BAR

95 7 0
                                    

.
.  SELAMAT MEMBACA 💐
.
                     ••°°••

"Lo yakin mau buang ini? Ini pemberian Bastian loh."

Abel menatap buket bunga di tangan nya kemudian menatap Vano kembali.

"Kalo gue bilang buang, ya buang aja!"

Abel menghela nafas gusar kemudian keluar dari kamar Vano untuk membuang buket itu seperti yang diinginkan oleh Vano.

Vano berjalan ke arah kasur ia duduk dengan memeluk lutut nya menenggelamkan wajahnya disana.

"Maaf, gue cuman takut kecewa lagi, gue takut percaya sama orang lagi."

"Hati gue gak sekuat itu... "

.
.
.

Abel menatap buket di tangan nya sebelum kemudian membuang nya ditong sampah.

"Aduhh gue malah kasihan sama Bastian, gimana kalo dia tau kalo buket nya di buang"

Abel geleng-geleng kepala ia berbalik untuk kembali lagi ke kamar sang adik namun ia mematung ditempatnya melihat Bastian berdiri tepat didepan nya.

"Eh..., bang Bastian?" Abel cengengesan berusaha menutupi tong sampah dibelakang nya.

Bastian yang melihat gerak-gerik Abel menaruh curiga, dengan menggunakan satu tangan nya berhasil membuat tubuh Abel tergeser.

Ia menatap datar pada tong sampah yang berisi buket yang ia beli untuk Vano, Abel yang sudah panas-dingin sadari tadi menunggu respon dari sang abang.

Bastian menoleh menatap Abel seperti sedang menunggu penjelasan dengan keadaan buket nya yang berakhir berada di tempat sampah.

"A-anu... I-tu tadi... V-vano yang minta buang, gue gak tau alasan nya.. "

Abel menunduk tak berani menatap mata Bastian, jujur saja orang yang paling ia takuti di Mansion bukanlah ayahnya melainkan Bastian. Orang yang lebih ramah dan terlihat baik di luar lebih kejam didalam.

Bastian terlihat menghela nafas dengan wajah kecewa ia mengusap wajahnya kasar, apakah sudah sebegitu benci nya Vano padanya dan juga ayahnya?

"Hm oky, masuk ke kamarmu ini sudah malam."

Abel tidak bergerak dari tempat nya ia menatap Bastian cukup lama.

"Bang, gue bisa bantu lo buat baikan sama Vano,"

Bastian mengerutkan kening nya ia menatap Abel dengan wajah yang sulit untuk dijelaskan.

"Terserah kamu saja, abang akan ikut alur nya saja."

"Tapi ada syaratnya bang!"

Bastian sudah menduga nya, Abel bukan orang yang dengan senang hati membantu jika tidak ada maksud terselubung, ia tersenyum tipis menunggu syarat yang akan di ajukan oleh sang adik.

"Abang harus jawab pertanyaan gue dengan jujur, oky?"

Bastian terlihat kebingungan namun ia tetap mengangguk, sedikit penasaran dengan apa yang ingin adik nya ini ketahui.

"Ayah kenapa?"

Nada suara Abel seketika berubah menjadi serius ia menatap mata Bastian dengan tajam.

"Beberapa hari terakhir ini gue lihat ayah aneh, apa ayah sakit? Tadi juga gue liat wajah ayah pucat, jawab jujur bang."

"Ayah sakit“

"sakit apa?"

"Cuman sakit biasa, karena ayah kelelahan bekerja"

"Beneran?"

TRANSMIGRASI (GUE BUKAN VANO!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang