BAB 15

36 5 0
                                    


15. Tolong Aku...

Pada hakikatnya, manusia memang hanya bisa berencana tentang alur cerita kehidupan. Semua orang tentu menginginkan segala sesuatu berjalan dengan baik, penuh dengan kebaikan. Akan tetapi takdir yang ditetapkan oleh semesta tetap menjadi pemegang tahta. Akan selalu ada ujian, rintangan dan hambatan atas apa-apa yang diimpikan. Ada yang harus mengubur mimpi yang tidak pernah terwujud, ada pula yang keinginannya itu diganti dengan sesuatu yang lebih baik. Namun yang namanya manusia... tetap tidak ada puasnya bukan?

Serena dan Ardhito sempat meyakini bahwa mereka akan bersama selamanya. Bahwa tak akan ada celah untuk cerita yang menyedihkan dalam perjalanan cinta mereka. Mereka pasangan yang serasi. Memiliki karir dan dan reputasi yang gemilang. Mereka bahkan sempat menyusun rencana untuk masa tua. Melancong ke seluruh negara yang ada di dunia, melakukan semua hal yang mereka inginkan. Membeli sebuah pulau pun ada dalam agenda yang dulu sempat mereka buat. Ada pula rencana untuk hidup di pedesaan dan meninggalkan segala kemewahan dunia yang sudah mereka punya. Keduanya yakin akan terus bersama dalam ikatan cinta hingga rambut memutih, kulit yang mengerut dan pada akhirnya hanya maut-lah yang akan memisahkan.

Namun kenyataan tidak seindah harapan.

Serena dan Ardhito sudah kembali ke Jakarta. Untuk menghindari sosok Ardhito, Serena memutuskan untuk terbang memakai maskapai penerbangan yang berbeda. Merelakan tiketnya hangus karena juga tidak bisa di return. Tapi semua itu tidak masalah. Serena tak ingin dekat-dekat dengan sosok yang segera akan menjadi mantan suaminya itu. Dan kemudian kehidupan mereka pun berlanjut. Keduanya kembali disibukkan oleh aktivitas syuting daily vlog mereka. Namun yang sedikit berbeda adalah... Ardhito berubah murung dan lebih banyak diam. Dia juga tidak pernah lagi keluyuran dan hanya berdiam diri di dalam rumah. Selesai syuting, Ardhito akan langsung ke kamar, lalu berbaring di sana.

"Dia masih tidak mau makan?" tanya Serena pada pelayan yang baru keluar dari kamar Ardhito.

Sang pelayan menggeleng. "Tidak Nyonya... Tuan menyuruh saya untuk membawa makanannya kembali."

Serena mengangguk, lalu menggerakkan dagunya mengisyaratkan si pelayan agar lanjut melangkah. Setelah si pelayan pergi, Serena mendekat dengan langkah pelan. Dia lalu berdiri di depan pintu yang sedikit terbuka. Serena mengintip dari celah itu dan melihat Ardhito tengah duduk di tepi ranjang. Dia sedang menelepon seseorang.

"Aku tidak bisa... aku tidak bisa datang," ucap Ardhito.

Serena mengerutkan kening dan terus menyimak.

"Aku tidak bisa... AKU TIDAK MAU DATANG!" Ardhito tiba-tiba berteriak, lalu membanting handphone-nya ke dinding.

Serena pun terkejut melihat pemandangan itu. Sedangkan Ardhito kini menutup wajahnya dengan kedua

telapak tangan. Kedua bahunya naik turun seirama dengan embusan napasnya yang sesak. Tatapan Serena beralih sebentar pada handphone yang sudah pecah berderai di lantai. Setelahnya Serena menatap Ardhito kembali. Kakinya hendak melangkah masuk ke dalam, tapi kemudian Serena mengurungkan niatnya. Dia tidak mau terlibat. Itu bukan urusannya. Untuk apa peduli pada mereka yang dulu sudah menyakiti Serena secara terang-terangan. Serena kembali mengingat bagaimana kemesraan Ardhito dan Cherry di masa lalu. Hal itu pun menguatkan hatinya untuk mengabaikan Ardhito.

.

.

.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi. Serena dan semua kru sudah bersiap untuk memulai proses syuting. Tapi semua orang masih menunggu Ardhito yang tak kunjung muncul.

"Tumben Mas Ardhito belum tidur juga. Apa dia ketiduran lagi, ya?" tanya seorang staf pada rekannya.

Serena yang mendengar itu pun menghela napas gusar. Dia mulai merasa tidak enak pada semua kru yang sudah gelisah. Akhirnya terpaksa juga Serena turun tangan.

Perfect Marriage (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang