Hai, udah hampir dua tahun sejak cerita ini selesai.
Aku akhirnya bikin special chapter hehe
Ada yang masih mau baca?
Kalau iya aku seneng banget
Happy reading guys!!!
----Abi merasa badannya akhir-akhir sangat pegal. Rasanya ia sangat muak dengan tumpukan berkas yang tergeletak di atas meja. "Kapan semuanya selesai," keluh Abi merenggangkan kedua tangannya.
Daripada terus-terusan melihat tumpukan berkas, lebih baik ia menelepon kekasihnya. "Kenapa?" ucap Vano setelah mengangkat video call dari sang kekasih. Abi berdecak, bukannya menatapnya, malah sibuk dengan buku-buku tebal itu.
"Gue sibuk, besok ada kuis. Ada apa telepon?" tanya Vano menatap wajah sang kekasih yang kesal.
"Gue kan kangen, lo ga kangen gue?"
"Bosen, tiap hari ketemu. Kita serumah kalau lo lupa."
Kesal, entah mengapa sifat Vano itu tidak berubah. Terkadang manis, kadang cuek dan menyebalkan. "Badan gue sakit semua, nanti pulang pijitin ya?" pinta Abi yang hanya diangguki oleh Vano.
"Lo ada tamu?"
Pertanyaan itu membuat Abi celingukan, tidak ada siapapun. "Gue sendirian, jangan bikin takut anjir. Masih siang ini." Vano menunjuk ke arah sudut ruangan, membuat Abi otomatis menoleh. Tidak ada siapapun, hanya ada pot bunga besar.
"Ada sesuatu di situ, hati-hati."
Abi langsung mematikan sambungan telepon. Niatnya ingin menambah energi, malah dibikin ketakutan. Nasib punya pacar indigo ya ini, untung ganteng. Dengan cepat, Abi langsung membereskan semua berkas untuk dibawa pulang. Ia terlalu takut sekarang.
Sekretaris masuk untuk memberikan berkas yang akan ditandatangani bingung melihat sang bos sibuk beberes. "Maaf, Pak. Bapak mau kemana ya? Bukannya belum jam untuk pulang?"
"Suka-suka gue dong, pokoknya gue harus balik sekarang. Oh iya, lo besok panggil orang pinter, kalau bisa rukyah ruangan ini. Gila serem banget banyak setannya."
Setelah mengatakan itu, Abi langsung ngacir pergi tanpa memperdulikan panggilan sekretarisnya. Mendengar ucapan sang bos, sekretaris itu tiba-tiba merinding dan langsung keluar dari ruangan itu.
.
.
.
.Abi terburu-buru menyebrang jalan, hari ini supirnya sakit jadi ia terpaksa memakai bus untuk pulang. Saat berjalan cepat, ia tidak sadar berpapasan dengan seseorang yang bertopi hitam menatapnya aneh.
Target baru, batin orang itu menatap punggung Abi yang perlahan menghilang
Vano yang sedang membuat kopi, dikejutkan dengan pelukan erat dari belakang. Ia sudah tau siapa pelakunya, siapa lagi kalau bukan sang kekasih. "Kenapa pulang? Belum waktunya lo balik. Biasanya malem."
Abi mendusal sambil mengeratkan pelukannya. "Takut, gue mau di rumah sama lo aja." Iya, semenjak lulus sekolah, Abi memaksa Vano untuk tinggal bersamanya. Tidak enak kalau dirinya tinggal sendirian,
Vano berbalik, menempelkan punggung tangannya di dahi Abi. Hangat, itu yang dirasa. "Badan lo hangat, lo abis diganggu ya?" Abi hanya mengangguk, dengan segera Vano menggendong sang kekasih ke kamar.
"Ini apa?" tanya Abi ketika Vano menyodorkan segelas teh hangat. "Itu teh yang sama, waktu gue kasih lo dulu." Abi mulai menyesap sedikit demi sedikit, rasanya hambar dan pahit.
"Istirahat, gue harus bakar baju yang abis lo pake. Biar ga ketempelan lagi. Setelah mengecup kening sang kekasih, Vano membawa baju yang baru saja dipakai kekasihnya ke halaman belakang.
Ia membakar baju dan sebuah jimat, agar yang menempel pada baju itu hilang. "Firasat gue ga enak, kenapa sama seperti dahulu rasanya?" gumam Vano menghela napas panjang.
.
.
.
.Malamnya, Vano sedang sibuk dengan buku-buku tebal. Ia harus bekerja keras agar beasiswa nya tidak dicabut. Hidupnya sudah sangat bergantung pada Abi, untuk masalah pendidikan, ia tidak mau bergantung juga.
Akhir-akhir ini, ia sering mendapat gangguan. Sekarang bukan lagi sosok bayangan hitam, terkadang mereka muncul dengan wujud aslinya. Vano belum sempat ke kuil lagi untuk bertanya pada biksu.
Apakah mata batinnya terbuka sempurna, karena terlalu sering mendapat gangguan? Kalau iya, entah dia harus senang atau sedih sekarang. Suara burung gagak mengalihkan atensinya, bergegas Vano mencari sumber suara itu.
Dilihatnya seekor burung gagak hinggap di atap rumah Abi. Pertanda apa ini? Semoga bukan pertanda buruk. Vano celingukan, kenapa ia merasa seperti sedang diawasi sekarang.
Ia langsung menutup semua jendela dan pintu. Perasaannya sangat tidak enak, was-was. "Vano, lo ngapain disitu?" ucap Abi dengan mata masih terpejam. Abi memeluk sang kekasih, ia terbangun karena mimpi buruk.
"Gada, kebangun?" ujar Vano mengusap kedua pipi Abi, sesekali mengecupnya. Kekasihnya walaupun sudah menjadi CEO, tetapi masih seperti bayi jika dengannya. Pantas saja banyak kolega yang mengincarnya.
Abi mengangguk, "Mimpi buruk karena lo gada disamping gue. Makanya ayo tidur, jangan pacaran sama buku terus."
Mendengar rengekan Abi, Vano hanya mengangguk. Ia mencoba bersikap biasa saja, tidak ingin kekasihnya mengetahui kegundahan hatinya itu.
.
.
.
.Keesokan harinya setelah selesai kelas, Vano tidak langsung pulang. Ia mampir ke perpustakaan untuk meminjam buku. Vano duduk, membuka buku peninggalan keluarganya.
"Jagalah orang yang berada disekitar mu. Jangan sampai ia dikuasai oleh roh jahat. Kalau sampai itu terjadi, ia akan sulit dihentikan," ucap Vano membaca salah satu bait di buku tersebut.
Apa maksudnya? Orang terdekat maksudnya Abi? Apa memang benar kekasihnya itu sedang diincar oleh roh jahat? Kalau iya, ia harus segera mencegah hal itu.
Segera mungkin, Vano pergi ke perusahaan kekasihnya itu. Turun dari taksi, ia tak sengaja menabrak seseorang. Saat membantu mengambil barang yang berserakan, ia merasakan hawa dingin yang sangat pekat.
Orang yang ditabraknya seperti terburu-buru, pergi begitu saja. Vano menoleh, itu gedung perusahaan milik Abi. Apa yang baru saja ia rasakan, itu sebuah pertanda? Kalau iya, kekasihnya dalam bahaya.
"Abi ada di dalam?" tanya Vano pada resepsionis. Resepsionis itu mengangguk, dan mengatakan jika bosnya sedang ada meeting. Vano bersedia menunggu meeting itu selesai. Karena tau Vano adalah kekasih bosnya, resepsionis mempersilahkan.
Abi masuk ke ruangannya, terkejut melihat siapa yang datang. "Kok lo gak ngabarin mau dateng?" Vano tak menjawabnya, malah memeluk tubuh kekasihnya erat. Abi bingung, tapi senang juga.
"Lo gapapa kan? Firasat gue buruk dari kemarin." Vano mengecek setiap inci tubuh sang kekasih. Diusapnya pipi Abi dengan lembut.
"Gue aman kok. Gada hal yang mencurigakan juga akhir-akhir ini."
Vano menghela napas lega, sungguh ia takut terjadi sesuatu. Ia sangat tau kalau tubuh sang kekasih itu lemah, sangat mudah dimasuki roh jahat.
Vano mengeluarkan sebuah cincin berwarna perak, lalu memakaikannya pada jari manis Abi. Abi tentu saja kaget, ia bingung itu cincin apa. "Jangan pernah lo lepas dalam keadaan apapun, bisa?"
Abi mengangguk, tersenyum tipis walaupun otaknya masih bingung dengan apa yang terjadi. Melihat sang kekasih sepertinya bingung, Vano terkekeh kecil, mengecup bibirnya sekilas.
.
.
.
.Sinar matahari menyinari lewat celah-celah jendela. Seseorang tersenyum menatap foto yang tertempel di dinding. "Akhirnya gue bisa dapet tubuh baru."
Ia menatap ke cermin, bekas sayatan memanjang di pipi terlihat mengerikan. Matanya berubah berwarna hitam, urat-urat leher dan wajahnya menonjol.
"Gue terlalu lama di tubuh ini, gue harus segera dapet tubuh itu. Kalau tidak, gue bisa musnah bersama tubuh ini."
"Tunggu tanggal mainnya."
---
Segitu dulu special chapter nya
Oiya aku mau bikin season 2 dari cerita ini
Ada yang mau baca gak??
Masih tentang Abi Vano dkk
Cuma season 2 ini dijamin lebih seru pokoknya!!!
Nantikan season 2 nya ya guyss, see you ❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of You || Harukyu ✓
Fanfic[END] Abian Sakra terpaksa harus pindah sekolah khusus laki-laki karena suatu alasan. Bahkan harus tinggal di asrama karena ayahnya sudah tidak mau lagi melihat dirinya. Awalnya Abi pikir akan baik-baik saja, tetapi teman sebangkunya Devano Karendra...