Demons - 12

322 61 1
                                    

Edward menyetir mobilnya dengan kecepatan yang konstan. Di sampingnya, Bella duduk dengan penuh antisipasi, sesekali melemparkan pandangan malu-malu pada vampir laki-laki itu. Sementara di kursi belakang, [Name] duduk tenang, matanya tajam memperhatikan setiap gerak-gerik Edward, seolah tidak mau kehilangan satu pun momen.

[Name] benar-benar tidak merasa nyaman, bahkan bisa dibilang sebal dengan situasi ini. Duduk di belakang vampir yang selalu menganggap dirinya begitu berkelas dan sok misterius hanya membuatnya semakin ingin menjitak kepala batu itu. Namun, ia menahan diri, mengingat ini adalah permintaan Charlie untuk menjaga Bella.

Sesekali, ia mengeluarkan gumaman sarkastik untuk mengisi suasana. "Jadi, ini yang namanya pacaran, ya?" Ujarnya, nyaris tanpa jeda. Edward hanya meliriknya lewat spion, jelas menunjukkan ketidaksenangan, namun tak berkata apa-apa.

"Oh, maaf kalau aku sedikit mengganggu suasana romantis kalian," lanjutnya dengan nada sok polos. "Lagipula, Charlie sudah titip pesan. Aku tak mungkin membiarkan Bella hanya pergi begitu saja bersama.. yah, kau tahu maksudku bukan?" Sementara Bella hanya tertawa kecil, mengira itu hanya candaan biasa.

Edward menggertakkan gigi sejenak, tapi berusaha tetap tenang. Bella pun terlihat tidak menyadari ketegangan di antara mereka. Baginya, kehadiran [Name] hanya menambah rasa aman di tengah perasaannya yang gugup.

Akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah besar di tengah hutan. Rumah itu begitu megah dan elegan, tampak mencolok di antara pepohonan yang rapat. Mereka bertiga keluar dari mobil dan berjalan menuju dapur, di mana Emmett, Rosalie, dan Carlisle telah menunggu sambil memasak. Pemandangan dapur dengan para vampir yang mencoba memasak tampak begitu aneh namun.. unik di mata [Name].

'Vampir masak? Ini baru hiburan gratis yang tak pernah kusangka,' pikir [Name] sambil menahan tawa. Ia berdiri di belakang, hanya mengamati dengan dirinya yang sangat terhibur.

Emmett yang ramah segera menyapa Bella dengan hangat, sementara Rosalie masih menunjukkan sikap dingin. Carlisle yang elegan tersenyum menawan seperti biasa, menyambut Bella dengan ramah, dan sesaat kemudian Alice dan Jasper muncul untuk ikut menyapa. Semua berjalan dengan damai. Damai adalah sebuah kata yang sangat lucu untuk [Name] sekarang ini.

Namun, di saat Edward dan Bella pergi untuk melihat-lihat rumah dan yang lainnya pergi entah ke mana, tinggallah Carlisle dan [Name] yang kini berdiri berdua di dapur. Sejak tadi, iblis itu masih menahan tawanya katena melihat vampir-vampir ini berusaha keras menciptakan suasana normal di tengah aroma busuk darah yang begitu kuat di hidungnya.

Tak mampu menahan dirinya lagi, [Name] berjalan mendekati meja dapur, melirik masakan yang belum selesai, lalu menghela napas panjang. "Hmm, menarik," ujarnya, sarkastis sambil menatap Carlisle. "Kalian, para vampir, mencoba memasak makanan manusia. Serius?"

Carlisle, yang menyadari sarkasme dalam suara [Name], hanya mengangguk dengan senyuman nya yang biasa. "Ini hanya untuk menunjukkan rasa hormat kami kepada Bella."

[Name] tersenyum miring. "Aku bisa bilang kau benar-benar berdedikasi untuk itu. Tapi, serius, masakan seperti ini?" Ia mendekati panci lalu mencicipi rasanya, dan oh ini adalah pertama kalinya dalam puluhan ribu tahun di hidupnya, ia merasa penyesalan yang mendalam. Dengan cepat, ia menambahkan beberapa bumbu-bumbu, membuat Carlisle tertegun melihat betapa terampilnya gerakan wanita itu di dapur. Dalam sekejap, aroma masakan menjadi lebih menggugah selera, meski [Name] tetap merasa jijik dengan baunya.

Setelah itu, ia mulai merasa tidak tahan lagi dengan aroma rumah ini, yang penuh dengan bau 'busuk' khas para vampir. Tanpa berkata apa-apa, ia berjalan keluar, menuju balkon di lantai atas untuk menghirup udara segar. Carlisle yang merasa penasaran, mengikuti di belakangnya.

Saat mereka sampai di balkon, Carlisle menatap [Name] dengan tatapan ingin tahu. "Kau tampaknya tak terlalu peduli pada keberadaan kami di sini," ujarnya tenang.

[Name] tertawa kecil. "Peduli? Tentu saja tidak," jawabnya sinis. "Kalian ini apa, cuma vampir. Makhluk yang hidup dengan darah busuk dan berbau tak sedap. Bagiku, kalian bahkan bukan ancaman."

Carlisle mengangkat alisnya, sedikit tersinggung dengan ucapan [Name]. "Aku tahu kau berbeda, bahkan mungkin lebih kuat dari kami. Tapi bukankah terlalu sombong menyebut kami tak berbahaya?"

[Name] memutar bola matanya dan mendekat ke Carlisle hingga menyisakan beberapa inci antara badan mereka. "Sombong? Kau bahkan tak tau siapa yang sedang kau ajak bicara." Dalam sekejap, ia mengulurkan tangannya, menyentuh dahi vampir itu. "Biar kuberi sedikit pelajaran tentang apa itu ancaman yang sebenarnya."

Sentuhan itu langsung membuat Carlisle terpaku. Dalam sekejap, ia 'melihat' ke dalam memori [Name], bayangan tentang kehidupan sang iblis selama puluhan ribu tahun yang penuh dengan kegelapan dan kekuatan tak terbayangkan. Dirinya bisa melihat kehancuran, kekuatan yang mampu memusnahkan tanpa ampun, dan kekuatan jahat yang jauh melampaui apa yang pernah ia bayangkan.

Carlisle terhuyung ke belakang, terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya. Ia tak pernah melihat sesuatu yang sedemikian menakutkan, bahkan dibandingkan dengan segala horor yang pernah ia temui sebagai vampir. Setelah itu, ia menatap [Name] dengan pandangan yang penuh rasa hormat sekaligus kewaspadaan.

[Name] hanya tersenyum kecil, menatap Carlisle dengan tatapan dingin. "Sekarang kau tahu. Aku bukan hanya makhluk astral biasa. Aku iblis, Carlisle. Aku ada jauh sebelum kau, keluargamu atau bahkan vampir-vampir lainnya ada, dan aku telah melihat semua hal yang bahkan kau tak bisa bayangkan dalam mimpi terburukmu."

Carlisle tetap diam, mencoba mencerna apa yang baru saja ia saksikan. Untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa dia memang bukan apa-apa dibandingkan sosok iblis ini. Namun, entah mengapa, ada rasa kagum yang samar muncul di benaknya.

[Name] menarik tangannya dari dahi Carlisle, lalu mendesah dan menatap ke arah hutan yang sunyi di bawah mereka. "Dan itulah mengapa aku tidak takut pada vampir. Kalian bukan ancaman bagi kami, para iblis. Kau mungkin tak paham, tapi aku datang ke sini bukan untuk menakut-nakutimu. Aku hanya.. mengingatkan bahwa aku tak akan membiarkan Bella dalam bahaya."

Carlisle mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan rasa hormat yang baru saja muncul. Meski mereka makhluk yang berbeda, ia mulai mengerti bahwa [Name] adalah sosok yang berprinsip dan memegang kata-katanya. Ia pun menyadari bahwa [Name] benar-benar ingin menjaga Bella, dan itu membuatnya sedikit lega, meski ia masih merasa terancam oleh kekuatan iblis tersebut.

Mereka pun berdiri dalam keheningan, masing-masing dengan pikiran yang berbeda, menyadari bahwa malam itu adalah awal dari pengungkapan rahasia yang lebih besar. [Name], meski tak suka mengakui, merasa ada sesuatu dalam diri Carlisle yang membuatnya ingin menurunkan tembok pertahanan. Sementara Carlisle, di sisi lain, mulai menyadari bahwa ada sisi unik dari sosok iblis di depannya yang tidak hanya kuat, tapi juga penuh misteri.

Deal With the Devil [Twilight Saga x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang