Cahaya matahari menyusup lembut melalui celah-celah dedaunan pohon jambu, menciptakan pancaran sinar yang cerah dan memukau. Sinar tersebut menyentuh wajah Ragil, yang perlahan mulai bergerak, terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
Dengan lembut mengusap matanya, Ragil merasakan kehangatan sinar matahari yang menyelimuti dirinya, memberikan rasa nyaman yang menenangkan setelah tidur siang yang singkat. Sensasi ini seolah menghidupkan kembali semangatnya, menyegarkan tubuhnya yang sempat terlelap.
Dia bangkit dan duduk, matanya terfokus pada hamparan persawahan yang membentang luas. Suasana siang itu begitu tenang, namun dia belum menyadari bahwa ada seseorang yang sebelumnya berada di tempat itu dengan tujuan tertentu terhadapnya.
Ragil berdiri dengan tubuh telanjang dada, memandang ke arah ladang yang menunggu. Dia merasa tidak terburu-buru untuk mengenakan bajunya yang tergeletak di tepi dipan, belum ada niatan untuk memakainya.
Matahari agak condong ke barat, tapi sinarnya masih agak panas, dengan desahan panjang ragil melangkah mengambil cangkul bersiap ke ladang.
Suasana masih terasa panas dan lembap, membuatnya merasa tidak nyaman. Dia pun mengambil keputusan untuk tidak mengenakan kaosnya lagi, memilih untuk merasakan angin yang sejuk menyentuh kulitnya. Dengan begitu, dia berharap bisa sedikit mengurangi rasa gerah yang menyelimuti tubuhnya.
Lalu dia melangkah pergi menuju ladang dengan bertelanjang dada.
Seandainya Aji melihat kejadian itu sekarang, mungkin hatinya akan terasa seperti ditimpa truk sampah. Semua usaha keras yang dia lakukan seolah-olah menguap seperti embun pagi, dan harapan yang dia miliki meleset jauh, seperti panah yang ditembakkan ke arah bulan. Rasanya seperti berjuang melawan angin, tapi anginnya malah ketawa terbahak-bahak.
Sementara itu, Ragil dengan santainya meluncur dari rencana jahatnya seperti peluncur seluncur es di arena. Tanpa sadar dia berhasil menghindari semua jebakan yang Aji siapkan.
----
Sore itu, di jalan setapak menuju sendang desa, Aji mengajak temannya untuk bersembunyi di semak-semak dibalik tikungan.
"Eh, kita ngapain di sini?" tanya temannya, masih bingung dengan rencana Aji yang misterius.
Aji hanya menjawab singkat, "Tenang, aku cuma mau memastikan sesuatu."
Temannya pun semakin penasaran, membayangkan apa yang ada di pikiran Aji.
Sambil menunggu, Aji mulai berkhayal tentang Ragil yang akan muncul dengan kaosnya yang telah dia beri jelatang.
Dia membayangkan betapa lucunya jika Ragil tiba-tiba menderita gatal-gatal dan bentol merah di seluruh tubuhnya.
"Ah, itu pasti akan jadi tontonan yang menghibur!" pikir Aji sambil tersenyum lebar, sementara temannya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Aji yang aneh.
Aji merasa yakin Ragil pasti akan datang ke sendang sore ini, karena dia tahu betul kebiasaan para pemuda desa yang suka mandi sore.
"Kalau dia muncul, kita bisa lihat aksi lucunya!" Aji berbisik penuh semangat.
Temannya hanya bisa berharap agar rencana Aji tidak berujung pada masalah yang lebih besar, karena kadang-kadang, rencana Aji bisa jadi bumerang yang menggelikan!
"Apakah kita harus bersembunyi di semak-semak seperti ini?" tanya temannya dengan nada skeptis.
"Rasanya tidak nyaman banget, nyamuk-nyamuk ini kayaknya sudah bikin daftar menu di tubuhku," lanjutnya sambil menepuk-nepuk tangan untuk mengusir nyamuk yang sepertinya sudah menganggap mereka sebagai buffet gratis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Semata Wayang BL Series (21+)
RomanceWarning! Cerita BL (21+) Bersambung! Peringatan cerita ini mengandung unsur percintaan sesama jenis (Gay), mengandung plot drama 21++, dan seksualitas secara eksplisit, bagi yang tidak berkenan dari awal dan di bawah umur 18, JANGAN DIBUKA! Ragil p...