Malam itu, di dalam kamar pengantin yang romantis, Aji dan Sumi duduk saling berhadapan di tepi ranjang. Suasana hening menyelimuti mereka, Sumi tampak gelisah sambil mengusap-ngusap ujung bajunya, sementara Aji hanya terdiam, bingung bagaimana cara memulai percakapan yang seharusnya manis ini.
"Apakah kita akan terus diam seperti ini hingga pagi menjelang?" Tanya Sumi dengan suara lembut, mencoba memecah keheningan yang canggung.
Aji pun berbalik, menatap Sumi dengan serius, "Apakah kau ingin kita melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar duduk di sini?"
Sumi tersenyum, "Bukankah kita sudah resmi menjadi suami istri?"
"Apakah kau ingin kita mencoba melakukan hal itu malam ini?" Tanya Aji dengan suara lembut, matanya menatap Sumi penuh harap.
Sumi terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan, wajahnya memerah seperti bunga mawar yang baru mekar. Aji merasakan ketegangan di antara mereka, lalu dengan hati-hati ia menggeser duduknya lebih dekat, berusaha menciptakan suasana yang lebih nyaman. Aroma melati dari tubuh Sumi seolah menyelimuti mereka, memberikan ketenangan di tengah kecanggungan yang menggelayuti.
Dengan lembut, Aji meraih tangan Sumi dan menggenggamnya erat. "Kau tahu apa yang harus kita lakukan, kan?" Tanya suaranya bergetar sedikit.
Sumi, yang kini pipinya semakin merah, hanya bisa mengangguk malu-malu. "Aku sudah mempelajari dan menghapalkan semuanya," jawabnya lirih, seolah mengakui sebuah rahasia besar.
Aji mengerutkan keningnya, kebingungan meliputi wajahnya. "Apa maksudmu dengan dihapalkan?" tanyanya, suaranya penuh rasa ingin tahu.
Sumi, dengan wajah yang memerah, menjawab, "Aku sudah belajar dan menghapal semua hal yang perlu dilakukan dimalam pertama pasangan setelah menikah."
Keheranan Aji semakin mendalam, "Ada hal-hal seperti itu?"
"Aku belajar dari seorang ahli," jawab Sumi sambil menunduk malu.
Aji mengangkat satu alisnya, penasaran, "Siapa yang mengajarkanmu?"
"Aku belajar dari Yu Jem," katanya pelan.
"Oh, janda pemilik warung itu," Aji mengangguk sambil tersenyum.
"Baiklah, jika begitu, aku akan lebih santai. Mari kita lihat seberapa baik kamu belajar. "Aji berkata dengan senyuman nakal yang membuat jantung Sumi berdebar.
Sumi segera beranjak, mengambil beberapa barang yang telah disiapkannya di bawah dipan.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Aji, menunggu dengan penuh harap.
"Kau cukup duduk dengan tenang, aku yang akan memulai bagianku," jawab Sumi, matanya berbinar penuh semangat.
Sumi dengan lembut mengambil tempat di belakang Aji, lalu membiarkan seluruh baju atasnya terlepas, memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang indah. Kulitnya berkilau seperti giok, halus dan berwarna kuning langsat, sementara payudaranya yang bulat tampak ranum merekah, menambah pesona yang tak tertandingi.
Dengan penuh perhatian, tangan Sumi mulai membuka kancing baju Aji dari belakang, menciptakan momen intim yang penuh ketegangan.
Sesaat Aji merasa dorongan untuk menoleh, namun Sumi dengan lembut menahan kepalanya, berbisik lembut di telinga Aji, "Jangan lihat ke belakang, aku masih merasa malu." Suara Sumi yang lembut dan penuh rasa membuat jantung Aji berdegup kencang, seolah waktu berhenti sejenak dalam kehangatan yang mereka ciptakan.
Dengan lembut, Sumi menuang minyak ke telapak tangannya, lalu mengusapnya ke punggung Aji, sambil memberikan pijatan yang lembut. "Apakah ini terasa nyaman?" tanyanya dengan nada penuh perhatian.
Aji menutup matanya, merasakan setiap sentuhan yang membuatnya tenang. "Hmm... cukup membuat nyaman," jawabnya, seolah terbuai dalam kehangatan yang ditawarkan Sumi.
Sumi mendekat, tubuhnya menyentuh punggung Aji dengan lembut, menciptakan kedekatan yang intim. Dengan gerakan yang penuh kasih, dia mulai menekan dengan payudaranya yang lembut dan kenyal, memberikan sensasi hangat yang menjalar di seluruh tubuh Aji. Merasakan getaran itu, Aji tak bisa menahan diri untuk tidak menoleh ke belakang, segera meraih wajah Sumi dan menghujaminya dengan ciuman yang penuh gairah
Nafas dan detak jantung segera berpacu diantara keduanya, gelombang birahi memercik siap membakar gairah dua orang tersebut
Aji tidak dapat menahan hasratnya, ia berbalik dan menarik Sumi ke dalam pelukannya, menempatkan tubuhnya di bawahnya, dan menekannya dengan lembut.
Dengan penuh gairah, Aji melancarkan ciumannya ke bibir Sumi, kemudian ciuman itu menari turun di sepanjang leher Sumi, menciptakan getaran hangat yang menyelimuti mereka berdua.
Sementara itu, kedua tangan Aji dengan lembut meraih setiap lekuk tubuh sumi, kemudian meraba-raba sepasang buah dadanya yang montok ranum. Lengkap dengan putingnya yang kemerahan tegak menantang ke atas. Puting itu bergetar-getar seirama dengan gerakan-gerakan bukit indah itu. Dan Aji meremasnya dengan lembut. Lembut sekali penuh perasaan, seolah ingin mengikatkan janji cinta yang tak terucapkan di antara mereka.
Sumi menggeliat merintih mengeluarkan suara lembut, menengadah ke atas dengan bulu matanya bergetar, merasakan gelombang rangsangan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Tangan Sumi tanpa sadar meraih rambut Aji, meremasnya dengan lembut dan menekan kepala itu lebih dalam kearah dadanya.
Tangan Aji bergerak menjelajah secara bebas bergantian meremas payudara bagian kiri dan kanan, tekanan yang diberikan juga bervariasi, kadang lembut kadang kencang memberikan rasa geli dan nikmat secara bersamaan.
Tindakan Aji tidak cuma berhenti sampai disitu, sekarang mulutnya meluncur menghisap putting buah dada itu secara bergantian
"auw..." Sumi menggelinjang menjerit lirih setiap kali buah dadanya dikulum dan diremas oleh Aji
"Tolong berhenti..." suaranya bergetar memohon penuh harap, "berhenti dulu, seharusnya ini masih bagian awal dari apa yang aku pelajari... aku perlu melakukan setiap langkah dengan tepat."
Aji menghentikan ciumannya di puting Sumi yang kini memerah, lalu menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Apakah kau masih perlu mengikuti langkah-langkah itu?" tanyanya lembut.
"Bersabarlah, semuanya harus dilakukan dengan urutan yang benar," jawab Sumi, matanya berbinar dengan semangat yang tak tertahan.
Aji mengangguk pelan, merasakan ketenangan yang mengalir dalam dirinya. "Baiklah, aku akan bersabar sedikit," ujarnya dengan suara lembut. Dengan lembut, dia melepaskan tubuh Sumi dan berbaring telentang di sampingnya.
Sumi, dengan semangat yang tak terbendung, segera bangkit dan mengambil kembali minyak yang telah disiapkan. Dengan penuh perhatian, dia menuangkan minyak ke dada Aji, tangannya bergerak lembut, memijat dari dada hingga perut, menciptakan sensasi hangat yang menyelimuti mereka berdua.
Tangan kecil Sumi terus menjelajahi tubuh Aji, bergerak naik turun dengan penuh kelembutan, membaluri setiap inci kulitnya dengan minyak yang harum. "Apakah cukup membuatmu nyaman?" Tanya dengan suara yang hampir berbisik, seolah takut mengganggu momen indah ini.
Aji hanya mengangguk pelan, matanya terpejam, menikmati setiap sentuhan lembut yang membuatnya merasa seolah melayang di awan.
Dengan penuh kehati-hatian, Sumi membuka celana Aji dan menariknya ke bawah, meninggalkan Aji hanya dengan celana dalam putih yang menambah kesan intim di antara mereka. Sumi kemudian menuangkan lebih banyak minyak ke arah celana dalam Aji
Selangkangan Aji kini sudah tampak besar menonjol, dengan minyak yang membasahi celana dalamnya, menciptakan gambaran yang menggoda tentang batang kemaluan Aji yang tegak dan menonjol di balik kain celana dalam. Sensasi ini seolah mengundang perhatian, menambah ketegangan dalam suasana yang penuh gairah.
Sumi merasakan detak jantungnya bergetar, tangannya bergetar lembut saat ia mencoba menyentuh bagian itu. Benda yang ada di hadapannya kini terlihat berdiri tegak dan keras, membuatnya terpesona. Dengan hati-hati, ia meraba dan mengusapnya, memberikan tekanan lembut seolah-olah ingin merasakan setiap detil yang tersembunyi di balik celana dalam putih tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Semata Wayang BL Series (21+)
RomanceWarning! Cerita BL (21+) Bersambung! Peringatan cerita ini mengandung unsur percintaan sesama jenis (Gay), mengandung plot drama 21++, dan seksualitas secara eksplisit, bagi yang tidak berkenan dari awal dan di bawah umur 18, JANGAN DIBUKA! Ragil p...