Bab 24. Penjarahan

8 1 0
                                    

Malam itu salju turun lagi. Gerobak berjalan dengan lambat. Tessa tak tahu di mana wilayah yang akan mereka jarah. Namun, rasanya seperti sudah lama sekali mereka berjalan, tetapi wilayah tersebut tak kunjung terlihat. Kegelapan membuat jarak pandangnya sempit, berbeda dengan para werewolf yang mengelilinya. Ia sempat hendak menyalakan obor, tetapi para werewolf tersebut mencacinya. Kata mereka, gelap lebih baik. Obor malah akan membuat mereka silau.

Tessa terpaksa menurut. Sebab, kalau tidak, Ralph tak akan mengizinkannya ikut. Dan para makhluk buas itu bakal meninggalkannya.

Beberapa waktu yang lalu, Tessa berdebat dengan sang Alpha.

"Tidak boleh," tanggapan Ralph tegas saat Tessa mengutarakan kehendaknya untuk turut serta dalam tim penjarahan kali ini. "Kau masih bocah. Aku tak mau kehilangan peti emasku sia-sia."

Gadis itu merengut marah. "Aku tak meminta izin darimu."

"Kalau begitu, kenapa kau mengatakannya padaku?" Ralph tersinggung.

"Aku cuma mau memberimu informasi."

Ralph mengibaskan tangan. "Supaya aku melindungimu, kan? Kau takut mengendap-endap sendiri ke dalam tim, kemudian mati, entah oleh para werewolfku atau musuh. Kau berharap aku melindungimu."

Tessa mendecakkan lidah. "Aku bisa melindungi diriku sendiri."

"Omong kosong!" Ralph mendengkus. "Aku tak mau kau ikut dalam penjarahan kali ini. Mungkin bulan depan, saat Cora yakin kau sudah mengerti bakatmu. Kudengar kau menolak belajar dengannya."

Tessa menggigit bagian dalam pipinya. Ia memilih bungkam.

"Nah, itu dia masalahmu," Ralph melanjutkan. "Kau terlalu skeptis. Aku percaya naluriku. Kau memiliki bakat yang berguna untukku. Jadi, aku tak mau rugi."

"Baiklah, aku akan ikut penjarahan kali ini dengan imbalan belajar bersama Cora. Bukankah kau bisa menguji bakatku juga lewat ajang ini? Siapa tahu nalurimu salah dan aku mati kali ini," ujar Tessa dengan berani.

Ralph mendengkus-dengkus, seperti kuda yang sedang merajuk. Kakinya yang besar dientakkan ke tanah sampai-sampai kursi yang didudukinya bergetar. Ia persis seperti anak kecil yang enggan disuruh mandi tetapi harus. "Tidak tahukah seberapa berbahayanya di luar sana?"

Tessa menggeleng, tangannya bersekedap. "Justru itu. Aku akan buktikan bahwa aku layak kau hargai berpeti-peti emas."

Sang Alpha mendesah. Ia mengetuk-ngetukkan jemarinya ke lengan kursi sembari berpikir. "Oke," katanya akhirnya. "Kau boleh ikut tetapi sebagai tim pengumpul. Dan satu lagi, jangan mengacau. Kalau kau mengacau, lupakan semuanya. Aku tak butuh bakatmu lagi. Kau akan dieksekusi. Mengerti?"

Tessa memang ingin mengacau, batinnya ketika sudah bergabung ke dalam rombongan tim pengumpul. Ia tengah duduk di dalam gerobak bersama timnya. Tim itu hanya terdiri dari empat werewolf, dan semuanya merupakan wajah-wajah yang tak dikenal Tessa. Tiga diantaranya laki-laki. Luke dan Zev sudah berangkat lebih dulu, sementara Lyra mengemudi gerobak yang ditarik kuda-kuda. Dua pengawal Ralph ditugaskan untuk mengawasi aksi tersebut. Mereka diinstruksikan agar membunuh siapa pun yang kabur atau mencuri barang jarahan. Badan mereka besar-besar. Taringnya mengerikan, dan cakarnya setajam pedang. Kakinya juga tampak kokoh. Tessa yakin kepalanya bakal pecah jika terinjak oleh kaki-kaki itu.

Mereka dikenal sebagai duo algojo Ralph. Tak perlu diragukan lagi betapa patuhnya kedua algojo itu terhadap sang Alpha.

Saat mata Tessa terasa panas karena mengantuk, gerobak akhirnya berhenti. Mereka semua turun. Hampir semua wilayah yang mereka jarah keadaannya sama saja. Berantakan, bau darah, dan rusak. Namun, desa yang hendak mereka jarah kali ini tidak seburuk desa sebelumnya. masih ada sisa-sisa rumah yang berdiri kokoh, tembok perbatasannya pun tidah runtuh sepenuhnya. Sepertinya, penghuni desa ini baru saja mengungsi, atau mati.

Redemption of Fallen AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang