Bab 27. Human Mate

7 2 0
                                    

Hidup bersama makhluk malam membuat Tessa sedikit banyak mengikuti gaya mereka. Seperti siklus tidurnya yang kini berubah menjadi siang hari. Selain itu, untuk makan dia tidak kesulitan sama sekali. Sebab, sama seprti manusia pada umumnya, Ralph dan kawanannya mengolah buruan. Mereka juga menukar kulit dengan gandum atau beras dengan orang-orang di desa lain, sehingga Tessa tak kekurangan karbohidrat maupun gula.

Tessa juga mengenal beberapa anggota kawanan perempuan. Bahkan ada anak kecil di antara mereka. Gadis itu sempat curiga Ralph begitu kejam hingga anak kecil saja ia paksa untuk dijadikan tawanan. Namun, setelah ditilik lebih lanjut, orang tua mereka memilih mengikuti Ralph secara suka rela. Mereka sudah menganggap Ralph sebagai alpha mereka. Mereka nyaman mengikuti lelaki gendut itu.

Selama beberapa hari setelah penjarahan terakhir mereka, Tessa tak menemukan Lyra. Gadis itu seakan lenyap begitu saja. Ia juga tak berhasil bicara dengan Luke. Sebab, setiap ia berbicara tentang ketidakhadiran Lyra, Luke tak merespons. Akhirnya pada hari ketiga Lyra menghilang, Tessa menyerah.

Esoknya, tessa baru tahu bahwa KLyra dikurung di ruang bawah tanah. Gadis itu dihukum karena dianggap bertindak kurang ajar terhadap Ralph.

Seperti janjinya, Tessa menghadiri pelatihan bersama Cora. Namun, itu bukanlah pelatihan. Sebab, setiap waktu yang mereka habiskan, Cora hanya bercerita masa lalunya. Dari sana, Tessa tahu bahwa Cora adalah anak seorang alpha. Dia juga tahu bagaimana Luke bertemu.

"Luke tidak seperti yang kau bayangkan," kata-kata itu selalu dikumandangkan oleh Cora. Tessa sampai muak. Hingga pada akhirnya, sampailah dia pada hari di mana Luke meninggalkannya.

Gadis itu lantas mengambil kesimpulan bahwa Cora membenci Luke karena ditinggal begitu saja.

"Aku tak pernah menceritakan hal ini pada siapa pun, kecuali kau," katanya mengakhiri kisahnya.

"Kenapa?" Tessa mengernyit. Mereka duduk di sebuah batang tumbang di pinggir desa, dekat hutan. Dulu, di Grimvale, Tessa tak akan berani mendekati hutan, bahkan dekat-dekat tepiannya. Namun di sini, bahaya apa yang ada di hutan? Bahaya justru ada bersamanya, di desa.

"Karena aku kasihan padamu," jawab Cora. Ia mengelus lutut gadis itu. "Kau manusia pertama yang bersamanya."

"Darimana kau tahu?" Tessa curiga. "Bukankah ada kemungkinan Luke bertemu gadis lain, kemudian bersamanya saat kau kehilangan dia?"

Cora menggeleng. "Jarang ada serigala yang tahan bersama manusia lama-lama. Sebenarnya para serigala di sini ngiler ketika mencium aromamu. Hanya karena kau takdirnyalah kami menahan diri."

Tessa menelan ludah dengan susah payah. Bagaimana kalau Luke memberitahu mereka bahwa itu hanya kebohongan belaka? Bisa-bisa Tessa mati dengan tubuh terpotong-potong. Gadis itu mual membayangkannya. "Dua kalimat yang kau ucapkan saling bertentangan," ujar Tessa ragu-ragu. Ia melanjutkan, "Kau bilang jarang ada serigala yang tahan bersama manusia lama-lama, tetapi bagaimana kalau manusia itu berjodoh dengannya?"

Cora tersenum lemah. "Yeah, tetap saja manusia itu bakal mati. Sebab, pada hakikatnya, mereka mangsa dan yang dimangsa. Tidak banyak kasus manusia serigala berjodoh dengan manusia. Dan semua kasus itu berakhir manuisa tersebut dimangsa sang werewolf."

"Tapi--"

Cora mengangkat tangannya untuk mencegah Tessa menginterupsi. Ia lantas melanjutkan, "Dulu ada werewolf yang berjodoh dengan gadis manusia. Tentu mereka mendapat pertentangan, terutama dari sisi si manusia, walau tak ada yang tahu bahwa laki-laki itu seorang werewolf. Hidupnya sebagai manusia hanya seorang penebang kayu di mata mereka. Namun, ikatan yang dibuat oleh Sang Goddess amatlah kuat, sehingga akhirnya mereka memutuskan melarikan diri dari desa. Mereka hidup bersama, mengarungi satu desa ke desa lain. Hingga tragedi itu tiba."

Wanita itu menghela napas sebentar sebelum melanjutkan, "Dalam satu tahun, ada masa di mana werewolf tak bisa mengontrol sisi liar mereka. werewolf tadi pun begitu. Saat mereka merasa hidup vbahagia bersama, saling memiliki dan melengkapi, malam celaka itu menghancurkan mereka. Sang werewolf, dalam keadaan tak mampu mengontrol nafsu mencelakai sang gadis. Dia bahkan merobek-robek jantung gadis itu untuk dimakan. Ketika hari sudah terang, barulah sang werewolf menyesal. Jiwanya seolah padam karena takdirnya ia bunuh. Ia pun menjadi gila."

Bulu kuduk Tessa merinding mendengar penuturan wanita itu.

"Maka dari itu, setiap tahun, pada satu malam yang dikeramatkan itu, diadakan upacara Mate Ceremony."

"Itu kan?"

"Ya," jawab Cora segera. "Itu adalah upacara kaumku--para werewolf--untuk menghormati tragedi itu, juga untuk mengingatkan siapa kami."

"Kupikir itu hanya upacara milik kawanan kalian," sahut Tessa sembari mengernyit.

"Sebenarnya tidak juga. Hampir semua kawanan werewolf di seluruh daratan ini mengadakan upacara, atau ritual, atau apa pun itu untuk malam yang kusebutkan tadi. Hanya saja, penyebutan serta tata cara mereka lain-lain. Beberapa kawanan, salah satunya adalah kawanan kita, memilih melalui malam itu bersama-sama."

"Apa maksudnya?"

"Kau tak lihat kami mengepak barang akhir-akhir ini?" tanya Cora.

Kening Tessa berkerut dalam. Ia memang melihat anggota kawanan sibuk membongkar tenda, mengepak barang-barang dan menyiapkan gerobak. Namun, Tessa pikir itu hal biasa. Sebab, Ralph pernah memberitahunya bahwa mereka berpindah-pindah. Ketika mendapati anggota kawanan mengemasi barang-barang, ia pikir mereka hanya akan berpindah untuk mendiami tempat baru. "Ada apa memangnya?"

Cora menjelaskan, "Kami diundang ke Mate Ceremony oleh kawanan lain."

Tessa mencoba mencerna.

Wanita cantik itu menambahkan, "Sebagian alpha menginginkan keturunan mereka terbatas dari kawanan sendiri. namun, sebagian yang lain menginginkan keturunan dari kawanan lain, yang dirasa lebih unggul. Beberapa kawanan dalam kategori yang kedua acapkali mengundang kawanan lain untuk bergabung dalam Mate Ceremonial mereka."

Tessa terdiam sesaat. "Bagaimana denganku?"

Cora tersenyum. "Tentu saja kau ikut. Ralph menjamin keselamatanmu, tenang saja." Wanita itu menengok ke arah Tessa sebentar, mengamati reaksinya sebelum menambahkan, "Tentu dengan syarat tertentu."

"Syarat apa?" Tessa penasaran.

Cora tak menjawab secara pasti. "Nanti kau akan diberitahu." Ia lantas bangkit, menepuk-nepuk bokongnya.

Tessa mengamatinya dengan curiga. Sebuah pikiran mengusiknya dari tadi. Namun, ia tidak berani bertanya. sebab, hal yang mengusik pikirannya tersebut adalah sesuatu yang mungkin sensitif bagi wanita itu. Akan tetapi, ia juga gelisah saat memikirkannya. dengan memberanikan diri, ia bertanya, "Apakah ...." Suaranya mendadak parau.

Cora yang sempat hendak melangkah pun terhenti.Ia menoleh. "Apa?" tanyanya mengernyit. "Kau bilang apa tadi?"

Tessa berdeham sebentar. "Apakah kisah yang kau ceritakan itu nyata?"

"Yang mana?" Cora bersedekap. "Kisahku dengan Luke atau kisah werewolf dan manusia itu?"

"Werewolf dan manusia itu," jawab Tessa. Ia menambahkan ketika Cora mendengkus, seakan kesal karena Tessa mempertanyakannya. "Bukan maksudku meragukan ceritamu. Hanya saja, ada sesuatu yang membuatku penasaran. Kulihat Luke sebelumnya mengungkit-ungkit tentang takdir werewolf dan manusia kepada Ralph. Aku jadi bertanya-tanya, apakah kisah yang kau utarakan itu adalah kisah Ralph?"

Cora menggeleng. "Ralph memang memiliki pengalaman yang serupa, tetapi akhir kisah itu tidaklah sama. Dia tidak gila, dan ...." Ia ragu-ragu sejenak. "Aku tak berhak menceritakannya. Kalau kau ingin tahu, sebaiknya tanya langsung padanya."

Sebelum Cora pergi ia meminta Tessa untuk segera bersiap-siap karena malam ini mereka akan berangkat ke gunung, tempat kawanan yang mengundang mereka tinggal. Ia juga menasihati gadis itu agar saat sampai nanti, Tessa harus menurut kata Ralph atau kalau tidak hal mengerikan akan terjadi.

***



Redemption of Fallen AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang