyaman, ditambah bibir yang mulai pucat pasi.

"Sembarang!" Erika menjetik geram jidat Anjani. Bisa-bisanya dia dituduh tanpa bukti. "Kaki gue diem aja dari tadi juga. Jangan ngadi-ngadi deh!"

"Kan biasanya lo git--"

Suara Anjani tertahan ketika ringisan Chia terdengar. Sontak Chia menjadi pusat perhatian.

"Kenapa?"

Tebak siapa yang peduli paling utama?

Bima.

Kini, bukan lagi Chia yang menjadi sorotan melainkan cowok dingin yang tengah memandang penuh khawatir ke arah gadisnya.

Chia tidak memedulikan bagaimana tanggapan orang-orang setelah ini, yang penting dia harus segera ke toilet. Chia lari sekuat tenaga sampai nyaris menabrak murid lain yang sedang berlalu lalang.

Baru Bima akan berdiri sebelum pundaknya ditekan kuat oleh Dera. Agar tetap di posisi yang sama.

"Kesambet, lo?" Kiara melirik penuh selidik.

Bima tidak menjawab, dikeluarkannya ponsel dari saku celana. Mengecek apa ada pesan yang ingin Chia sampaikan. Ternyata tidak ada sama sekali.

Pagi tadi sebelum bertemu Bima di parkiran. Chia dengan tegas memperingati bahwa Bima harus menjaga jarak setidaknya dua hari. Kalau Bima melanggar ketentuannya. Maka Chia mogok dihubungi, dan ngambek total-totalan.

Argh! Bima mengusap kasar rambutnya, lantas berdiri tanpa berpamitan. Teman-temannya pun tidak akan berani menghentikan Bima, apalagi sorot matanya memerah menahan emosi.

"TBL TBL TBL ... takut banget, loh!" Anjani bersuara setelah punggung Bima menghilang entah ke mana. Meninggalkan enam orang di sana yang masih sangat penasaran.

MY CUTE CHIA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang