Chapter 32 - Dimensi Ruang

62 12 7
                                    

*****

Meskipun sebelumnya aku bilang nggak akan membuat attention lagi, kali ini aku putusin buat bikin. Chapter ini mengandung konten yang cukup penting, tapi kalau kalian masih di bawah umur atau merasa kurang nyaman dengan konten sensitif, aku sarankan untuk melewati chapter ini (serius). Terima kasih atas pengertiannya.

****







































Malam itu begitu gelap, dingin dan sepi. Langit di atas Lembah Selvarin tak tampak berujung, hanya menyisakan bayang-bayang awan pekat yang menyatu dengan kegelapan. Pepohonan yang mati dan gosong seperti habis terbakar berderak pelan saat angin malam menerpa. Tanah tandus yang retak di sana-sini menggambarkan penderitaan tanpa akhir. Sesekali, suara sayap kelelawar tanpa mata melayang di atas kepala mereka, menambah kesan mencekam di sekeliling.

Ariel, Freyana, dan Fiony melangkah pelan namun pasti, semakin dalam memasuki lembah terkutuk itu. Tak ada suara selain langkah mereka dan gemuruh samar dari energi hitam yang terasa berdenyut dari kejauhan. Istana megah kerajaan iblis Eldoria kini terlihat—berdiri angkuh jauh di depan. Kabut hitam tipis berputar mengelilingi puncaknya.

Freyana berhenti sejenak dan menoleh ke arah Fiony. "Bagaimana, Fio? Kau sudah bisa merasakan keberadaan Helisma?"

Fiony mengangguk pelan, matanya terfokus lurus ke depan. "Ya... kalau dia dalam keadaan diam mungkin akan sulit, tapi... dia sedang menggunakan sihir penyembuhan. Mana-nya memancar. Aku jadi lebih mudah merasakannya," jawabnya.

Ariel tersenyum samar. Ada rasa lega mengalir di hatinya meskipun hanya sejenak. Mengetahui kekasihnya itu masih hidup.

Namun, senyum Ariel segera sirna saat Fiony menatapnya dengan pandangan serius. "Ayo kita mulai, Pangeran. Tak ada waktu."

Ariel hanya mengangguk, wajahnya berubah tegang. Fiony maju satu langkah. Aura ungu mulai berpendar dari telapak tangannya, membentuk aliran magis yang padat dan berputar di udara. Dengan cepat, dari pusaran itu muncul tongkat sihir besar yang tampak berat dan kokoh. Tanpa ragu, Fiony menancapkan tongkat itu ke tanah retak di bawahnya. Dentuman kecil terdengar, seolah tanah merasakan berat dan kekuatan sihir yang menyusup ke dalamnya.

Fiony duduk bersila di depan tongkatnya, menyatukan kedua tangannya di depan dada. Matanya terpejam, dan napasnya mulai teratur. Ia memasuki konsentrasi mendalam, memusatkan semua fokusnya pada satu tujuan—membuka retakan ruang untuk menuju tempat Helisma berasa.

Ariel bergerak mendekat dan menempatkan tangannya di pundak Fiony. Aura merah keluar dari tubuhnya, awalnya lemah namun perlahan membesar seperti kobaran api yang disulut angin. Dalam sekejap, energi itu mengalir deras ke tubuh Fiony, memberinya kekuatan tambahan untuk membuka portal dimensi ruang.

Fiony menggertakkan giginya, merasakan gelombang mana Ariel yang dahsyat menyusup ke dalam tubuhnya. Tangannya bergetar saat ia mulai memisahkannya perlahan. Di udara tepat di depan mereka, sebuah retakan tipis muncul, seperti cermin yang pecah. Cahaya samar memancar dari celah itu, menandai pintu ke dimensi lain mulai terbuka.

"S-sedikit lagi..." Fiony mendesis, tubuhnya gemetar namun tak berhenti. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya.

Ariel juga memaksa dirinya lebih keras, mana yang keluar dari tubuhnya semakin menggelora. Udara di sekitar mereka mulai bergetar karena benturan energi besar yang tak terlihat. Bahkan tanah di bawah kaki mereka terasa berdenyut, seolah ingin retak karena tekanan sihir yang terlalu kuat.

Freyana berdiri di samping mereka dengan pedang di tangan. Matanya terus mengawasi sekitar dengan waspada. Ia tahu bahwa mana sebesar ini pasti sudah menarik perhatian iblis. Mereka harus siap jika ada yang menyerang.

Deux Mondes (Gitkathmuth 😁)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang