BAB 18

39 4 0
                                    

18. Beri Aku Kesempatan

Ardhito menjinjit langkah pelan mendekati kamar Serena. Dia kemudian membuka pintu itu perlahan untuk mengintip. Keadaan di dalam gelap gulita. Namun dari cahaya yang masuk melalui celah pintu, Ardhito bisa melihat sosok Serena yang sudah tertidur dalam posisi miring membelakangi pintu. Ardhito membeku dengan posisi itu beberapa saat. Sorot matanya berubah sayu saat memandang ke arah Serena. Kakinya bergerak hendak melangkah masuk, tapi Ardhito tidak punya keberanian untuk meneruskan niatnya. Semua perkataan Serena tadi siang kembali melintas di ruang ingatan.

"Aku ingin kamu menjalani hidup dengan lebih baik setelah ini...."

Permintaan Serena itu terasa seperti sebuah salam perpisahan bagi Ardhito. Rasa sesal pun kini bak duri dalam daging. Sangat menyiksa batin dan raganya. Yang tersisa hanyalah penyesalan dan angan-angan untuk bisa kembali memutar waktu. Ardhito pun kini sadar bahwa perubahan sikap Serena selama ini yang ia anggap sebagai monster itu adalah karena perangainya sendiri. Ardhito-lah yang sudah mengubah Serena menjadi wanita keras dan berhati dingin. Ardhito-lah yang sudah merengut senyum bahagia dari wajah Serena. Ardhito terus menikamnya dengan pengkhianatan yang tak termaafkan.

Semua kenyataan itu membuat dada Ardhito terasa sesak. "Maafkan aku, Serena..."

.

.

.

Pagi ini Serena menjalani aktivitas syuting daily vlog dengan kepala yang sedikit pusing. Dia merasa letih dan tidak bertenaga. Tapi meskipun begitu, Serena tetap berusaha tampil profesional. Hari ini agendanya mereka berkebun di halaman belakang. Mengganti beberapa pot bunga yang rusak dan juga menata ulang tanamannya. Matahari cukup terik dan terasa panas di atas kepala. Serena bercucuran keringat meski belum lama beraktivitas di luar.

"Pakai ini!" Ardhito tiba-tiba menyodorkan topi.

"Hmmm..." Serena mengambilnya, melirik ke kamera yang merekam mereka, lalu tersenyum.

Setelahnya Ardhito terus saja memberikan perhatian-perhatian kecil yang membuat Serena merasa canggung. Saat akan mengangkat pupuk, Ardhito mencegah dan mengambil alih. Ketika Serena terkena duri dari bunga mawar, Ardhito segera memeriksa dan menghisap jari Serena yang terluka. Adegan itu sukses membuat semua kru ikut berbunga-bunga. Pokoknya seharian ini Ardhito bersikap sangat gentle dan romantis.

"Oke... Kita break makan siang dulu, ya! kerja bagus semuanya...."

Terdengar arahan dari sang sutradara.

"Ayo kita juga ikut makan!" ajak Ardhito.

Serena menggeleng. "Aku mau ke atas saja."

Ardhito mengangguk. Dia memandangi Serena yang kini berjalan ke lantai atas. Serena masuk ke kamar dan langsung menuju balkon. Di sana ia hanya berdiri sambil menghela napas panjang. Namun tak lama kemudian Serena mendengar suara langkah kaki di belakangnya dan ternyata itu adalah Ardhito yang datang menyusul.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Serena.

Ardhito tidak menjawab. Ia mendekat lalu menempelkan telapak tangannya di kening Serena.

"Sepertinya kamu demam. Aku akan bicara ke produser untuk menghentikan syutingnya!"

"JANGAN!" bantah Serena.

Ardhito mengerutkan kening. "Kondisi kamu sedang tidak fit. Dari tadi aku perhatikan kamu terlalu memaksakan diri."

"Aku baik-baik saja. Lagi pula semua tinggal sedikit lagi. Aku tidak ingin menunda proses syutingnya. Aku mau semuanya cepat berakhir," ucap Serena.

Perfect Marriage (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang