Bab 23. Keraguan

6 3 0
                                    

Sebenarnya, Cora enggan menyanggupi permintaan Ralph. Ia tak mau bertemu dengan Tessa, apalagi setiap hari. Namun, Ralph memaksanya. Katanya itu perlu karena lelaki itu penasaran.

Sang Alpha bilang, Tessa memiliki bakat seperti Cora, hanya saja belum terlatih. Dia bisa mengendalikan tindakan para serigala, tanpa harus mengonsumsi atau menyimpan bagian tubuh sebelumnya. Tessa ditakdirkan lebih dari seorang gadis biasa. Tetapi, Cora tak percaya.

menurutnya, Tessa hanya gadis biasa. perihal memengaruhi tindakan para serigala adalah omong kosong belaka. Mungkin itu efek takdirnya bersama Luke. Andai Luke menolak takdir itu, Tessa tak ubahnya sebagai manusia biasa.

Dari dulu, Cora yakin Luke berbeda dari serigala lain. Sejak bertemu dengannya di gua, dia yakin Luke memiliki takdir yang lebih tinggi ketimbang sebgai alpha. Hanya saja, lelaki itu tidak menyadarinya. Dia lebih fokus merebut kawanannya ketimbang menjadi lebih dari yang ditakdirkan. Mungkin, Luke bisa menyamai capaian Ralph, kalau mau berusaha sedikit.

Cora ingat dulu, ketika mereka tengah bermalam di sebuah gua. Mereka berlindung dari derasnya salju yang turun, persis seperti sore ini. Ketika hendak berburu, mendadak saja gua mereka disergap oleh para pemburu. Mereka manusia yang terlatih, yang tinggal di desa daerah daratan timur. Manusia daerah otu memang terkenal membenci makhluk-makhluk malam. Mereka tak bisa hidup bersanding dengan makhluk-makhluk sebangsa Luke dan Cora. Berbeda juga lebih berbahaya dan pemberani. Mereka tak segan memburu dan membunuh makhluk-makhluk yang dianggapnya berbahaya.

Waktu itu, Luke dan Cora tak sadar telah berjalan begitu jauh hingga ke wilayah daratan timur. Para pemburu tersebut, menggunakan alat-alat yang dimodifikasi untuk memburu makhluk-makhluk malam, menyerang gua mereka. Cora ketakutan setengah mati. Ia tertangkap dan diseret keluar gua. Saat hendak dieksekusi, Luke menyelamatkannya dengan kekuatan yang tidak dimengerti Cora. Saat itu, Cora yakin para manusia sudah mengelilinginya, membawa obor dan senjata yang terbuat dari perak. Kakinya terbelenggu kuat. Palu dipukulkan ke kepalanya hingga Cora mengira ia sudah mati.

Namun, ketika membuka mata, wanita itu melihat cairan merah tua tertumpah di atas salju yang menggunduk. Jasad-jasad manusia tergeletak mengelilinginya. Di tengah pandangannya yang kabur, ia melihat Luke berjalan ke arahnya. Langkah kakinya timpang, bulunya yang putih berlumuran darah, matanya menyala keemasan, dan taringnya begitu panjang sampai-sampai Cora bergidik. Saat Luke berhasil menggapainya, Cora sudah pingsan lagi.

Ketika bangun untuk kedua kalinya, Cora melihat Luke merawatnya di gua lain. Gua yang lebih bersih, lebih tersembunyi, dan hari sudah pagi. dan ketika mengingat kejadian itu, rasanya seperti mimpi. Setelahnya, Cora tak berani bertanya apa yang terjadi. Tatapan serigala berbulu putih, dengan taring bernoda darah, mata menyala, dan geraman panjang, membuatnya takut hingga mimpi buruk. Lebih baik, ia mengingatnya sebagai mimpi buruk, walau yakin itu bukan mimpi.

"Maaf, aku terlambat." Kehadiran Tessa membuat Cora sedikit terlonjak kaget. Ia bisa mendengar langkah gadis itu sebelumnya, tetapi kenangannya tentang Luke membuat fokusnya teralihkan.

Cora menoleh. Ia sudah menunggu di tempat yang telah dijanjikan selama kurang lebih tiga puluh menit. Ia hendak kembali ke kamar dan melupakan tentang permintaan Ralph andai kenangan Luke tidak menyita pikirannya.

"Kenapa Ral--maaf, maksudku sang Alpha ingin aku menemuimu setiap sore?" tanya gadis itu. Napasnya sedikit tersengal karena habis berlari.

"Dia ingin aku melatihmu," jawab Cora singkat. Matanya melirik sinis Tessa yang datang mengenakan celana alih-alih gaun. Ia juga mengenakan kardign dari wol, yang biasanya dipakai oleh pria. Rambutnya yang panjang dikelabang seperti ekor.

"Melatih apa? Aku bukan petarung."

"Ralph yakin kau memiliki bakat mengendalikan pikiran para serigala."

Redemption of Fallen AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang