Pre Debut : Tangis Bahagia di Ujung Jalan

19 4 2
                                    

Ruang latihan kecil itu gelap, hanya diterangi remang-remang dari lampu di luar jendela. Ketujuh trainee duduk bersila, peluh membasahi wajah mereka, dan udara terasa berat oleh kelelahan dan ketegangan. Hati mereka gelisah.

"Hyung," suara Jimin pecah di tengah keheningan, serak dan lemah. "Sampai kapan kita harus seperti ini? Aku mulai ragu, apa semua ini ada gunanya?"

Yoongi, yang selalu terlihat paling dewasa dan tenang, mendengus kecil. “Kita tidak punya apa-apa lagi. Kalau agensi bangkrut, kita hanya akan jadi orang-orang gagal yang menghabiskan masa muda dengan sia-sia."

Kata-kata itu menusuk. Semua mata beralih ke Namjoon, si pemimpin. Mereka mencari jawaban, tetapi yang mereka temukan hanyalah kelelahan yang sama di matanya. Namun, Namjoon tahu dia tak boleh menunjukkan retakan di fasadnya.

“Kalian mau menyerah sekarang?” suara Namjoon terdengar berat, nyaris patah. Dia berdiri, menatap teman-temannya satu per satu. “Kita sudah melalui semua ini bersama. Latihan yang menguras tenaga, rasa lapar, tidur di lantai ruang latihan, bahkan mimpi buruk akan kegagalan—kita hadapi semuanya. Tapi kalau kalian menyerah sekarang…” dia berhenti, mengambil napas panjang. "Apa kalian rela semua pengorbanan itu tidak berarti?”

Jungkook menunduk, menggigit bibirnya, sementara Hoseok menyeka air mata yang hampir tumpah.

“Kita cuma punya satu sama lain,” lanjut Namjoon. “Aku tahu ini berat, aku juga merasakannya. Tapi aku percaya kita bisa sampai ke tempat yang kita impikan. Percaya padaku, hanya sedikit lagi.”

*******

Sebulan berlalu sejak percakapan itu. Pagi itu, Namjoon dipanggil ke kantor Bang Shi Hyuk. Hati kecilnya berdebar kencang, khawatir akan kabar buruk. Ketika ia kembali, wajahnya kosong, sulit ditebak.

“Namjoon Hyung, apa yang terjadi?” tanya Jungkook tak sabar.

Namjoon mendongak, matanya berkilau. “Kita debut… tiga bulan lagi.”

Ruangan itu meledak dalam kebahagiaan. Mereka saling berpelukan, beberapa bahkan menangis. Tapi kebahagiaan itu direnggut begitu cepat. Taehyung tiba-tiba terjatuh, tubuhnya menggigil hebat.

“Taehyung!” Jimin berteriak. Jungkook dan Hoseok segera mengangkat tubuh Taehyung dan membawanya ke rumah sakit.

Di ruang tunggu, suasana tegang. Namjoon duduk di pojok, tangan terkepal, wajahnya kusut. “Aku bingung,” gumamnya pelan. “Harus senang atau sedih di situasi seperti ini?”

Jimin menoleh, tatapannya tajam. “Hyung, kau pikir ini waktu yang tepat untuk berpikir soal debut?”

Yoongi, yang biasanya pendiam, mengangkat suara. “Namjoon, kami tahu kau ingin ini berhasil. Tapi Taehyung adalah bagian dari tim ini. Kalau kau hanya peduli pada debut, kau tidak pantas menjadi pemimpin kami.”

Namjoon tertegun. Kata-kata Yoongi terasa seperti pukulan telak. Dia mencoba menjelaskan, tapi emosi teman-temannya sudah memuncak.

“Pergi saja!” bentak Yoongi, suaranya terdengar lebih tinggi dari biasanya. “Kami tidak butuhmu sekarang.”

Namjoon berdiri, menunduk dalam, dan melangkah pergi tanpa sepatah kata pun.

*******

Dokter akhirnya keluar dari ruang pemeriksaan. “Taehyung hanya kelelahan dan sedikit anemia. Tidak ada yang serius.”

Semua menarik napas lega, tapi ketegangan belum hilang sepenuhnya. Tiba-tiba, Hoseok menerima telepon dari Bang Shi Hyuk. Suara di ujung sana terdengar dingin dan penuh kemarahan.

Uri Leader, Kim Namjoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang