[17+]
LILYN: Never Let Me Go By Charcaaa | Tentang kisah percintaan pasangan remaja LILYN alias Lily dan Delynn yang kadang romantis kadang juga berantem, ada suka dan ada dukanya juga. Meski sering bertengkar dan punya sifat bertolak belakang, tapi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LILYN: Never Let Me Go
CHAPTER 44 | Terlanjur Kecewa
Song: Ade Govinda feat. Ernie Zakri - Masing-Masing
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi datang perlahan, ditemani sinar matahari yang lembut menyelinap melalui celah-celah tirai kamar. Cahayanya jatuh dengan hangat ke permukaan meja kecil di samping tempat tidur Delynn, menciptakan suasana yang seharusnya mengundang semangat. Namun, berbeda dari harapan pagi yang cerah itu, kamar Delynn justru menyimpan sisa-sisa kelelahan malam panjang yang penuh emosi. Jam weker di atas nakas menunjukkan pukul enam pagi, tapi gadis pemilik kamar itu masih terlelap dalam tidurnya, seolah tak peduli dengan waktu yang terus berjalan. Alarm yang berbunyi berulang kali sejak lima menit lalu hanya menjadi latar suara yang tak digubris.
Di atas kasur, tubuh Delynn tampak lemah. Posisi tidurnya yang sembarangan menunjukkan betapa lelahnya ia. Rambut hitam panjangnya yang biasanya tergerai rapi kini berantakan, sementara wajahnya yang pucat dihiasi mata sembab—jejak air mata yang mengalir sepanjang malam. Selimutnya tak lagi membungkus tubuh, melainkan terlempar ke salah satu sudut ranjang. Dalam genggamannya, sebuah penjepit rambut berbentuk bunga lili berada di tangan kanannya. Benda kecil itu seperti menjadi satu-satunya penghibur di tengah malam yang sulit, sesuatu yang ia pegang erat seakan takut kehilangan. Tak jauh darinya, sebuah ponsel tergeletak begitu saja di atas kasur. Layar hitamnya diam membisu, menjadi saksi bisu malam yang penuh dengan pergulatan emosi.
Tempat tidur yang biasanya tertata rapi kini menjadi cerminan suasana hati Delynn. Sprei tergulung di berbagai sudut, sementara bantal-bantal terlempar ke tepi ranjang. Malam itu ia tak hanya tidur, melainkan terperangkap dalam pikirannya sendiri—terjaga dengan perasaan berat yang tak kunjung hilang. Pagi ini, seperti halnya pagi-pagi sebelumnya, seharusnya menjadi waktu baginya untuk bangkit dan bersiap menuju sekolah. Namun, tubuh dan pikirannya terlalu lelah untuk menyambut rutinitas yang menantinya.
Keheningan kamar itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba, suara kecil dari arah pintu yang sedikit terbuka memecah suasana. Bob, pudel kecil berbulu lebat yang menjadi kesayangan keluarga, dengan ceria menyusup masuk ke dalam kamar. Anjing mungil itu, dengan semangat khasnya, melompat ke atas kasur Delynn, mengibaskan ekornya tanpa henti. Gonggongannya yang nyaring memenuhi ruangan, mengguncang keheningan pagi dan berusaha menghidupkan kembali suasana. Bob dengan penuh antusias mendorong-dorong tubuh Delynn menggunakan moncongnya yang lembut.