BAB 3

56 7 0
                                    

03. Pesta

"SERENA...! APA YANG KAMU LAKUKAN, HA...!?"

Ardhito menerobos masuk ke dalam kamar dan langsung berteriak keras. Serena yang tengah mengoleskan krim malam ke wajahnya itu terkejut, lalu kemudian mengernyit menatap Ardhito.

"Apa?"

Ardhito menatap kesal. "Kenapa kamu datang ke lokasi syuting dan membuat kekacauan?"

Serena bangun berdiri dan mendekat. "Kekacauan? Aku pikir semuanya bersenang-senang. Semua orang juga menikmati makanannya... Lantas siapa yang kacau? Ups... maksudnya kamu dan Cherry!"

Ardhito membentak keras. "SERENA...!"

"HENTIKAN SEBELUM SEMUANYA TERLAMBAT...!" suara Serena tak kalah keras.

"Kamu bahkan menyuruh orang untuk mengikuti aku, ha?" tanya Ardhito lagi.

"Ya... karena itu memang diperlukan," jawab Serena santai.

"Kamu sangat keterlaluan Serena!"

"Lalu semua yang kamu lakukan itu tidak keterlaluan? Bagaimana pun juga aku masih istri kamu, Dhit...! bagaimana pun juga kita masih pasangan suami istri yang sah! dan kamu secara terang-terangan berselingkuh di depan mataku? bahkan perempuan tidak tahu diri itu berani menantangku."

Ardhito menyeringai, lalu tersenyum. "Semua ini adalah risiko yang harus kamu terima, Serena."

"Resiko?"

"Resiko karena kamu menolak untuk bercerai!"

Serena tersentak.

"Aku sudah katakan bahwa keadaannya sudah berubah. Semua hanya akan semakin sulit dan rumit," ucap Ardhito lagi.

Kedua insan yang pernah saling mencintai satu sama lain itu kini sama-sama menatap penuh kebencian. Diiringi napas yang sesak dan amarah yang memuncak. Tapi kemudian Serena mengangguk-angguk pelan.

"Baiklah... aku mengerti!"

Serena tersenyum. Menyentuh kedua bahu Ardhito pelan dan kali ini berkata dengan suara yang lembut. "Tapi tetap saja. Jangan bermain terlalu lama, Sayang... sudah waktunya kamu menggantinya dengan mainan yang baru. Aku tidak suka saat kamu menyukai satu mainan terlalu lama... ITU AKAN JADI SEDIKIT BERBAHAYA."

Ardhito menatap tajam. "Kamu tidak bisa mengaturku!"

"Aku bisa mengaturnya, seperti biasanya." Serena menyeringai.

Kali ini Ardhito terdiam.

"Wanita itu terlalu serakah... dia mengira dunia akan berpusat padanya, padahal dia hanya figuran yang bisa MENGHILANG kapan saja," tambah Serena lagi.

Ardhito menunjuk kesal. "Awas saja kalau kamu macam-macam sama Cherry. Aku peringatkan!"

Serena hanya tersenyum dan tidak bersuara lagi. Dia melanjutkan ritualnya mengoleskan krim malam ke muka. Karena tidak diacuhkan lagi, akhirnya Ardhito keluar dari kamar itu dengan langkah kesal dan membanting pintunya sangat keras. Ardhito menuruni anak tangga yang meliuk ke lantai bawah.

"Haaaaaah...."

Lelaki itu mengembuskan napas panjang sambil berkacak pinggang. Rasanya begitu lelah menghadapi Serena yang selalu merasa overpower. Tatapan Ardhito beralih pada figura besar yang berisi potret pernikahannya dengan Serena. Dalam foto itu, Serena begitu anggun dengan gaun pengantin warna putih. Ardhito pun begitu tampan dalam balutan jas putih dengan sedikit aksen hitam di bagian kerahnya. Mereka berdua tersenyum bahagia.

Lama Ardhito termangu menatap foto itu. Dia harus mengakui bahwa saat itu ia memang sangat bahagia. Pernikahan mereka bukanlah berlandaskan isu kawin kontrak, pernikahan settingan dan kebohongan lainnya. Serena dan Ardhito memang saling mencintai satu sama lain. Sama-sama dimabuk asmara.

Perfect Marriage (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang