Carlisle

332 53 2
                                    

Di ruang kerjanya yang sunyi, Carlisle duduk di kursinya yang empuk, berpikir dalam-dalam. Pikirannya tidak sepenuhnya ada di sini, melainkan berkelana pada sosok yang begitu unik, begitu asing, namun begitu menarik, yaitu [Name].

Pertemuan pertama mereka masih segar di benaknya, seperti baru saja terjadi kemarin. Hari itu ia hanya mengira bertemu seorang teman Bella yang sedang menjenguknya, seseorang yang mungkin hanya sekilas akan ia lupakan seperti manusia-manusia yang lain. Namun, begitu melihat [Name] di lorong rumah sakit, aura aneh yang tidak bisa ia pahami langsung terasa. Ada yang berbeda. Seperti ada energi asing, suatu kehadiran yang membuat Carlisle secara alami merasakan kewaspadaan.

Tatapan mata [Name] begitu tajam dan menusuk, seolah langsung bisa melihat jauh ke dalam diri Carlisle. Satu hal yang tidak pernah ia alami dari manusia lain. Tatapan itu bukan sekadar tatapan biasa. Di sana ada rasa sinis yang terpancar tanpa kata, namun juga sebuah ketenangan yang tidak dapat diabaikan. Sesuatu di dalam dirinya, sesuatu yang bahkan ia sendiri tidak bisa jelaskan, tertarik oleh kehadiran makhluk ini.

Dari situ, rasa penasaran itu perlahan tumbuh. Sebagai dokter, Carlisle sudah terbiasa menghadapi pasien manusia dari berbagai latar belakang dan kepribadian, tapi tidak pernah ia merasa tertarik seperti ini sebelumnya. [Name] bukanlah makhluk biasa, bahkan ia ragu apakah dirinya bisa menganggap sosok itu sebagai 'manusia'. Carlisle tidak bisa mengabaikan bahwa ada sesuatu yang jauh lebih dalam di balik topeng sinis dan pandangan penuh penghinaan pada vampir yang sering kali ditunjukkan oleh [Name].

Waktu berlalu, dan semakin sering mereka bertemu, semakin ia tidak bisa menahan perasaan yang tumbuh di dalam dirinya. Carlisle tidak tahu kapan tepatnya perasaannya ini mulai berubah dari sekadar rasa penasaran menjadi sesuatu yang lebih dalam. Awalnya ia mencoba mengabaikannya, menganggap itu semua hanya sebagai sebuah rasa ingin tahu yang biasa. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa ingin tahu itu berubah menjadi kekaguman, meskipun ia enggan mengakuinya.

Di satu sisi, Carlisle tahu betul bahwa [Name] memiliki kekuatan yang jauh lebih besar daripada dirinya. Fakta bahwa [Name] dengan begitu mudah memandang rendah vampir menunjukkan betapa ia sangat percaya diri dengan kekuatan dan kehebatannya. Carlisle menganggap bahwa kesombongan itu mengganggu, namun di sisi lain, ia tak bisa menampik bahwa ada daya tarik tertentu di balik sikap angkuh [Name].

Namun, ada juga kebingungan yang timbul dari ketertarikannya ini. Carlisle adalah vampir yang hidup dengan prinsip kuat, selalu berusaha menjalani kehidupan yang damai, penuh kendali diri, dan menjaga jarak dari kekuatan gelap. Tapi, [Name] adalah kebalikannya. Sosok itu tidak berusaha menjadi baik, tidak menyembunyikan fakta bahwa ia adalah makhluk yang menakutkan, seorang iblis, dengan segala kejahatan dan kekuatannya. Carlisle tahu betul bahwa sosok ini tidak pantas baginya, bahkan mungkin tidak layak untuk didekati. Namun, justru itulah yang membuatnya semakin tertarik. Ada sesuatu di dalam dirinya yang menginginkan ketegangan, daya tarik pada misteri dan ketidakterdugaan yang [Name] tawarkan.

Sering kali, Carlisle merasa jantungnya yang beku ini berdebar saat [Name] berada di dekatnya, bahkan jika ia tahu betul bahwa jantungnya tidak lagi berdetak. Setiap kali mereka berbicara, bahkan dalam obrolan singkat atau sekadar bertukar pandangan, ada ketegangan yang sulit dijelaskan, yang membuat Carlisle ingin mengenal lebih dalam sisi tersembunyi dari sosok ini. Ia tidak tahu kenapa, tapi ia mendapati dirinya tersenyum kecil setiap kali mengingat percakapan mereka yang penuh dengan sindiran dan sarkasme.

Di sisi lain, ada rasa malu yang begitu mendalam. Carlisle bukanlah tipe yang mudah mengekspresikan perasaannya, apalagi untuk sesuatu yang tidak seharusnya ia rasakan. Setiap kali rasa itu muncul, ia selalu bertanya-tanya, "Apa yang sebenarnya aku rasakan?" Ia tahu bahwa hubungan dengan [Name]—seorang iblis—akan menjadi sesuatu yang rumit dan penuh rintangan, namun entah kenapa hal itu justru membuatnya semakin tidak bisa melepaskan perasaannya.

Lebih dari sekali ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanya fase, bahwa perasaan ini akan hilang dengan sendirinya. Namun, semakin keras ia berusaha mengabaikannya, semakin dalam perasaan itu tumbuh. Setiap kali ia memandang [Name], setiap kali ia melihat tatapan sinis dan senyum mengejeknya, ia merasa jantungnya seolah-olah ingin berdebar lagi, mengingatkannya pada perasaan yang selama ini sudah ia pendam sejak menjadi vampir.

Carlisle mendapati dirinya berpikir, "Apakah mungkin, di balik semua kesombongan dan arogansi itu, ada sesuatu yang lebih?" Ia ingin percaya bahwa ada sisi lain dari [Name], sesuatu yang mungkin tidak disadari atau sengaja disembunyikan di balik sikap angkuh dan penuh harga diri. Ada rasa ingin melindungi, perasaan yang jarang ia alami. Meski ia tahu bahwa [Name] jelas tidak memerlukan perlindungan darinya, ia merasa ada sesuatu di sana yang perlu dipahami, sesuatu yang ingin ia dekati, meskipun berbahaya.

Namun, saat mereka berada di hutan bersama, hanya berdua, Carlisle merasakan kedamaian yang aneh. Di tengah semua kebingungan dan rasa bertentangan yang ia rasakan, momen itu membuatnya merasa tenang. Melihat sisi lembut [Name] yang jarang muncul, meskipun mungkin hanya untuk sesaat, membuatnya semakin yakin bahwa ada lebih dari sekadar iblis yang sinis dan arogan. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang indah namun sulit untuk dijangkau.

Dan kini, di sinilah Carlisle, seorang dokter yang penuh dengan prinsip moral yang teguh, jatuh dalam kebingungan emosional yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Ia tidak tahu apakah perasaannya ini salah atau benar, namun ia tahu satu hal. Bahwa[Name] telah mengguncang dunianya dengan cara yang tidak pernah ia bayangkan.

Dirinya sangat ingin mendekat, namun di sisi lain ada perasaan gengsi yang menahannya. Bagaimana mungkin ia, Carlisle Cullen, tertarik pada seorang iblis? Setiap kali dia berusaha membahas hal ini dalam pikirannya, ia selalu merasa malu pada dirinya sendiri. Mungkin ini hanya sebuah kesalahan, sebuah fase yang akan berlalu. Namun, semakin keras ia mencoba melupakan, semakin dalam perasaan itu tumbuh.

Akhirnya, Carlisle tersenyum kecil dalam kebingungannya. Ia tidak tahu apakah ia akan pernah mengerti perasaan ini, atau apakah ia akan memiliki keberanian untuk mengakuinya. Namun, satu hal yang ia tahu pasti, saat berada di dekat [Name], ia merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan selama hidup abadi yang panjang ini. Sesuatu yang membuatnya merasa hidup, meski jantungnya tak lagi berdetak.

Deal With the Devil [Twilight Saga x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang