.
.
.
.Bel pulang sekolah pun berbunyi nyaring, menandakan bahwa pelajaran untuk hari itu telah selesai. Seperti biasa, suasana sekolah langsung berubah ramai ketika para siswa bergegas keluar dari kelas masing-masing. Beberapa dari mereka bercanda dengan teman-teman, beberapa lagi langsung menuju gerbang untuk pulang. Di antara kerumunan siswa yang berhamburan keluar, Clara dan Bilqis pun melangkah dengan santai menuju parkiran, di mana Clara akan dijemput oleh ibunya.
Ketika mereka tiba di parkiran, Clara langsung melihat sosok yang tidak asing berdiri di sana, menunggunya. Bintang, teman sekelas yang selama ini dekat dengannya, tampak sedang menunggu di dekat sepeda motornya. Melihat Clara datang, Bintang segera tersenyum dan melangkah mendekatinya. Bilqis pun merasa sedikit heran dan menatap Clara dengan tatapan penuh arti, menyadari mungkin ada sesuatu yang akan dibicarakan oleh Bintang.
"Bintang? Kamu lagi nungguin siapa?" tanya Clara sambil tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
Bintang tampak tersenyum kecil, namun ada sedikit ketegangan di matanya. "Gua lagi nungguin Lo, Clara. Ada yang mau gua omongin sama Lo," jawabnya serius.
Clara pun sedikit kaget dengan nada bicara Bintang yang terdengar serius. Biasanya, Bintang selalu santai dan ceria. Tapi kali ini, dari cara dia berbicara, Clara bisa merasakan bahwa ada hal penting yang ingin disampaikan.
"Ngomong apa, Bintang?" tanya Clara dengan nada penasaran.
Bintang melirik sekilas ke arah Bilqis, lalu mengusap tengkuknya seolah-olah sedang gugup.
"Boleh ngomongnya nggak di sini, Clara? Kayaknya... agak canggung kalau ada Bilqis," katanya, sedikit ragu.
Namun, Clara hanya tertawa kecil. "Kenapa sih, Bintang? Aku pengen denger sekarang aja. Lagipula, Bilqis nggak masalah kok," jawab Clara sambil memberi tatapan meyakinkan kepada sahabatnya itu.
Bilqis pun mengangguk setuju. "Iya, Bintang. gua nggak masalah kok. Ayo, ngomong aja di sini," katanya sambil tersenyum.
Akhirnya, setelah sedikit ragu, Bintang menarik napas panjang sebelum mulai berbicara.
"Clara, gua... gua cuma pengen ngungkapin perasaan gua sama Lo," katanya dengan suara agak pelan namun tetap jelas. Clara dan Bilqis langsung terdiam mendengar perkataan Bintang. Mereka tidak menyangka Bintang akan mengatakan hal ini.
Clara terkejut, wajahnya merona merah. Ia tak pernah berpikir bahwa Bintang akan mengungkapkan perasaannya secara langsung seperti ini.
"Bintang... Kamu serius?" tanya Clara dengan suara bergetar, masih berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.
"Iya, Clara. Dari pertama kali Lo nolongin gua waktu itu, gua udah mulai merasakan sesuatu yang beda sama Lo. Entah kenapa, gua selalu nyaman tiap ada di samping Lo, dan... ya, gua beneran suka sama Lo. Gua cuma pengen ngungkapin itu aja," kata Bintang sambil menatap Clara dengan penuh kejujuran.
Clara dan Bilqis terdiam sejenak. Perasaan kaget dan bingung bercampur aduk dalam hati Clara. Selama ini, Clara memang menyimpan perasaan yang sama terhadap Bintang, namun ia tidak menyangka bahwa Bintang juga merasakan hal yang sama.
"Bintang... Makasih ya, karena kamu udah jujur sama aku," ucap Clara dengan suara lembut.
Namun, Clara merasa perlu jujur mengenai apa yang ada di pikirannya. Ia mengumpulkan keberanian dan berkata, "Tapi... aku belum siap untuk pacaran, Bintang. Jujur aja, aku juga punya perasaan yang sama seperti kamu. Tapi saat ini, aku mau fokus dulu ke sekolah, mau ngebahagiain ibuku, dan masih banyak cita-cita yang ingin aku capai."
Bintang yang mendengarkan kata-kata Clara hanya tersenyum lembut. Ia tidak terlihat kecewa atau sedih. Justru, ia tampak tenang dan mengangguk seolah-olah memahami keputusan Clara.
"Iya, Clara. Gua ngerti kok. Dari awal, gua nggak ngarep kamu bakal langsung nerima perasaan gua. Gua cuma pengen dengerin langsung dari Lo aja, dan itu udah cukup buat gua," jawabnya sambil tersenyum.
Sambil bercanda, Bintang berkata, "Dan kalau kita berjodoh, mungkin suatu hari kita bakal ketemu lagi di masa depan. Siapa tahu, langsung ketemu di pelaminan? Hehe, bercanda kok!" ucap Bintang sambil tertawa kecil.
Clara tersenyum lega, mendengar bahwa Bintang tetap menerima keputusannya dengan lapang dada.
"Makasih, Bintang. Kamu orang yang baik. Aku senang kamu bisa memahami keputusanku ini. Semoga kamu juga sukses dan bahagia, ya," jawab Clara dengan tulus.
Bilqis yang sejak tadi menyaksikan percakapan mereka hanya bisa tersenyum penuh haru. Ia ikut merasa lega melihat sahabatnya bisa berbicara jujur mengenai perasaannya tanpa menimbulkan perasaan sakit hati di antara mereka.
Akhirnya, Bintang berpamitan kepada Clara dan Bilqis. Ia tersenyum sambil melambaikan tangan sebelum berbalik dan pergi meninggalkan mereka. Bilqis mengamati Bintang hingga sosoknya menghilang di antara kerumunan siswa lain yang juga sedang menuju gerbang sekolah.
Setelah Bintang pergi, Clara menatap Bilqis dengan tatapan penuh haru.
"Bil... Aku tadi nggak salah, kan, jawab kayak gitu?" tanya Clara, seolah-olah ingin memastikan apakah keputusannya benar.
Bilqis menggeleng dan tersenyum menenangkan. "Enggak kok, Clara. Menurut gua, jawaban Lo tadi malah bagus banget. Lo tetap jujur sama perasaanmu, tapi juga nggak buru-buru buat pacaran. Gua salut sama keputusan lo" jawab Bilqis dengan nada bangga.
Clara merasa tenang mendengar dukungan dari sahabatnya. Bilqis memang selalu ada untuknya, memberi dukungan di saat ia merasa ragu atau bingung. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk pulang, dan seperti biasa, berjalan berdampingan menuju gerbang sekolah sambil berbincang santai. Sepanjang perjalanan, mereka berdua berbicara tentang hal-hal lain, mencoba mengalihkan pikiran dari perasaan yang cukup menguras emosi tadi.
Sesampainya di gerbang, mereka saling berpamitan. Bilqis tersenyum lebar sambil berkata, "Clara, gua harap kamu bisa terus semangat. Ingat, gua selalu ada buat lo, ya!"
Clara mengangguk dan tersenyum hangat. "Iya, Bil. Kamu juga jangan lupa jaga diri dan fokus sama sekolah. Makasih banget karena udah jadi sahabat terbaikku. Sampai ketemu besok!"
Mereka berdua pun akhirnya berpisah, berjalan ke arah rumah masing-masing dengan perasaan lega dan bahagia. Clara merasa semakin bersyukur karena memiliki sahabat seperti Bilqis yang selalu ada di sisinya, mendukung dan memahami keputusannya. Perasaan Clara kini lebih tenang, dan ia merasa siap menghadapi hari esok dengan semangat baru.
Clara pun berjalan pulang dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Meski hatinya masih berdebar, ia kini lebih yakin dengan keputusan yang diambilnya. Clara sadar bahwa fokus pada pendidikan dan impian adalah hal terpenting saat ini, dan ia percaya bahwa segala sesuatu akan indah pada waktunya.