033 - What Da Fak?

158 43 25
                                    

Taufan mengernyit heran. Hari ini sepi, tidak seperti biasanya.

Umumnya, Taufan akan terbangun karena aroma masakan Frostfire yang menggiurkan. Atau, suara Halilintar yang menggedor pintu kamarnya. Atau setidaknya aroma menawan dari teh yang diseduh oleh Sopan. Atau, suara menggelegar Blaze dan Gentar yang tengah kesetanan.

Namun, tak ada keempat insan itu di rumah ini. Benar-benar kosong seolah mereka sudah menghilang ditelan bumi ataupun angkasa raya. Entahlah.

"Orang-orang pada kemana, dah? Mentang-mentang gue mahasiswa cosplay orang melarat, langsung pada ninggal gitu?" Dumel Taufan yang dipotong oleh seseorang di sisi lain.

"Gak lo doang yang ditinggal, gue juga ditinggal."

Taufan menoleh sejenak, kemudian kembali melihat kesana kemari seolah tengah mencari sesuatu. "Anjay, perasaan ada suaranya kok gak ada wujudnya? Kur, kur, kur... Pus, pus, pus... Kiw, kiw? Saha, tuh?"

Ice menatap datar pada Taufan yang mencoba mengabaikannya itu. Dan, selamat. Taufan berhasil membuatnya jengkel.

Tung!

"Fokus ye lo, Bedebiru." Ucap Ice sarkas kepada Taufan yang tengah sibuk mengusap bagian belakang kepalanya. Yang benar saja ia dibanting oleh si kurus dan kering. Gak elok banget!

"Nun, du kannst nicht wirklich Witze machen..." Dumel Taufan masih mengusap-usap belakang kepalanya dengan kasar. Pagi-pagi begini, dia sudah sial saja. Yah, walaupun dia sendiri sih yang memulai perkara.

- Duh, gak bisa diajak bercanda beneran, deh.

Ice tak menanggapi racauan Taufan dan hanya fokus dengan dirinya sendiri. Dia heran, kenapa rumah sepi sekali? Biasanya ia baru bangun saja sudah dimarahi sana dan sini. Kenapa pula sekarang tidak?

"Nih rumah kok sesepi kuburan, anjay? Pada kemana penghuninya?"

"Kayak lo tuh bukan penghuni aja sih, kocak."

"Gue kan bukan setan."

"Ya tapi kan lo tinggal di sini."

"Serah, lah."

Tautan tertawa ngakak. Menggoda Ice benar-benar memiliki kesenangannya tersendiri. Tidak seperti yang lain, Solar misalnya. Ia akan selalu marah, malah perkataannya membalas pedasnya godaan Taufan. Itu menyakitkan, ugh.

Ice menatap tajam Taufan, mengutuknya diam-diam di dalam hati dan pikiran. Tidak sekeras bagaimana yang lain mengutuknya, karena Ice menggunakan bahasa kiasan. Ada gunanya juga dia kuliah di jurusan bahasa sampai 7 semester.

"Tapi sumpah, ya. Kita cuma berdua apa gimana, dah?" Heran Taufan yang menyadari kesenyapan di kost ini. Sejenak kan rasanya cukup horor. Mana lagi kostan ini adalah kost tua yang gedungnya sudah ada semenjak zaman Belanda.

Ice menghentikan umpatannya dan mengedikkan bahu sebagai balasan atas pertanyaan Taufan. Ia menoleh ke sana dan kemari, mencari dan mencoba mengingat siapa saja member di rumah ini.

"Kayaknya gue lihat mobil Bang Hali pergi semalem–"

"Iya, kalau itu mah gue juga tau, anjir. Dari sini aja udah kelihatan mobilnya ga ada." Ujar Taufan memotong ucapan Ice. Yang langsung membuat Ice memberikan glare pada Taufan karena ulahnya tersebut.

"Iya, iya, maaf!"

"Iya, kan semalem Bang Hali pergi. Nah, selain Bang Hali, ada yang pergi–"

Cklek!

Taufan dan Ice sama-sama menoleh ketika mendengar suara yang tidak asing. Itu semacam suara pintu terbuka. Dan benar saja, ada beberapa orang yang mereka kenal di depan pintu sana.

Kost-kostan PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang