16. Alibi
Kondisi unit apartemen yang dihuni Cherry tampak seperti kapal pecah. Semuanya hancur berantakan. Bingkai-bingkai foto yang terpajang di dinding pecah dan berserakan di lantai. Tirai jendelanya miring dan sebagian terlepas dari sangkutannya. kaca meja rias retak di bagian tengahnya setelah di lempar dengan vas bunga keramik. Kursi pun patah, banyak benda lain berserakan di mana-mana, botol-botol skincare yang tersusun di atas meja kini berserak dan tumpah di mana-mana. Keadaannya begitu kacau. Sekilas terlihat seperti ada perampokan di sana. Namun semua itu bukan karena aksi penjarahan ataupun karena badai, melainkan karena Cherry mengamuk.
"Hahah... ayo kita lihat... apa sekarang dia masih akan menghindar?"
Cherry berucap kesal. Bukan hanya huniannya saja yang berantakan, tapi dirinya sendiri pun begitu kacau. Penampilan Cherry kini terlihat sangat berbeda dengan biasanya. Rambutnya acak-acakan seperti rambut singa. Eyeliner di bawah matanya sudah luntur dan menghitam tak karuan. Lipstik belepotan, tali bajunya sudah lengser dari pundak. Dia terlihat seperti orang gila. Cherry memang menggila karena Ardhito terus saja mengabaikannya.
Cherry mengembuskan napas gusar. Dia tampak kesal sekali.
"Apa jangan-jangan dia tahu kalau aku tidak memiliki kelemahannya?" bisik Cherry lagi.
"Tidak...!" Cherry menggeleng. "Itu tidak mungkin. Ardhito jelas percaya kalau aku menyimpan foto dan video pribadinya."
Tak beberapa lama kemudian handphone-nya yang tergeletak di atas kasur berdering. Cherry buru-buru memungutnya. Dia pun menyeringai saat melihat nama yang tertera di layar.
"Hai... apa kamu sudah menerima paketnya?" tanya Cherry.
"Sudah...." suara Ardhito di seberang sana terdengar lemah.
Cherry tertawa. "Pantas kamu sudah membuka blokir dan menelepon aku."
"Kamu di mana?" tanya Dhito.
"Hahahaha..." Cherry tertawa lagi. "Kenapa? kemarin diajak ketemu malah nolak melulu. Dan kemarin kamu mengusir aku dari rumah sakit. Sialan!"
"Ayo kita bicarakan baik-baik...."
"Setelah kamu mempermalukan aku seperti kemarin?"
"Aku dan Serena akan bercerai."
"....."
Cherry terdiam sebentar. Tapi kemudian dia tertawa sinis. "Kamu pikir aku akan percaya, ha?"
"Aku sudah mengajukan gugatan ke pengadilan. Aku akan mengirimkan salinannya kepada kamu," ungkap Ardhito.
"Oh, ya?"
"Periksa pesannya. Aku sudah mengirimkan lampiran dokumentasinya kepada kamu...."
Cherry memerikaa pesan masuk di whatsapp. Ternyata Ardhito memang mengirimkan lampiran file sebuah berkas. Cherry memeriksanya dan ternyata semua yang diucapkan oleh lelaki itu benar. Ardhito mengirimkan lampiran pengajuan gugatan cerainya ke pengadilan. Cherry juga mengecek link yang terlampir dan gugatan itu memang sudah terdaftar di pengadilan agama.
Cherry tersenyum, lalu kembali menempelkan handphone-nya ke telinga. Dia kemudian berdehem pelan.
"Kamu sudah lihat?" tanya Ardhito.
"Sudah."
Terdengar suara Ardhito menghela napas panjang sebelum dia lanjut bicara. "Maaf atas sikap aku kemarin... tapi aku tidak mau melibatkan kamu dalam drama perceraian antara aku dan Serena nantinya. Aku tidak mau kamu dicap sebagai orang ketiga, pelakor atau apapun itu yang akan membuat image dan nama baik kamu jadi tercoreng. Aku tidak ingin kamu terluka..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Marriage (END)
RomansPernikahan dua bintang besar, Ardhito Sofyan dan Serena Howey sukses menghebohkan jagad hiburan tanah air. Semua orang sepakat bahwa mereka adalah pasangan sempurna. Pertemuan mereka berawal dari project kerja sama dalam sebuah film yang sukses besa...