Bab 15. Lucan si Pengkhianat

16 4 2
                                    

Tessa kembali duduk memeluk lututnya. Ia sedih, juga takut. Rombongan sang Alpha sudah pergi, membawa Luke bersama mereka. Ia tak tahu lagi mesti berbuat ap setelah ini. Ia ingin kembali ke desanya, tetapi bagaimana caranya, ia tak tahu. Ia tidak bisa berharap orang-orang ini membantunya. Mereka sama kasihannya dengannya. Ia juga tak berharap para perampok berbelas kasih mengantarnya ke desa. Bahkan, andai kata Daisy melepasnya pun, ia bingung harus ke mana. Ia merasa rentan tanpa Luke.

Sarapan kembali dibagikan. Kali ini lebih layak. Ada roti isi dan krim bawang, serta sosis. Airnya juga lebih banyak. Daisy kusus mengantar makanan itu untuk Tessa. Ia meminta Tessa mendekat begitu sampai dan berjongkok di pintu penjara. Ia juga membawakan segelas susu.

Tessa tidak nafsu makan, tetapi karena Daisy yang menyuruh, ia tak bisa menolak. Ia mencuil roti sedikit-sedikit dan memaksanya masuk ke kerongkongan.

"Aku belum pernah mendengar ada werewolf yang berjodoh dengan manusia sejak kisah yang terakhir itu," ujar Daisy mengamati Tessa.

Gadis itu pun tersedak. Ia terbatuk sebentar sebelum berhasil menelan rotinya. Meski begitu, ia tak menanggapi Daisy. Wajahnya memerah. Benarkah dia berjodoh dengan Luke? Tetapi, bagaimana Luke tahu? Apakah diam-diam Luke menyukainya? Tessa jadi tersipu.

Saat mendengar kalimat 'dia adalah takdirku' dari Luke tadi, Tessa merasa seolah-olah dirinya telah dipinang. Ada rasa bahagisa, karena Luke tampan. Hanya saja, apakah berjodoh dengan serigala berarti dia tidak akan dimangsa? Ia takut kalau-kalau setelah bercinta, Luke bakal mengoyak dirinya seperti daging panggang. Ia tak mau, terus terang saja. Ia masih ingin hidup. Ia belum secinta itu terhadap Luke hingga bersedia mengorbankan nyawa untuknya.

"Apa kau benar-benar takdirnya? Takdir yang dipilih oleh Sang Goddess?" tanya Daisy lagi.

Tessa tak tahu siapa itu Sang Goddess. Namun, ia menduga-duga. Mungkin Sang Goddess adalah werewolf yang dituakan, atau yang memiliki kekuasaan lebih besar ketimbang semua kasta werewolf. Sebab, saat bertanya, Daisy menyiratkan bahwa pilihan Sang Goddess ini seperti suatu yang suci, mutlak, dan istimewa. Maka dari itu, ia mengangguk sebagai jawaban.

"Bagaimana perasaanmu ketika terpilih menjadi takdir Lucan Forstbane?"

Siapa Lucan? Tessa memutar matanya ke atas, mencoba mengingat nama itu. Ia merasa seseorang pernah menyebutnya. Saat berhasil mengingatnya, ia sedikit tersentak. "Oh, ya, bagus. Maksudku, menyenangkan." Lucan, Luke, tentu saja. Bodohnya dia. "Dia tampan. Siapa yang tak bahagia bertakdir dengan lelaki tampan?"

Daisy mendengkus. "Aku tak tahu dia adalah Luke yang itu. Rasanya mustahil kelompokku berhasil menangkapnya. Rupanya itu karena kau. Dia melindungimu dengan sengaja mengalihkan perhatian kami padanya."

Tessa tak tahu mesti bilang apa. "Oh," ucapnya.

"Kau tahu, banyak yang kesulitan akibat ulah Takdir-mu. Namun anehnya, banyak juga yang menginginkannya. Dia bisa sangat berguna andai bisa ditaklukkan."

"Ditaklukkan?" Tessa beralih pada sosisnya. Ia menepis tangan salah satu tawanan yang hendak mencomot sosisnya. mesi tadinya tak nafsu makan, membahas Luke bersama Daiisy membuatnya lapar.

"Dia lone wolf, kau tahu artinya, kan?"

Tessa tak tahu, tetapi berhasil menduga, "Werewolf yang hidup sendiri."

"Yeah," sahut Daisy. "Dia liar, tetapi kuat. Dia diusir oleh kawanannya karena berkhianat. Sangat sulit hidup sebagai lone werewolf, asal kau tahu. Banyak tekanan, musuh, dan orang-orang yang memburunya. Selain itu, dia juga harus mengatasi masalah-masalah  internal yang memengaruhi mental, hormon, dan sebagainya. Para serigala bisa gila dan akhirnya mati karenanya. Akan tetapi, Luke bertahan. Tiga tahun."

Bukan ketahanan Luke yang membuat Tessa tertarik. "Dia diusir karena berkhianat?"

"Ya," Daisy menjawab. "Kabarnya sih begitu. Dulunya dia calon alpha, mungkin itu yang membuatnya mampu bertahan." Ia lantas bangkit, menepuk-nepuk bokongnya. "Aku jadi kasihan padanya. Dia baru saja mendapatkan takdirnya tetapi harus terpisah. rasanya pasti sulit."

"Kenapa sulit?" tanya Tessa.

Nanun, Daisy tak menjawab. Alih-alih, dia mengedikkan bahu.

Awan hitam menggantung rendah saat tengah hari. Tessa yakin sebentar lagi salju bakal turun. Udara berembus lembap dan basah. Ia merapatkan dirinya di pojok penjara. Beberapa orang asing datang, membeli para tawanan untuk dijadikan budak. Salah satunya sang shapeshifter yang memberinya peringatan tentang Luke tadi. Sebelum pergi, ia kembali menasihati Tessa agar tidak mempercayai Luke. Baginya, omongan Luke tadi hanya dusta belaka. Sebab, werewolf tak mungkin berjodoh dengan manusia.

Setelah punggung shapeshifter itu menghilang, seorang gadis datang. Gadis itu mengenakan baju lengan pendek, terbuat dari bulu binatang yang berwarna cokelat kehitaman. Rambutnya pendek dan ketika bersitatap dengannya, Tessa merasa familiar. Namun, ia tak tahu di mana dan kapan bertemu gadis itu. Bukan di Grimvale, ia yakin.

Saat gadis itu tiba, si lelaki berjenggot yang menyambutnya. bob tidak berjaga. Dia sudah berganti dengan pemuda kurus super cerewet tadi pagi. Pemuda itu tak henti-hentinya membicarakan Sam yang payah dan kekuatan Daisy yang menakjubkan. 

 Dari dalam penjara, Tessa dapat melihat gadis itu memaksa. Ia mengeluarkan kantong yang Tessa yakini berisi kepingan emas. Lelaki tua berjenggot menolak. Ia menggeleng dan berkata sesuatu, membuat si gadis kecewa, juga marah. Gadis itu hendak pergi, tetapi si lelaki berjenggot tampak mencegahnya, kemudian menunjuk-nunjuk penjara.

Si gadis mengernyit dan menoleh ke arah penjara. Mereka kemudian berjalan mendekati penjara.

"Apa kau yakin?" tanya si gadis ketika sampai di depan pintu penjara.

Pemuda penjaga penjara yang menggantikan Bob pun mendekat. Ia menawarkan bantuan, yang segera ditolak si lelaki berjenggot.

"Semua mendengarnya saat dia berkata," si lelaki berjenggot menjawab pertanyaan gadis tadi.

Mata gadis itu memicing. Ia menatap ke arah pojok penjara dan mengulurkan kantung tadi. "kalau begitu, aku beli dia."

Mata lelaki berjenggot itu berkilat-kilat. "Tapi, kurasa Daisy tak akan senang apabila kau membelinya di bawah harga yang ditetapkan."

Si gadis mendorong kantungnya ke tangan si lelaki berjenggot. Ia memelotot, kemudian mengancam, "Kalian lebih suka kalau Varek yang datang sendiri ke sini, heh?"

Jantung Tessa berdetak kencang saat nama itu disebut. Ia merapatkan diri ke sudut penjara, pura-pura tak melihat sang gadis. Ia berharap si lelaki berjenggot tak terpengaruh dengan ancamannya.

Namun, seperti yang sudah-sudah, harapannya tak pernah terkabul. Si lelaki berjenggot mengeluarkan kunci. Ia membuka pintu penjara dan meminta kedua penjaga menyeret Tessa. Gadis itu memberontak. Ia tak mau menjadi calon hidangan Varek. Sekarang, ia ingat namanya dengan benar.

"Kumohon, jangan jual aku padanya," pintanya pada si lelaki berjenggot.

Dengan licik, lelaki itu malah menyerahkan satu kunci kepada gadis tadi. "Dia milikmu sepenuhnya."

Si gadis lantas menarik rantai yang membelenggu Tessa. Ia menariknya keluar dari desa para perampok. Tak ada kereta, gerobak, maupun rombongan yang menunggu. Namun, kekuatan gadis itu begitu besar saat menarik belenggu Tessa, hingga mustahil ia bisa lolos.

***



Redemption of Fallen AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang