Aku tidak bisa memastikan dimana, yang jelas tubuhku dengan gampang mereka lempar. Kain kembali mereka buka dan langit sudah gelap tanpa ada bintang-bintang yang menghiasinya, aku kesulitan untuk bangun karena posisiku sekarang telentang dengan tangan yang masih terikat. Sepertinya kami sedang menaiki sebuah bowrider dan hanya ada aku, Abang, Baron, dan Zayn saja.
Zayn berdiri dan menatapku tajam, kemudian ia menginjakkan kakinya yang dibalut sepatu kotor itu pada dadaku, aku memekik dan menyuruh Zayn untuk berhenti melakukannya, tapi dia malah tertawa seperti orang kesetanan lalu berjongkok dan menekan luka di wajahku, asu.
"Kita akan kemana? Biarkan aku pulang saja" Tubuhku terasa lemas, mereka bahkan tidak memberikan air untuk aku minum, badanku rasanya sakit semua.
"Kau belum paham juga? Kita ini sedang mengantarmu untuk pulang."
Mengantarkan aku untuk pulang? Tempat pembuangan sampah? Aku menghela napas dan menutup mataku supaya hatiku sedikit lebih tenang. Aku rasa semakin jauh dari daratan, tak lama kemudian bowrider yang kami tumpangi berhenti—perlahan aku membuka mataku dan ada tiga wajah yang menatapku tajam. Satu orang yang selama ini tumbuh bersamaku di rumah yang sama dan sosok yang aku harap akan berubah dan mau memperbaiki hubungan persaudaraan yang sudah lama merenggang.
"Selamat ulangtahun, selamat menghadapi kematian yang paling menyedihkan" Ucap Abang dan menyentuh wajahku kemudian mengoleskan darah dari sana ke wajahnya sendiri, mereka tersenyum.
"Begitu kau mati dan bertemu dengan Mama, jangan ceritakan perbuatanku padamu dengannya, mengerti?" Aku tak menjawab apapun, aku menatap bulan yang membentuk sempurna itu.
Aku pasrah, mereka bertiga melemparkan tubuhku ke air, dingin bercampur dengan perih. Ternyata ini yang dimaksud dengan merayakan ulang tahunku dan ini juga hadiah dari mereka, aku mencoba melepaskan tali yang tak mereka lepaskan begitu erat, aku sulit menggerakkan kaki ini. Tak mungkin aku hanya pasrah dan tidak mencoba untuk menyelematkan diriku sendiri.
Tubuhku semakin tenggelam dan ini benar sunyi, gelap, dan mengerikan. Dalam hidupku tak pernah menyangka akan menghadapi sebuah kematian seperti ini, air laut begitu dingin menusuk tulang dan aku mulai kehabisan tenaga untuk bergerak.
Aku menyerah, aku akan mati dalam kekelaman laut pada malam hari, di hari yang paling istimewa dalam hidupku, hari kelahiranku sendiri.
Aku memejamkan mata sesaat dan membukanya lagi perlahan, ada rasa takut juga, pikiranku membawakan setiap momen indah saat aku masih dipermukaan tanah. Setiap momen itu adalah ketika aku masih kecil dan suka membayangkan betapa indahnya ketika dewasa nanti, sebuah keluarga kecil yang nampak harmonis, senyuman kedua anak kecil yang begitu tulus dan belum mengerti bagaimana dunia ini sebenarnya. Semuanya muncul begitu saja, penuh kerinduan mendalam.
Awan sahabatku, alam mungkin akan menyampaikan suara dari dalam laut ini kepadamu. Kau adalah sahabat terbaik yang hadir dalam hidupku sampai hari ini, gelang yang kau berikan hari itu tidak aku lepaskan dan sebuah tali mengikatnya lebih kuat lagi, terimakasih sudah menyelamatkan hidupku saat duniaku hancur. Kau harus bahagia bersama dengan ibumu dan aku juga akan bercerita kepada pahlawanmu disini, pasti dia sangat bangga jika aku menceritakannya.
Mawar, aku kirim pesan ini lewat segerombolan ikan-ikan kecil yang cantik. Maaf, aku tak pernah jujur dengan perasaanku kepadamu ketika dunia masih memberiku kesempatan, sekarang aku sangat menyesal. Jangan mencari atau kembali untuk menemuiku karena kau tidak akan pernah mendapatkannya, hiduplah bahagia bersama keluarga dan teman-temanmu disana, jangan menunggu balasan surat dan cinta dariku karena aku disini akan selalu mencintaimu, carilah yang lebih baik dan sempurna, yang mencintai dan menyayangimu dengan tulus. Tetaplah tersenyum dan menjadi gadis ceria, aku selalu mencintaimu, ikan-ikan ini akan berenang ke laut Karawang untuk menyampaikannya.
Lalu aku merasakan sebuah pelukan kerinduan, ada yang memelukku di dalam laut dingin ini dan telingaku bisa jelas mendengar suara yang tak asing, si Pemeluk bersuara berbisik.
"Pulang, mereka ingin kau mati dan hilang."
"Aku tak pernah menyangka akan pulang dengan cepat."
"Lebih baik kau pulang, orang-orang di bumi terlalu kejam."
"Mawar tidak pernah tahu cintaku, Awan akan kehilangan dengan rasa yang sama seperti dulu."
"Inilah takdirmu,"
"Apakah aku selalu menyerah selama hidupku? Perjuangan untuk sebuah mimpi tak pernah aku merasakannya."
"Kau sudah berjuang, kau tak pernah menyerah. Jangan kecewa, kau sudah memiliki kisah hidup yang baik, mungkin manusia berpikir akan berakhir dengan indah. Padahal mereka akan menghadapi kematian yang selama ini mereka takutkan, mereka tak pernah tahu akhirnya akan dimana, entah neraka ataupun surga."
Yang tadi memeluk kini perlahan pelukannya menghilang, aku merasa sendiri lagi. Harapan hidup juga sudah tidak ada, memang benar aku akan mati yang disaksikan oleh seluruh penghuni laut. Ini bukan kematian sederhana, ada penyesalan dan rasa kecewa. Penyesalanku belum mengatakan kepada Mawar bahwa aku sangat mencintainya dan merindukannya, rasa kecewa dan sakit hati kepada kakak kandungku sendiri, semoga tidak ada yang sama sepertiku.
Ini pasti sebuah ilusi, karena aku mendengar suara Mama yang sedang menasehati Abang; suara Awan dengan Bu Dyah; suara Mawar yang halus dan kemudian tergilas oleh suara musik nyaring. Itu semua perlahan menghilang, lalu muncul kelebatan wajah Awan dan matanya yang menatapku begitu sendu. Lantas muncul kelebatan wajah Mawar yang terlihat penuh kekecewaan.
Mereka menginginkan kematianku, maka aku akan mati hari ini di hari ulang tahunku sendiri dan mereka ingin aku menghilang, maka biarlah jasadku tidak pernah ditemukan biar tak usah dikubur dalam tanah dan diberi nisan, takut mereka mengingat aku pernah hidup.
Setelah lama aku melayang-layang menuju dasar, akhirnya tubuhku berdebam di antara karang dan rumput laut. Untuk seluruh penghuni laut yang mendengar suaraku. Aku telah mati: seperti namaku, aku berakhir karam disini untuk selamanya. Aku mati dalam kesunyian laut malam dibawah rembulan yang bersinar terang di atas sana. Ini sebuah kematian mengenaskan yang terjadi padaku.
Cahaya terang datang menyilaukan, aku selalu bertanya-tanya tentang siapakah si Pemeluk ini? Dan apakah mereka akan menyesal telah menghilangkan nyawa seseorang, ini kenyataannya. Ikan-ikan kecil berdatangan mengerumuni ku yang sudah tak bisa berbuat apa-apa, inilah tempatku yang akan menjadi kuburan ku, sepertinya ikan-ikan ini penasaran dengan bagaimana bisa aku sampai pada rumah mereka.
Aku yang penuh luka dan darah, ikan-ikan ini menciumku. Aku akan menceritakan kepada mereka tentang apa yang terjadi dan bagaimana aku berakhir disini, alam akan menyampaikan suaraku yang butuh keadilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lumpuh || Masa Revisi
Short Story[JANGAN DICOPY, HARGAI PENULISNYA] Bagi Karam, dirinya bagai manusia yang lahir kembali dengan keadaan cacat. Seumur hidup dihabiskan dengan duduk pada kursi roda, itu menyedihkan. Dalam mimpinya ketika tertidur, Karam selalu melihat dirinya mengena...