Jumat, 21 June 2024
'Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup lagi' Itu hanya aku yang dulu, Awan selalu khawatir aku akan melakukan hal nekat lagi seperti waktu itu. Karena hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 17 tahun aku akan memulai untuk hidup lebih baik lagi, aku akan mencoba untuk fokus pada apa yang harus kukejar dan perjuangkan. Sepertinya hari ini juga cukup baik, semoga saja Raul tidak akan datang kemudian mengganggu dan memaksaku untuk ikut jalan-jalan, apakah Raul ini suka memaksa dan gregetan orangnya?
"Halo, Karam," Aku menoleh saat suara seorang gadis memanggil dengan lembut, bukankah dia yang memberikan surat dari Mawar padaku tempo hari, aku tersenyum padanya dan dibalas juga olehnya. "Aku hendak memberikan ini untukmu" Katanya, aku menggapai surat yang ia sodorkan padaku.
"Dari Mawar" Seperti tahu kalau aku hendak bertanya ini dari siapa, gadis ini dengan cepat dan tanggap menjawab, aku mengucapkan terimakasih padanya yang langsung dibalas anggukan olehnya, kemudian dia permisi dan pergi. Aku sendirian lagi didalam kelas ini, sedikit sunyi dan tenang yang mungkin saja bersifat sementara.
Dan benar saja dugaan-ku. Raul datang dengan Babul dan langsung merubah suasana yang aku suka menjadi gaduh, padahal mereka hanya dua orang tapi suaranya sudah seperti satu kampung. Aku segera memasukkan surat dari Mawar kedalam tas, takutnya kedua manusia ini bertanya dan penasaran. Kan sudah terlihat olehku mereka ini sekelompok orang-orang kepo.
"Ayo berangkat, yang lain sudah lama menunggu" Ucap Raul yang sudah mengambil ancang-ancang untuk mendorong kursi rodaku.
"Kemana?"
"Jalan-jalan... "
Aku menghela napas berat, bukankah aku sudah mengatakan akan memikirkannya lagi bukan berarti aku setuju untuk ikut.
"Aku tidak ikut, kalian saja pergi. Kenapa Baron mengajakku?" Aku bertanya, mereka malah saling melempar pandangan.
"Sekalian merayakan ulang tahunmu, kan? Kapan lagi Baron bermurah hati."
"Ya, tapi aku tidak akan ikut. Ulang tahunku juga tidak perlu kalian rayakan."
"Lho? Ah sudahlah! Kita akan berangkat sekarang, Zayn sudah izin kepada kepala sekolah."
"Tapi-"
"Sshhttt!"
Kalau saja ada keajaiban datang untuk kaki-ku, aku akan melompat dari kursi roda ini dan berlari untuk menghindarinya. Raul akan menyapa setiap orang di koridor begitu juga dengan Babul, mungkin mereka bertanya-tanya aku hendak dibawa kemana. Beberapa orang ada yang berbisik kemudian tersenyum-senyum, apa mereka pikir aku akan menjadi bulan-bulanan lagi? Dan mereka senang akan hal itu, bisa jadi karena ekspresi wajahku yang tak menunjukkan senyuman.
Abang, Baron, Zayn, Janu, Panji, mereka semua sudah menunggu kami didekat gerbang sekolah. Aku melirik pada Pak Didin yang memberikan kami tatapan maut.
"Woy! Gerbangnya buka dong, kita semua mau keluar ini ada urusan penting!" Teriak Raul dengan songong pada Pak Didin, beliau yang tengah duduk itupun berdiri dan berjalan mendekat. Aku harap Pak Didin paham dengan situasi ini dan beliau akan menyelamatkanku dari mereka, aku juga memberikan sebuah tanda isyarat menggunakan tanganku untuk meminta pertolongan beliau.
"Mau kemana kalian ini? Jam pelajaran belum selesai sudah mau pada pulang. Bocah-bocah badeg iki!"
"Eh Pak! Urusan apa Bapak dengan kami? Toh, kami sudah mendapatkan izin, buka saja gerbangnya cepat!"
"Saya buka gerbangnya, asalkan kalian mau melepaskan Karam" Ucap Pak Didin menekan dan menunjuk wajah mereka satu-persatu.
Suasana tiba-tiba hening dan aku bisa melihat Baron dan Zayn saling melempar pandangan, seolah mereka memberikan kode satu sama lain dan paham apa yang harus mereka lakukan. Zayn dengan berani maju dan berhadapan dengan Pak Didin, drama macam apa ini? Tolong penulis dipercepat lagi karena aku sudah muak dengan banyaknya drama.
"Mungkin Bapak mengira kami akan melakukan hal buruk kepada Karam. Bapak salah besar, kami sudah saling memaafkan dan hari ini kebetulan adalah hari ulangtahun Karam. Jadi, kami semua sepakat untuk mengajaknya jalan-jalan sekalian merayakan ulangtahunnya" Kata Zayn panjang lebar, astaga aku ingin mati saja rasanya, mereka terlalu memaksa.
"Betul itu, Ram?" Pak Didin bertanya Padaku.
"Sebenarnya-"
"Benar itu, Pak. Saya kakaknya dan hari ini Karam memang sedang berulangtahun."
Abang ini, aku belum menyelesaikan perkataan-ku sudah ia potong saja. Pak Didin diam untuk beberapa detik kemudian menatapku dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan, beliau menghela napas dan mulai membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu.
"Baiklah kalau begitu, jangan apa-apakan Karam! Kalian sudah mulai dewasa pasti tahu mana hal baik dan buruk" Ucap Pak Didin setengah mengancam.
"Siap, laksanakan!"
Pak Didin? Bapak tidak melihat isyarat yang aku berikan tadi? Gerbang dibuka dengan lebar, perasaanku tiba-tiba menjadi takut. Kalau memang hanya untuk sekedar jalan-jalan seharusnya tidak apa-apakan? Ini bukan sebuah jebakan atau apapun itu, semuanya akan baik-baik saja dan setelah semuanya selesai aku akan pulang kerumah dan beristirahat.
Keluar dari gerbang sekolah kami menunggu sekitar sepuluh menit untuk mobil jemputan datang, mobil apa ini? Toyota Alphard? Ini terlihat mewah dan pasti mahal, pemiliknya mungkin antara Baron dan Zayn. Tapi tunggu, kenapa supirnya turun? Aku masuk yang dibantu dengan Abang dan lagi-lagi Janu, jujur aku geli dekat-dekat dengan manusia bernama Janu ini.
Lho? Zayn akan menyetir mobil? Ya, terserahlah. Sepertinya ini memang tidak bisa dihindari, aku menatap keluar jendela dan melihat beberapa burung terbang dengan bebas, mungkin aku juga akan seperti mereka. Langit begitu cerah dan orang-orang sepertinya juga bahagia, apakah ada yang sama sepertiku? Takut, aku tidak mengerti apa yang sedang aku takutkan saat ini.
Pikiranku hanya satu, aku ingin segera pulang dan beristirahat dengan tenang. Telingaku lelah mendengar mulut Raul yang terus menggebos Babul dan tidak ada balasan dari sang empu, aku rasa Babul juga sudah lelah meladeni manusia banyak omong ini.
Ada apa? Kenapa mereka yang ada didalam mobil ini tiba-tiba memakai masker secara bersamaan? Bau apa ini? Seperti bau zat aseton dan ini begitu menyengat. Aku mengulurkan tanganku supaya Abang memberikan masker juga untukku, tapi respon macam apa ini? Kenapa?
"Bul, tidak ada masker lagi?" Aku bertanya pada Babul yang memeluk makanannya erat, Babul tidak menjawab dan seolah mereka mengabaikan ku. Mendadak kepalaku pusing, apa yang sebenarnya terjadi? Bohong kah maaf mereka padaku tempo hari, aku dibodohi? Aku sedang dijebak? Lalu, kemana mereka akan membawaku.
"Kalian... kenapa melakukan ini padaku?" Aku bertanya.
Satu mulut pun tidak ada yang menjawabnya. Gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lumpuh || Masa Revisi
Short Story[JANGAN DICOPY, HARGAI PENULISNYA] Bagi Karam, dirinya bagai manusia yang lahir kembali dengan keadaan cacat. Seumur hidup dihabiskan dengan duduk pada kursi roda, itu menyedihkan. Dalam mimpinya ketika tertidur, Karam selalu melihat dirinya mengena...