Bab 18 Bantu aku....

42 5 1
                                    

Suara jangkrik, kodok, dan burung hantu mengalun seperti orkestra malam yang memukau. Bulan menampakkan setengah wajahnya yang bersinar lembut, sementara di rumah panggung yang terletak di tengah ladang, Ragil dan Aji berbaring santai di depan rumah. Mereka menatap langit yang cerah, dihiasi oleh beberapa awan putih yang melayang. Ragil berbaring dengan kedua tangannya dijadikan bantal, menikmati suasana malam yang tenang.

"Apakah menikah muda membuatmu merasa lebih nyaman?" tanya Ragil dengan nada penasaran. Aji menjawab, "Tentu saja, tapi ada banyak penyesuaian yang harus dilakukan." Ragil melanjutkan, "Bagaimana rasanya tidur dengan seseorang di sampingmu? Apakah itu nyaman atau justru mengganggu?" Aji pun membalas, "Bagaimana dengan sekarang? Apa perasaanmu saat aku tidur di sampingmu?"

Ragil tersenyum, "Tentu saja itu berbeda, kita sama-sama pria, jadi kita bisa bertindak sesuka hati. Tentu saja, situasinya akan berbeda jika ada perempuan di sampingmu. Apakah kamu bisa kentut sembarangan di samping istrimu?" Aji mengangguk, "Mereka bilang itu sulit di awal, tetapi seiring berjalannya waktu, pasangan akan terbiasa dengan hal-hal semacam itu."

Aji menggeser tubuhnya lebih dekat ke Ragil, kini ia berbaring menyamping sambil menatap wajah Ragil yang tampak samar dalam kegelapan. Dengan cahaya yang minim, garis hidung Ragil terlihat begitu mancung, menciptakan siluet yang menarik. "Bagaimana denganmu? Apakah kau bisa tidur nyenyak di samping seorang gadis?" tanya Aji dengan nada menggoda.

Ragil tertawa mendengar pertanyaan itu, "Kalau aku sih tidak masalah, tapi mungkin gadis itu yang akan kesulitan, karena aku terkenal mendengkur saat tidur." Ia melanjutkan dengan nada bercanda, "Jangan protes kalau malam ini aku mulai mendengkur, ya!"

Aji tersenyum, "Apakah aku punya pilihan?" tanyanya sambil mengangkat alis. Ragil menjawab dengan santai, "Kau bisa tidur di luar jika merasa terganggu." Aji berpikir sejenak sebelum menjawab, "Kalau begitu, aku pilih untuk bertahan." Keduanya pun tertawa lepas, menikmati momen kebersamaan yang penuh keakraban.

Angin malam yang lembut di tengah hutan mulai berhembus dengan lebih dingin, sementara suara dedaunan yang saling bergesekan menciptakan harmoni alam yang indah, berpadu dengan nyanyian jangkrik dan katak yang saling bersahutan.

"Di luar semakin dingin, mari kita masuk ke dalam," ajak Ragil dengan semangat, sambil bangkit dan menarik Aji yang masih terpesona dengan konser alam.

Dia merangkul bahu Aji dan bersama-sama mereka melangkah masuk ke dalam rumah.

Sebuah lampu minyak tergantung di salah satu sudut dinding, bergetar dalam kegelapan, memancarkan cahaya yang redup dan tak mampu menerangi seluruh ruangan.

Ragil pun segera mencari tikar, menggelarnya di lantai. "Sudah siap! Gimana, kamu tidak keberatan tidur di lantai dengan tikar ini?" tanyanya sambil menatap Aji dengan penuh harapan.

"Jangan bercanda, tidur di lantai tanpa tikar pun aku sudah terbiasa," jawab Aji sambil duduk di lantai

"Ah, omong kosong! Dengan gaya hidupmu yang glamor sebagai orang kota, aku meragukan itu," balas Ragil sambil tersenyum sinis. "Eh, ada selimut nggak?" tanya Aji, seolah-olah baru ingat bahwa udara sangat dingin. "Sudah kuduga! Pakai ini saja untuk selimut," jawab Ragil sambil melemparkan kain sarung ke arah Aji.

"Apakah kau ingin sesuatu untuk menghangatkan badan? Kurasa aku menemukan sesuatu yang menarik yang bisa membantu kita tetap hangat," kata Ragil. "Oh, benarkah? Keluarkan saja kalau begitu," jawab Aji dengan rasa penasaran yang membara.

Ragil melangkah ke sudut ruangan, matanya berbinar saat melihat sebatang bambu yang menggantung manis di dinding. Dengan gerakan cekatan, dia membuka penutup bambu itu dan mengarahkan ujungnya ke hidungnya. "Ah, ini harum sekali, pasti enak!" serunya dengan semangat. Aji yang penasaran langsung bertanya, "Apa itu?" Ragil pun menjawab, "Tunggu sebentar, aku cari gelas!" Lalu, dia berlari ke arah lemari, seolah-olah sedang mengejar hantu yang mencuri camilan.

Anak Semata Wayang BL Series (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang