BAB 12

42 5 0
                                    

12. Dalam Lensa Kamera

"Oh Tuhan...."

Pagi ini Ardhito terbangun dengan sekujur tubuh yang terasa remuk. Ia melakukan peregangan hingga terdengar bunyi krek beberapa kali. Setelahnya Ardhito termenung sebentar menunggu nyawanya terkumpul sempurna. Ardhito tak ingat kapan ia terlelap. Namun yang pasti jam tidurnya sangat sedikit hingga kepalanya terasa pusing seperti sekarang ini.

Cukup lama ia tertegun dengan tatapan nanar. Ia mengembuskan napas gusar saat teringat kata-kata Serena kemarin.

"Cerai? apa dia pikir semudah itu? cih... Dia pasti tidak serius, kan? yah... dia pasti sedang menguji aku. Bukan Serena namanya jika tanpa kejutan."

Ardhito mengangguk-angguk. Berusaha meyakini asumsinya itu. Setelah mandi, Ardhito langsung turun ke lantai bawah untuk memulai syuting daily vlog mereka. Tapi saat menuruni anak tangga, langkah Ardhito melambat saat melihat situasi yang sangat sepi. Tak ada seorang pun. Tak ada alat-alat perlengkapan syuting, kamera dan sebagainya.

"Loh...?"

Ardhito melihat ke ruangan lain, mengira semua kru berada di tempat berbeda pagi ini, namun setiap sudut rumah itu kosong melompong, hingga akhirnya ia melihat ke halaman depan dari balik kaca.

Ia terkejut.

Ardhito bergegas ketika melihat sopir pribadi Serena sedang memasukkan koper-koper berukuran besar ke dalam bagasi. Sementara Serena berdiri melipat tangan melihat semua barang-barang itu dimasukkan. Serena sudah tampil rapi, lengkap dengan kaca mata hitamnya.

"A-apa ini?"

Tatapan Ardhito kembali tertuju pada bagasi mobil yang sudah hampir penuh. Raut wajahnya berubah panik. Apa Serena akan pergi dari rumah? apa Serena serius dengan perkataannya?

"Kamu mau ke mana?" tanya Ardhito panik. "Ke mana semua orang? kenapa para kru belum sampai juga?"

"Tidak ada syuting hari ini," jawab Serena.

Ardhito tersentak. "Apa? tapi kenapa? kamu tidak membuat masalah, kan?"

Serena melepas kacamata hitamnya, lalu menatap Ardhito. "Satu-satunya orang yang selalu membuat masalah adalah kamu...."

"...."

Ardhito mati kutu, tapi kemudian kembali berargumen. "Kamu yang membatalkan syutingnya?"

"Iya?"

"Kenapa? apa karena ucapan kamu semalam? sekarang kamu akan pergi dari rumah ini, begitu?" Ardhito melontarkan pertanyaan bertubi-tubi.

Serena tertawa. "Apa kamu segitu tidak sabarnya untuk berpisah dan ingin aku pergi dari rumah ini?"

Ardhito tercekat. Jelas bukan begitu maksudnya, tapi ia juga tidak bisa mengungkapkan maksud dari pertanyaannya. Entah karena ego atau karena rasa malu.

"Syutingnya diliburkan selama tiga hari," jelas Serena.

"T-tiga hari?"

Serena mengangguk. "Ya, setelah itu semua akan dilanjutkan hingga episode tiga puluh seperti yang sudah ada di kontrak. Bagaimana pun kita harus menyelesaikannya bukan?"

Ardhito menatap bingung. "Tapi kenapa? dan kamu mau pergi ke mana?"

"Aku ingin berlibur sejenak," jawab Serena.

"Berlibur?"

"Ya. Berlibur."

Ardhito bengong dengan wajah bodohnya. Sementara Serena memakai kacamatanya kembali karena sang sopir sudah selesai memasukkan semua barang. Tepat ketika Serena akan masuk ke dalam mobil, Ardhito kembali berteriak.

Perfect Marriage (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang