BAB 17

9 8 0
                                    

.
.
.
.

Sesampainya di sekolah, Clara langsung disambut oleh hiruk-pikuk suasana pagi. Banyak siswa yang berkumpul, berbincang, dan tertawa di koridor. Namun, seperti biasanya, mata Clara langsung tertuju pada sosok sahabatnya, Bilqis, yang tampak sedang berdiri menunggu di dekat pintu masuk. Senyum Bilqis terlihat hangat dan penuh perhatian, seolah tahu bahwa hari ini Clara sedang memerlukan tempat untuk bercerita dan melepas keluh kesah.

“Kamu udah lama di sini, Bilqis?” tanya Clara sambil mendekati sahabatnya.

“Enggak kok, gua baru aja datang. Sekalian aja nungguin lo,” jawab Bilqis sambil tersenyum ramah.

Clara mengangguk dan tersenyum tipis, merasa sedikit lega bahwa sahabatnya selalu ada untuknya. "Oh, ya udah, ayo kita ke kelas," ajaknya sambil melangkah mendekati pintu.

"Ayo," jawab Bilqis sambil mengikuti langkah Clara.

Mereka berdua berjalan beriringan, menyusuri lorong yang ramai. Di sepanjang lorong, siswa-siswa lain terlihat sibuk dengan percakapan masing-masing, beberapa saling menyapa, dan ada juga yang bergegas menuju kelas. Namun, di tengah perjalanan menuju kelas, mata Clara tiba-tiba tertuju pada sosok laki-laki yang sedang bermain basket di lapangan. Sosok itu tak lain adalah Bintang, cowok yang ia tolong sepulang sekolah kemarin. Seketika, hati Clara berdesir melihat Bintang, meskipun ia berusaha menutupinya.

“Eh, itu kan cowok songong yang kemarin aku tolong pulang sekolah,” pikir Clara dalam hati. Ia menatap Bintang dengan pandangan sedikit kesal, meski ada juga rasa penasaran yang terselip di balik pandangannya.

Clara masih terpaku menatap Bintang yang tengah bermain basket dengan penuh percaya diri, hingga tanpa sadar Bilqis yang berada di sampingnya menyadari bahwa Clara tampak larut dalam pikirannya sendiri.

“Eh, lo lagi mikirin apa, Clara?” tanya Bilqis sambil melambaikan tangannya di depan wajah Clara, membuat Clara tersadar dari lamunannya.

Clara terkejut sesaat, lalu buru-buru memalingkan pandangan dari lapangan. “Eh, Bilqis, kamu tau nggak cowok yang di lapangan basket itu?” tanyanya sambil mengarahkan pandangannya kembali pada Bintang.

Bilqis mengikuti arah pandangan Clara dan mengerutkan alisnya sambil mengamati Bintang. “Eh, iya, gue baru nyadar. Kayaknya dia murid baru, deh. Tapi, mukanya oke juga tuh, ganteng kayak artis Korea!” jawab Bilqis sambil terkekeh, menambahkan sedikit candaan.

Clara mengernyit dan menanggapinya dengan wajah sebal. “Huek! Mukanya ngeselin gitu!” serunya dengan nada kesal.

Bilqis tertawa mendengar tanggapan Clara. “Hah, sotoy banget, emang lo udah kenal sama dia?” tanyanya menggoda.

Dengan sedikit enggan, Clara menceritakan kejadian kemarin di mana ia harus menolong Bintang yang sedang dalam keadaan kurang baik saat itu. Clara menggambarkan betapa cowok itu bersikap sok cool dan menyebalkan. Bilqis mendengarkan cerita Clara dengan antusias, bahkan sesekali tertawa kecil mendengar Clara yang terus menggerutu soal Bintang.

“Eh, cewek bawel!” Tiba-tiba terdengar suara yang menyela percakapan mereka. Clara dan Bilqis tersentak dan menoleh ke arah sumber suara. Ternyata, Bintang kini sudah berdiri di depan mereka dengan ekspresi yang tampak santai, tetapi matanya memancarkan kesan sombong.

Clara langsung melotot padanya. “Dih, siapa yang bawel? Kamu kali!” seru Clara tak mau kalah. Suaranya terdengar sedikit keras, membuat beberapa siswa di sekitar mereka menoleh.

“Udah-udah, jangan adu mulut di sini, kayak Tom and Jerry aja, sih kalian!” Bilqis ikut tertawa kecil sambil menonton “pertarungan” kecil antara Clara dan Bintang. Dalam diam, ia menikmati interaksi antara keduanya yang terlihat lucu dan penuh energi.

Tak lama kemudian, dari arah yang berlawanan, muncul Liana yang tampak berjalan mendekati mereka. Melihat kedatangan Liana, Clara tiba-tiba merasakan keinginan untuk segera pergi. Ia masih terbayang bayang dengan kejadian semalam .

“Aku ke kelas duluan ya, Bilqis,” ucap Clara tiba-tiba sambil melangkah pergi begitu saja.

Bilqis menatap kepergian Clara dengan ekspresi bingung. "Lho, kok buru-buru amat? Clara, tunggu!” panggilnya sambil mengikuti langkah Clara yang semakin cepat.

Sementara itu, Liana yang sudah mendekati Bintang menyapanya dengan hangat. Mereka tampak berbincang akrab, bahkan sesekali tertawa bersama. Clara, yang kini berhenti sejenak di ujung lorong, memperhatikan keduanya dari kejauhan. Ada perasaan tak rela yang tiba-tiba timbul dalam hatinya, melihat Bintang dan Liana tampak begitu akrab.

"Kenapa, ya? Kok, aku merasa nggak nyaman lihat mereka berdua," pikir Clara sambil memandangi punggung Liana yang tampak dekat dengan Bintang. Meskipun ia tidak memiliki alasan untuk merasa cemburu, ada sesuatu dalam hatinya yang terasa aneh saat melihat mereka bersama.

Tak lama kemudian, Bilqis berhasil menyusulnya. “Capek, tau! Lo tiba-tiba lari, sih. Ada apa, Clara?” tanyanya sambil mengatur napasnya yang sedikit terengah-engah.

Clara hanya bisa tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. “Nggak apa-apa, kok. Nanti aja deh aku ceritain pas jam istirahat,” jawabnya singkat sambil memamerkan deretan giginya yang rapi, mencoba terlihat santai di depan Bilqis.

Bilqis mengerutkan kening, tapi akhirnya memutuskan untuk tidak mendesak Clara lebih jauh. “Ya udah, terserah lo deh. Ayo ke kelas!” katanya sambil menarik tangan Clara agar mereka bisa segera menuju kelas dan memulai pelajaran pagi itu.

Sepanjang jam pelajaran, Clara berusaha memfokuskan pikirannya pada materi yang disampaikan guru. Namun, bayangan tentang Bintang dan Liana terus menghantui pikirannya. Sesekali ia melirik ke arah jendela, memandangi lapangan yang sudah kosong, tempat Bintang tadi bermain basket. Entah mengapa, bayangan wajah Bintang yang cool dan sedikit menyebalkan itu tak henti-hentinya mengisi pikirannya.

Cahaya yang hilang (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang