16.

133 29 3
                                    

• A L M O S T •

Setelah dua minggu berlalu, Jiandra akhirnya dapat menginjakkan kaki kembali di panti menemui Hana dan anak-anak. Tidak sedikit anak-anak menanyakan kabar Angkasa yang mereka ketahui keberadaannya saat ini adalah di Amerika, namun dengan berat hati Jiandra mencoba menjelaskan. Walau terasa berat, Jiandra terpaksa melakukan ini agar mereka tidak menunggu Angkasa tanpa kepastian. Mentari akhirnya menangis, ia memohon agar Jiandra dapat mengembalikan Angkasa.

Jika bisa, Jiandra ingin bahkan sangat ingin melakukan hal tersebut.

Jiandra terengah-engah kembali ke dalam kamar. Ditutupnya pintu dengan tangan gemetar, hatinya terasa sakit saat telinga nya harus mendengar suara tangis anak-anak namun ia tidak dapat melakukan apapun,

"Gue harus apa Angkasa..."

Jiandra menyandarkan tubuhnya ke pintu, pundaknya bergetar dan tangisnya pecah, ia tidak berhenti menggumamkan nama Angkasa disela-sela tangisan yang menyakitkan itu.

Langit mulai gelap. Jiandra memutuskan untuk berpamitan, namun bukan rumah tujuannya kembali. Kaki lemah Jiandra membawa tubuhnya ke jembatan dengan sungai dibawahnya, tidak banyak penerangan di daerah tersebut namun Jiandra dapat mendengar dengan jelas suara deburan air yang cukup ribut akibat hujan sore tadi.

Jiandra sesekali berteriak. Meluapkan perasaannya sebisa yang ia mampu. Bersikeras membuat perasaan sesak di dadanya hilang.

Tapi, semua sia-sia.

Jiandra mungkin biasa merasakan sakit namun tidak sesakit ini. Angkasa nya telah pergi, rasanya hidupnya sudah selesai, ia hanya jiwa yang kebingungan mencari 'rumah' tempatnya kembali.

Pikiran yang kalut membawa Jiandra memanjat tepi jembatan.

Lagi-lagi air matanya jatuh, bayangan tentang Angkasa kembali tergambar dengan jelas. Jiandra berusaha menangkis pikiran tersebut namun pikiran itu datang dan terus datang.

Jiandra meringis, tertawa getir.

Detik berikutnya Jiandra menjatuhkan diri ke sungai. Ia biarkan tubuhnya terbawa arus dan menabrak apapun yang ada di dalam sana. Ia dapat merasakan amis darah yang tertelan, matanya menangkap warna gelap serta suara air yang cukup deras.

Nafasnya semakin sesak, ia tahu saat ini air mungkin sudah memenuhi dadanya.

Jiandra pikir sesakit ini rasa yang harus Angkasa terima disaat terakhirnya.

Tanpa seorangpun yang dapat membantu.

Mati secara perlahan,

Dan kesepian.

"Mereka yang bertemu pada akhirnya harus berpisah."

"Mereka yang berpisah pada akhirnya akan bertemu kembali."

Jiandra mendengar suara secara samar. Ia pikir ia mulai berhalusinasi saat mendekati ajal namun saat ia berhasil membuka mata, ada sosok wanita tua dihadapannya tengah tersenyum.

"Nak Aji? Nak bisa lihat om? Tolong hubungi ambulan, cepat"

"Astaga Aji, hubungi Oma Hana"

A L M O S T (HoonSuk)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang