Bab 18. Wanita yang Dikecewakan

9 3 0
                                    

"Berusahalah agar tetap hidup," nasihat Zev saat Luke turun dari gerobak. Mereka tengah bersama rombongan tim yang hendak menjarah suatu daerah. Seperti yang sudah diketahui, mereka menjarah wilayah berkonflik. Banyak bahaya menghadang.

Sore tadi, Luke dipanggil menghadap Ralph sang Alpha. Cora secara langsung memberitahunya. Hal itu membuat Zev bertnya-tanya. Sebab, Cora tak pernah mau berurusan dengan para budak. Jika membutuhkan sesuatu, dia akan meminta mereka menghadapnya.

Luke mengikuti Cora yang membawanya keluar istal. Mereka berjalan dengan Cora lebih dulu. Luke sengaja menjaga jarak. Bukan berarti karena dia menghormati Cora, sebagaimana mestinya dalam kawanan tersebut. Hanya saja, Luke memiliki masa lalu dengan wanita itu.

"Apa kau tidak mau mengomentariku?" cetus Cora tanpa menoleh.

luke tahu dirinya yang ditanya. Sebab, tak ada orang lain di jalan itu. Tak ada yang akan mendengar Cora selain dirinya. Meski begitu, Luke memilih bungkam.

"Aku tahu kau pasti menilaiku buruk karena tidak konsisten," ujar Cora lagi.

Luke masih bungkam. Ia lebih tertarik dengan kerikil-kerikil yang diinjaknya ketimbang omongan wanita itu.

"Luke ...." Mendadak Cora berhenti. Luke juga turut menghentikan langkahnya, tetapi tidak mendongak.

"Kau marah padaku, ya?" tanya wanita itu.

Luke mendesah panjang. Ia menatap mata wanita itu sembari berkata, "Aku tidak peduli kau bergabung dengan Ralph atau tidak. Itu hakmu."

Wajah Cora sekejap kecewa, kemudian memerah karena marah. "Itu karenamu, asal kau tahu."

Luke mengedikkan bahu. "Kita sudah sepakat."

"Tidak!" Cora berseru. Tangannya mengepal. "Aku tak pernah mengkhianatimu. Kau yang pergi."

Luke mengibaskan tangan. Ia tak menyangka Cora bakal mendendam. Padahal segalanya sudah sesuai kesepakatan. Ia tidak berbohong maupun mengkhianati siapa pun. Cora pun tidak.

Mulanya adalah ketika Luke kabur dari kawanannya. Hidup di luar, sendirian, sebagai lone wolf membuatnya kesulitan. Ia kerap dijadikan sasaran oleh kelompok lain, juga para pemburu dan perampok. Hingga suatu hari, ia terluka cukup parah dan nyaris mati. Ketika bersembunyi di gua, Cora menemukannya.

Cora yang waktu itu adalah seorang anak luna yang diberkati. Dia menjadi harapan bagi klan, sekaligus alat politik sang ayah. Ia juga mengemban tanggung jawab yang besar, sehingga memilih untuk pergi saja dari klannya dari pada diatur oleh sang alpha. Namun, saat hendak kabur itulah, ia bertemu Luke. Ia membantu Luke merawat lukanya hingga sembuh. Bahkan pada masa-masa Luke mengalami siksaan heat, Cora membantu mengatasinya.

Pada saat itu, Luke sering kali berkata pada Cora bahwa dia tidak bisa menjanjikan apa pun. Dia juga tidak berniat menjadikan wanita itu sebagai pasangannya. Waktu itu, Luke pikir Cora mengerti. Jadi ketika Luke meninggalkannya di suatu pagi untuk mengejar informasi tentang artefak yang diincarnya, Cora merasa dikhianati.

Wanita tersebut lantas kembali ke kawanannya. Naasnya, ia malah mendapati ayahnya terbunuh. Tak hanya itu, sang pembunuh menemukannya dan menyadari kekuatannya. Ia dieksploitasi. Hal yang selama ini ia takutkan dari sang ayah. Ia jadi menyalahkan nasibnya kepada Luke.

Sebagai wanita, jujur saja Cora berharap Luke akan luluh. Pemuda itu bakal takhluk dan akhirnya menerima Cora lalu membangun keluarga kecil sendiri. Ia percaya, dengan bakatnya dan kekuatan Luke, mereka akan mampu mengatasi masalah. Namun, harapannya tak pernah terkabul. Luke meninggalkannya tanpa sepatah kata, seolah dirinya tak berharga sama sekali di mata pemuda itu.

Anehnya, sakit hati membuatnya bertahan ketika kawanan barunya memperlakukan Cora semena-mena sampai Ralph datang menjemputnya, menawarkan kejayaan padanya. Ralph memang mengekploitasi bakatnya, tetapi tidak dengan cara kasar. Ia tidak dikurung, tidak dipaksa, dan mendapat posisi bermartabat dalam kawanan.

"Aku tak mau bergabung dalam kawanan. Sebab, mereka akan mulai berharap banyak pada bakatku. Mereka bahkan akan menumpukan tanggung jawabnya padaku. Aku ingin bebas melakukan apa pun yang kumau tanpa beban," terang Cora saat dia dan Luke berpelukan dalam gua. Sisa-sisa percintaan yang memuaskan masih membuatnya mabuk. itu adalah waktu-waktu yang menyenangkan bagi Cora.

Namun, kini Cora seperti menjilat ludahnya sendiri. Jadi, ketika melihat Luke terkurung dengan seorang gadis di sisinya, perasaan Cora campur aduk. Ia pernah berada di posisi gadis itu. Ia cemburu, tetapi juga kasihan terhadap gadis itu. Waktu dua tahun seharusnya mampu membuat Cora lupa perasaannya pada Luke dulu. Namun anehnya, ketika mata lelaki itu mentapnya, debaran jantung itu masih ada. Rasa seperti tersetrum itu masih membekas. Ia merindukan perasaan itu. Meski kini ia bersama Ralph, Cora tak pernah merasakan kenikmatan seperti saat bersama Luke. Kenikmatan di antara petualangan, rasa cemas, takut, tegang, dan penasaran apa lagi yang harus mereka hadapi besok. Cora merindukan semua itu, merindukan Luke. Namun, ia juga membencinya.

"Aku sudah bicara padamu sebeumnya kalau aku tidak bisa menjanjikan kau apa-apa," sahut Luke.

Cora mendelik, masih marah. "Gadis itu, yang bersamamu di penjara. Apakah dia benar-benar takdirmu?"

Luke menimbang-nimbang jawabannya sebentar sebelum mengangguk. Tanpa diduga, Cora tertawa. tawanya begitu mengerikan. Dan saat berhenti, matanya memancarkan kebencian yang andai tatapan bis membunuh, Luke sudah mati saat itu.

"Aku tak akan membiarkan hidupmu menjadi lebih mudah," ujar Cora berbalik, meninggalkan Luke.

Lelaki itu menyesal telah berdusta.

Pemukiman yang dibangun sang Alpha tidak jauh beda dengan desa perampok. Hanya saja, di sini rumah-rumahnya lebih bagus. Kualitas bangunannya lebih unggul. Selain itu lebih bersih, baik lingkungan dan penduduknya, walau di sudut-sudutnya masih tampak kacau. Sepertinya, antara budak dan prajurit tidak begitu ketara. Mungkin dengan adanya harga pada masing-masing individu untuk ditebus, mereka sadar akan pentingnya kerja sama. Padahal, bisa saja mereka saling berkompetisi. Diam-diam, Luke memuji kepiawaian sang Alpha memimpin.

Yang mencolok tentu saja bangunan tempat Ralph tinggal. Begitu megah, indah, dan seperti istana yang bisa dipindahkan kapan saja. Kalau jadi dia, Luke juga tak akan membangun tempat tinggal permanen. Sebab, mengingat bisnisnya, pasti banyak yang berniat membalas dendam. Ia perlu melarikan diri dengan cepat saat keadaan mulai gawat.

Ralph bukan orang yang suka berbasa-basi kepada bawahannya. Ia segera memberitahu apa yang mesti Luke lakukan setelah melihat lelaki itu datang.

"Malam ini kau akan masuk ke dalam suatu wilayah yang menjadi targetku sebagai pengintai. Kau harus memberitahu tim penjarahku keadaan sebenarnya daerah itu. Jika kau membuat timku mati dengan berbohong, aku akan menyuruh Cora merenggut kewarasanmu lalu membunuhmu. Hargamu tergantung bagaimana keberhasilanmu dalam misi ini. Apa ada pertanyaan?"

"Bagaimana kau menentukan berapa besar hargaku? Maksudku--"

Sang Alpha mengibaskan tangan. "Jika kau mampu bekerja sama dengan tim yang bersamamu, aku akan meringankan hargamu. Namun, jika kau payah, bersiaplah menjadi budakku selamanya."

Luke tahu tak bisa seratus persen mempercayai ucapan Ralph. Ia yakin, jika dirinya berguna, harga kebebasannya pastilah tidak murah. Namun, andai ia tidak berguna, Ralph tak akan repot-repot memberinya harga. Sebab, dia tak akan melepas Luke begitu saja.

***

Redemption of Fallen AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang