Danu dengan semangatnya mengintip dari celah-celah angin yang ada di atas daun jendela, sementara Ragil dengan sabar menggendongnya di bahu.
"Eh, sudah cukup lihat? Ayo gantian!" pinta Ragil dengan nada lirih.
"Belum, ini baru pemanasan kayaknya! Tunggu sebentar!" bisik Danu sambil matanya melotot penuh rasa ingin tahu.
"Setidaknya, ceritakan apa yang kau lihat," gumam Ragil sambil menahan Danu di pundaknya.
"Bocah itu lagi asyik menerkam Sumi, kayak kucing yang baru lihat tikus!" jelas Danu dengan nada bersemangat.
"Kalian jangan terlalu berisik, nanti mereka akan mendengar," tegur Rahmat dari samping, mengingatkan agar mereka tetap waspada.
Ragil merasakan semangat Danu yang berlebihan, terutama saat dia menyadari ada bagian tubuh Danu yang mengeras di sekitar lehernya. "Sialan, apa kau juga terjebak dalam hasrat ini? Setidaknya, kendalikan dirimu dan jangan biarkan itu mengeras sembarangan," keluh Ragil dengan nada kesal.
Danu tersenyum malu, meremas bagian tubuhnya dengan harapan agar tidak terlalu terlihat bersemangat. "Apa yang mereka lakukan benar-benar menggugah, sangat panas," jelas Danu, berusaha membela diri dari tuduhan Ragil.
"Cepat turun dan gantian," pinta Ragil dengan nada mendesak. Dengan hati-hati, Ragil menurunkan Danu secara perlahan, berusaha agar keduanya tidak terjatuh. Setelah itu, Danu mengambil posisi jongkok, memberikan kesempatan bagi Ragil untuk menaiki bahunya. Dalam sekejap, Danu mengencangkan otot pahanya, berusaha berdiri dengan Ragil di atasnya. Namun, beban Ragil yang lebih besar membuat Danu kesulitan, dan dia merasa tubuhnya tidak mampu menopang berat tersebut.
Dengan napas yang terengah-engah, Danu mengeluh, "Badanmu terlalu berat, aku tidak bisa mengangkatmu."
Mendengar keluhan itu, Ragil cemberut dan menatap Danu dengan sinis, "Dasar lemah!" Meskipun merasa putus asa, Danu tidak ingin menyerah begitu saja.
Ragil kemudian memberikan saran, "Baiklah, kamu balik badan saja, dan aku akan coba berdiri di pahamu." Danu pun mengikuti instruksi Ragil, berbalik menghadapnya.
Kini, Danu menempelkan punggungnya pada tembok, sedikit jongkok agar kedua pahanya bisa menjadi pijakan bagi Ragil.
Dengan penuh harapan, Ragil bersiap untuk naik, berusaha menyeimbangkan tubuhnya sambil melihat ke atas.
Danu berjuang keras untuk menahan tubuh Ragil, sementara kedua tangannya terpaksa memeluk paha Ragil dengan penuh perjuangan. Wajah Danu menempel di area yang sangat sensitif di bagian selangkang Ragil, membuatnya merasa seperti sedang berada di sirkus tanpa jaring pengaman.
Posisi ini jelas bukan yang paling nyaman, tapi Danu bertekad untuk bertahan, mungkin karena dia sudah terlanjur terjebak dalam situasi yang konyol ini.
Di sisi lain, Ragil dengan penuh antusias berusaha mengintip ke dalam kamar. Dia mulai merasakan betapa menariknya suasana di dalam, yang membuat Danu terlihat begitu bersemangat. Dengan mata yang bersinar, Ragil mengamati Sumi yang duduk di samping Aji, tangannya tampak aktif menjelajahi area yang seharusnya tidak disentuh. Sepertinya, Sumi tengah melakukan penelitian lapangan yang sangat mendalam!
Aji disisi lain tampak terhanyut dalam kenikmatan, matanya terpejam, menikmati setiap sentuhan yang diberikan Sumi.
Perlahan-lahan tanpa disadari oleh Ragil, kejantanan yang ada dalam dirinya mulai berdiri tegak dan mengeras. Danu, yang berada di bawah merasakan perubahan itu dengan jelas, saat benda yang mengeras itu menempel di wajahnya. Raut wajah Danu pun berubah menjadi muram, berjuang untuk menggeser mukanya agar batang yang keras itu tidak terus menempel dan mengganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Semata Wayang BL Series (21+)
RomanceWarning! Cerita BL (21+) Bersambung! Peringatan cerita ini mengandung unsur percintaan sesama jenis (Gay), mengandung plot drama 21++, dan seksualitas secara eksplisit, bagi yang tidak berkenan dari awal dan di bawah umur 18, JANGAN DIBUKA! Ragil p...