"Kamu nangis, Che?"
Bible hampir tergelak melihat wajah manis Che yang sudah memerah dan kedua mata bulatnya juga sudah basah.
"Heh, sopan dengan yang lebih tua. Usiamu tiga tahun di bawahku," protes Che.
"Tetap saja aku adalah calon kakakmu."
"Cih."
"Sudah puas mengupingnya?"
Che dan Bible saling menatap saat mendengar suara Biu barusan. Dan benar saja, sosok pria manis itu sudah berdiri di balik semak-semak tempat mereka bersembunyi.
"Hehehe, Biu."
"Apa haha hehe, keluar."
Bible mempoutkan bibirnya saat melihat Venice yang sedang tertawa geli.
"Maaf, phi. Kami hanya mencemaskan kalian saja," ucap Che.
"Tapi kan tidak perlu sembunyi di sana. Kalau ada ular bagaimana?"
"Maaf," ucap Bible pelan.
"Sudah ayo kita makan kue saja," ajak Venice.
Suasana malam itu cukup hangat, Bible dan Che yang tidak hentinya berdebat, lalu Biu dan Venice yang saling bertukar cerita. Seperti saat ini, Venice yang sedang duduk manis di pangkuan Biu pun nampak asyik mendengarkan cerita tentang ibunya.
"Jadi? Dulu mama yang menembak papa duluan?" Biu mengangguk.
"Kami sekelas, tapi tidak pernah akur, yang satu si murid badung selalu bolos dan yang satu si murid teladan yang tiba-tiba mendapat tugas dari guru untuk menjadi tutor dadakan."
"Pasti papa si murid nakal itu kan?" tebak Venice.
"Salah, sayang. Mamamu lah si siswa nakal dan hobi bolos itu." Bible tersenyum melihat bagaimana Biu menceritakan tentang Dream mantan kekasihnya. Ada rasa cemburu tapi semua itu tertutup dengan wajah berseri Biu ketika menceritakan masa lalunya.
"Kenapa papa dan mama putus?" tanya Venice lagi.
"Banyak yang terjadi di hidup papa saat itu, nak. Sangat tidak memungkinkan bagi papa untuk punya pasangan, hanya akan membuatnya terancam bahaya."
"Jadi papa memutuskan mama untuk melindungi mama?"
"Itu yang selalu dilakukan papamu, Ven. Menekan dirinya sendiri untuk melindungi orang lain," ucap Bible yang langsung mendapat pelototan manja dari sang kekasih.
"Jadi, papa tidak pernah ketemu Venice juga untuk melindungi Venice?" tanya Venice lagi.
"Melindungi Che juga," jawab Biu.
Venice berbalik lalu beringsut memeluk papanya. Sungguh sebuah pemandangan yang manis dan mengharukan.
"Venice sayang sama papa," ucapnya. Biu tersenyum sambil mencium puncak kepala anaknya.
"Papa juga sayang sama Venice."
Mereka baru selesai di jam dua pagi, itu pun karena kabut sudah turun dan Venice yang sudah tertidur.
"Hentikan wajah cemberutmu itu," tegur Bible.
Bible tidak bisa tidak merasa gemas saat melihat wajah manis Biu yang sedang cemberut. Tidak ada yang menyangka kalau Che melarang mereka berdua untuk ikut pulang ke rumah hutan. Pada awalnya Biu sempat menolak karena bahaya, tapi setelah Che berkeras akhirnya si manis mau mengalah setelah ia memberikan pisau lipat miliknya, pistol, dan kunci mobil. Saat ada sesuatu yang berbahaya mereka harus langsung pergi menggunakan mobil. Sekarang mereka hanya berdua di atas lembaran kain putih yang terhampar di depan taman bunga indah milik sang kekasih. Bahkan Bible tidak pernah tau ada tempat seindah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bloody Daisy
FanficBuild Jakapan Puttha Harusnya aku tidak membawanya masuk ke dalam duniaku. Kami berbeda. Terlalu banyak darah yang tertumpah karena kehadiranku dalam hidupnya. Bible Wichapas Sumettikul Aku tidak pernah menyangka kalau mencintai seseorang akan me...