Hari itu terasa berbeda di Forks. Langit yang biasanya mendung, kelabu dan diselimuti kabut kini cerah, dengan sinar matahari yang menyinari kota kecil itu untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu. Udara terasa segar dan hangat, dan [Name] membuka jendela kamar lebar-lebar, menikmati hembusan angin sejuk yang membawa aroma pinus tanpa sedikit pun jejak 'polusi bau vampir.'
'Seperti udara bersih dari dunia lain,' pikir [Name] sambil menghirup napas dalam-dalam. Forks di hari yang cerah ternyata jauh lebih menyenangkan daripada yang dia kira, terutama ketika aroma vampir lenyap sepenuhnya. Ia bahkan tidak perlu menahan napas atau mengernyit sepanjang waktu.
Hari itu, Bella sudah berpamitan sebelumnya, memberitahu [Name] bahwa dia akan pulang agak larut karena mau jalan-jalan ke kota untuk mencari gaun prom bersama teman-temannya. Jadi, [Name] memiliki satu hari penuh tanpa gangguan apa pun, dan dengan perasaan bebas yang jarang ia alami, ia memutuskan untuk menghabiskan hari dengan membereskan rumah.
Tentu saja, ia sempat berpura-pura 'kurang enak badan' ketika Bella menawarkan untuk menemaninya ke sekolah. "Aku mungkin agak demam hari ini," katanya pada Bella tadi pagi, dengan ekspresi wajah yang ia buat-buat.
Bella mengerutkan dahi, tapi akhirnya mengangguk. "Semoga cepat sembuh, [Name]. Jangan lupa minum air dan istirahat, ya," ujarnya dengan penuh khawatir, lalu pergi setelah memastikan bahwa [Name] memiliki segalanya yang ia butuhkan.
Begitu Bella menutup pintu, [Name] langsung berputar ke dapur dan mulai mengatur peralatan bersih-bersih. "Seorang iblis sakit? Pfft," gumamnya sambil tertawa kecil. Ia menggeleng, merasa geli sendiri dengan kebohongan konyol yang harus ia ucapkan tadi pagi. Sebagai iblis, tentu saja ia tidak bisa merasakan penyakit atau demam seperti manusia biasa. Tapi, alasan 'sakit' itu sangat berguna untuk membebaskannya dari aktivitas sekolah yang membosankan.
[Name] pun mulai bekerja. Dia memutuskan untuk memulai dari dalam rumah, membersihkan setiap sudut dan celah yang ada, mengelap kaca jendela hingga bersih berkilau, menyapu dan mengepel lantai hingga permukaannya tampak seperti cermin. Setelah sekitar satu jam, rumah itu sudah terasa seperti rumah baru, harum dan segar. Dia lalu memandang puas hasil kerjanya sebelum melangkah keluar untuk membereskan halaman.
Saat di halaman depan, [Name] menyapu daun-daun yang berguguran dan mulai memangkas rerumputan liar yang tumbuh di sepanjang pagar. Forks mungkin kota kecil, tetapi halaman rumah-rumah di sini cukup luas. Dan yang mengejutkan, pekerjaannya yang cekatan menarik perhatian para tetangga.
Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh baya yang tinggal di rumah sebelah keluar sambil melambai-lambai ke arahnya. "[Name], kau kelihatan sibuk sekali hari ini!" Sapa wanita itu dengan ramah. "Bolehkah aku minta bantuanmu? Mesin pemotong rumputku sedang rusak, dan aku tidak tahu bagaimana harus memperbaikinya."
[Name] hanya tersenyum ringan, menanggapi dengan ramah. "Tentu saja, Bu. Saya akan lihat mesinnya," jawabnya. Wanita itu mengangguk dengan lega dan membawa [Name] ke halaman rumahnya, di mana mesin pemotong rumputnya berdiri dalam kondisi tak berdaya.
Dengan mudah, [Name] memperbaiki mesinnya, dan dalam sekejap mesin itu kembali berfungsi seperti sedia kala. Sang tetangga berterima kasih dengan sangat antusias, menawarkan kue-kue yang baru dipanggang sebagai gantinya. [Name], meskipun bukan penggemar makanan manusia, menerima tawaran itu dengan senyuman.
Tapi tidak berhenti di situ. Ketika tetangga lain melihat apa yang terjadi, mereka juga mulai mendekat, meminta bantuan [Name] untuk berbagai pekerjaan rumah tangga mereka. Ada yang minta tolong membersihkan selokan, ada yang minta rumput liar dibersihkan, dan ada yang bahkan minta bantuan untuk memindahkan pot-pot tanaman besar di taman mereka.
[Name] menerima semua permintaan itu dengan senang hati. Baginya, ini adalah hiburan yang lebih baik daripada tinggal di rumah sendirian atau berurusan dengan para vampir. Dia membersihkan, memperbaiki, dan mengatur halaman-halaman tetangga tanpa keluhan sedikit pun, membuatnya merasa seperti butler profesional seperti di masa-masa bersama Sebastian, si kakak sialan yang mungkin tidak pernah ia akui, tapi dia sayangi-nya itu.
---
Siang itu, [Name] berdiri di taman belakang rumah salah satu tetangga, membersihkan dedaunan yang jatuh dari pohon besar di sana. Ia sedang sibuk ketika seorang anak kecil tiba-tiba muncul di dekatnya, menatap dengan mata besar dan penuh rasa ingin tahu. "Kau siapa? Kenapa kau suka bersih-bersih?" Tanya anak itu polos.
[Name] menatap anak itu, sedikit bingung namun kemudian tertawa kecil. "Kau tau, ini.. yah, semacam pekerjaan sukarela," jawabnya sambil menepuk pundak nya, menghilangkan debu yang menempel.
"Kenapa sukarela? Apa kau tidak lelah?" Anak itu mengernyit, seolah tidak memahami konsep bekerja tanpa bayaran.
[Name] tersenyum, merasa lucu melihat ekspresi serius anak itu. "Aku tidak pernah lelah. Dan juga, ini lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa," jawabnya lagi dengan nada ringan.
Anak itu mengangguk, meski mungkin tidak sepenuhnya paham. Setelah berpikir sejenak, ia bertanya, "Kau itu, seperti superhero ya?"
[Name] terdiam sejenak, lalu tertawa terbahak-bahak. "Superhero, ya? Aku tidak yakin kalau aku cocok dengan sebutan itu," gumamnya sambil tersenyum kecil, teringat kehidupannya sebagai iblis.
Saat sore hari menjelang, [Name] akhirnya kembali ke rumah dengan tubuh yang, yang biasa saja, tapi ada kepuasan tersendiri saat melihat lingkungan sekitar bersih. Semua halaman tetangga tertata rapi, dan rumah Charlie sendiri mengkilap dari luar sampai dalam. Dia berdiri di depan rumah, menghirup udara sore yang segar, merasa puas dengan pencapaiannya hari itu. "Seandainya setiap hari cerah seperti ini dan para vampir tidak keluar dari rumah mereka," gumamnya pada dirinya sendiri, tersenyum sinis. "Mungkin aku bisa bertahan tinggal di sini lebih lama."
Ketika senja mulai turun, [Name] kembali masuk ke rumah dan duduk di kursi ruang tamu, merasa lega. Hari itu telah menjadi hari yang panjang, tetapi dia menikmatinya. Tidak ada aroma menyengat vampir, tidak ada tatapan penasaran dari keluarga Cullen, dan tidak ada kejadian-kejadian aneh lainnya. Hanya hari yang tenang dan penuh dengan kegiatan yang bisa dibilang 'manusiawi.'
Namun rasa penasaran [Name] muncul karena tidak ada tanda-tanda Bella akan pulang. Ia menyempatkan melihat jam di dinding dan sedikit bergumam pada dirinya sendiri, "Dia belum pulang sampai sekarang? Jangan-jangan terjadi sesuatu."
Ketika dia sedang bersiap untuk keluar rumah dan mencari Bella, tiba-tiba pintu rumah terbuka dan Charlie muncul di ambang pintu. Namun, sebelum [Name] sempat menyapanya, Charlie malah tampak terburu-buru dan kembali menutup pintu di belakangnya tanpa berkata apa-apa. "Eh.. halo juga, Pak Polisi," gumam [Name] pada dirinya sendiri sambil melihat ke pintu yang tertutup.
Baiklah, sepertinya ini saat yang tepat untuk mencari Bella, pikir [Name]. Sebagai adik dari seorang butler seperti Sebastian, ia tahu betul bagaimana menjaga keamanan seseorang yang berada di bawah pengawasannya.
Ia segera mengenakan jaketnya, mengikat rambutnya, dan tanpa basa-basi, melangkah keluar dari rumah dengan cepat, siap untuk menyusuri kota Port Angeles demi menemukan Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal With the Devil [Twilight Saga x Reader]
FanficKetika [Name] Michaelis membuka mata, ia mendapati dirinya jauh dari istana kelam yang biasa ia sebut rumah-terlempar ke dunia aneh penuh manusia fana. Tak ada tanda-tanda kakaknya, Sebastian, atau pun kehidupan iblis yang penuh intrik. Sebaliknya...