Chapter 7

334 34 1
                                    

Haechan dan Chenle selesai membeli pompa asi disebuah tokoh, saat ini keluar dari toko Haechan tidak sengaja melihat ke arah diseberang sana. Ada sosok yang sangat ia kenali, pria paruh baya tengah duduk didepan ruko milik pedagang china. Segera ia hampiri orang tersebut dengan tergesa-gesa, Chenle yang melihat itupun langsung mengikuti Haechan.

“Ayah?!”

Deg

Pria paruh baya yang disebut dengan 'ayah' itu menoleh kemudian terkejut melihat Haechan yang berada di sampingnya. Buru buru ia berdiri menatap wajah anaknya itu.

“H-haechan, anakku?”

Mata Haechan berkaca kaca melihat kondisi sang ayah, sudah hampir bertahun tahun ia tak melihat ayahnya itu semenjak kejadian dimana Mark membayar semua hutang ayahnya.

“Ayah, k-kenapa ayah ada disini?”

“Nak, maafkan ayah. Rumah kita sudah dijual karena buat ayah bayar pengobatan ayah. Ayah mengidap tumor jinak jadi ayah butuh uang buat operasi, tanpa pikir panjang ayah jual rumah kita.” Jelas sang ayah

Haechan menghela nafas pelan menatap khawatir ayahnya itu, “kenapa ayah ga hubungi haechan? Ayah bahkan ga pernah hubungi haechan lagi.”

“Maaf, ayah minta maaf. S-suami kamu, pernah bilang kalo ayah ga boleh lagi ketemu sama kamu karena dia sudah melunasi hutang hutang ayah.”

Haechan baru ingat, beberapa tahun lalu dimana Mark dan Haechan bertengkar karena masalah ayahnya itu.

“Jadi sekarang ayah ga punya tempat tinggal?”

“I-iya, tapi gapapa ayah juga sekarang cari uang dari angkat barang barang belanjaan orang dan cukup untuk makan. Kamu ga usah khawatir, kamu ga perlu bantu ayah lagi, cukup kamu nurut sama suami kamu. Ayah juga ga judi lagi, ayah sudah tobat dan ayah sudah bekerja meski hasilnya ga seberapa.”

Kaki Haechan lemas, mungkin jika dibilang Haechan membenci ayahnya. Tapi itu yang dulu, Haechan tidak lupa dengan kebaikan ayahnya sebelum sang ibu pergi meninggalkan dirinya dan ayahnya. Rasa kasih sayang itu hilang setelah sang ibu pergi dari hidup mereka.

“Ayah ngomong apa sih?! Aku ini tetap anak ayah! Justru aku khawatir, aku sebagai anak ga bisa bahagiain ayah dari dulu... Hiks! Aku sebagai anak ga tau kalo ayahku kena penyakit.”

Sang ayah memegangi bahu Haechan kemudian memeluk tubuh anaknya itu kedalam pelukannya, pelukan yang sudah lama tak Haechan rasakan setelah belasan tahun.

“Tidak! Kamu selalu banggain ayah, hanya ayah yang kurang bersyukur. Hal yang ayah rasakan sekarang ini adalah buah akibat dari masa lalu ayah, jadi ayah harus menjalaninya. Ayah mohon kamu ga usah ikut campur, kamu fokuslah pada keluarga mu, anak anakmu dan suamimu.”

“Enggak ayah! Setidaknya Haechan cari tempat tinggal buat ayah, kalo ayah tidur didepan toko toko kek gini ayah bisa sakit lagi! Ayah bisa celaka, ga ada yang tau.”

Sang ayah menunduk, “tapi ayah malu—

“Sudah ayo, Haechan carikan tempat yang layak. Haechan akan durhaka kalo Haechan ngelantarin ayah.” Ucap Haechan sembari menarik lengan sang ayah agar mengikuti dirinya.

Diseberang sana Chenle melihat semuanya. Mungkin ia memang tidak tau wajah asli ayah dari mommynya itu sejak dulu, sekarang ia sudah tau siapa saja keluarga Haechan yang tersisa.

—°°—

“Ini apartemen Haechan yang dikasih sama mas Mark, ayah tinggal disini aja. Ayah boleh kerja dipagi hari buat angkut barang atau nanti Haechan kasih uang buat modal usaha ayah.”

MOMMY (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang