Bab 11: Ketika Semua Terasa Tergantung Pada Satu Keputusan

1 0 0
                                    


Hari itu terasa lebih gelap dari biasanya. Langit mendung, tidak ada matahari yang mencoba menembus awan, dan udara terasa lebih berat. Seperti ada sesuatu yang menggantung di atas kami, menunggu waktu yang tepat untuk jatuh. Kami sudah tahu bahwa ini adalah momen yang tak terelakkan, tetapi kami tetap berusaha menyangkalnya.

Laras duduk di sampingku, tetapi dia tampak jauh. Wajahnya kosong, matanya tidak menatapku, seolah mencari sesuatu yang aku tidak bisa pahami. Aku tahu ada banyak perasaan yang tidak terungkapkan di balik tatapannya, namun aku tidak tahu bagaimana cara membuka pintu yang tertutup rapat itu.

Beberapa hari terakhir, Laras mulai sering terjaga hingga larut malam, memandangi langit seolah mencari jawaban dari semua kekalutannya. Aku mencoba untuk memberinya ruang, tetapi di dalam hatiku, aku tidak bisa berpura-pura bahwa aku tidak khawatir.

"Raka..." suara Laras terdengar pelan, hampir seperti bisikan. "Apa yang akan terjadi kalau aku memilih untuk kembali? Kalau aku memilih Dika dan dunia itu lagi?"

Aku menoleh padanya, dan dalam sekejap, hatiku serasa hancur. Laras bertanya dengan suara yang penuh kebingungan, seolah ia benar-benar ragu dengan keputusannya sendiri.

"Jika kamu kembali," jawabku dengan hati-hati, "kamu akan kehilangan diri kamu sendiri lagi, Lar. Dunia itu nggak baik buat kamu. Aku nggak bisa membiarkan kamu kembali ke sana."

Laras menunduk, tangannya gemetar. Aku bisa melihat betapa sulitnya bagi dirinya untuk menerima kenyataan ini. Dia ingin keluar, tapi dunia itu punya cengkeraman yang sangat kuat. Dika adalah masa lalunya, dan meskipun ia sudah berusaha keras, masa lalu itu masih terus mengejarnya.

"Tapi... Raka," Laras berkata dengan suara yang lebih lembut, "Aku merasa kalau aku pergi, Dika akan... menghancurkanku. Aku nggak tahu bagaimana kalau aku kehilangan dia lagi, walaupun aku tahu dia nggak baik buatku."

Aku menggenggam tangannya, mencoba menenangkan kegelisahannya. "Laras, kamu tidak akan pernah kehilangan dirimu sendiri. Jika kamu kembali ke sana, kamu hanya akan kehilangan dirimu. Dunia itu tidak akan memberikan apa yang kamu butuhkan. Dika sudah menguasai hidupmu terlalu lama, tapi kamu tidak harus terus terjebak dalam kekuasaannya."

Laras diam beberapa saat, matanya mulai berkaca-kaca. Aku tahu ini bukan hanya tentang Dika atau dunia geng motor itu. Ini tentang ketakutan dalam dirinya sendiri—takut untuk menghadapi masa depan, takut untuk berjalan tanpa bayang-bayang Dika yang selalu ada di belakangnya.

"Tapi aku takut, Raka," katanya dengan suara hampir tidak terdengar. "Aku takut kalau aku tidak kembali, aku akan kehilangan segala hal yang aku kenal. Aku takut kalau aku nggak bisa menghadapi semuanya sendirian. Aku nggak kuat."

Aku mendekatkan tubuhku padanya, mencoba memberikan kenyamanan yang sangat dibutuhkannya. "Laras, kamu nggak akan sendirian. Aku ada di sini. Kamu nggak perlu takut."

Dia menatapku lama, seolah mencari sesuatu dalam diriku. Lalu, dengan suara yang lebih mantap, dia akhirnya berkata, "Aku... aku akan mencoba untuk berjalan sendiri, Raka. Aku akan berusaha keluar dari dunia itu, meskipun aku tahu itu nggak akan mudah."

Aku merasakan sebuah beban yang mulai terangkat dari hatinya, meskipun aku tahu perjalanan ini masih sangat panjang dan penuh dengan tantangan. Laras akhirnya memutuskan untuk bertahan, meskipun hatinya masih terombang-ambing antara keinginan untuk melupakan dan rasa takut akan masa depan yang tak pasti.

Beberapa hari setelah itu, Laras mulai lebih terbuka. Dia mulai berbicara lebih banyak tentang perasaannya, meskipun masih ada banyak yang dia simpan untuk dirinya sendiri. Aku bisa melihat perubahan dalam dirinya—dia mulai menemukan kembali kekuatannya, meskipun ada banyak keraguan yang masih menghantui.

Namun, aku tahu ini baru permulaan. Ketika seseorang memutuskan untuk meninggalkan masa lalunya yang penuh dengan kenangan buruk, itu tidak pernah semudah yang terlihat. Setiap langkah, setiap keputusan, penuh dengan pergolakan batin yang tak bisa dihindari.

Hari itu, aku menerima pesan dari seorang teman yang memberitahuku bahwa Dika sedang mencari Laras. Aku bisa merasakan ketegangan itu kembali muncul dalam dirinya. Dika tidak akan menyerah begitu saja. Aku tahu dia pasti akan mencoba sesuatu yang lebih ekstrem untuk menarik Laras kembali ke dalam dunia gelapnya.

Aku dan Laras segera berbicara tentang hal ini. Kami memutuskan untuk bertemu di tempat yang lebih aman, jauh dari jangkauan Dika. Laras tampak khawatir, matanya penuh dengan rasa takut yang jelas-jelas tidak bisa disembunyikan. Tetapi, kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Dia tidak takut untuk menghadapinya—dia sudah memutuskan untuk mengambil kendali atas hidupnya.

"Sebelum dia datang, aku ingin bilang satu hal," Laras berkata dengan suara yang sedikit gemetar. "Aku... aku nggak akan kembali lagi, Raka. Aku tahu aku punya banyak yang harus diperbaiki dalam diriku sendiri, tapi aku nggak bisa terus hidup dalam bayang-bayangnya. Aku ingin menjadi diriku sendiri."

Aku tersenyum, merasa bangga dengan keputusan Laras. "Kamu sudah melakukan hal yang paling penting, Laras. Kamu sudah memilih untuk hidup, bukan hanya bertahan."

Hari itu berakhir dengan ketegangan yang masih tersisa, meskipun ada sedikit kelegaan di dalam hati kami berdua. Dika masih di luar sana, mencoba mencari cara untuk mempengaruhi Laras. Tetapi aku tahu, kali ini, Laras tidak akan mudah jatuh kembali ke dalam perangkap yang sudah dia tinggalkan.

Kami berdua berjalan menyusuri trotoar, menghadap dunia yang penuh dengan kemungkinan dan tantangan. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi besok, atau dalam beberapa hari ke depan. Tapi yang jelas, kami berdua tahu satu hal—kami tidak akan menjalani ini sendirian. Kami akan saling mendukung, menghadapi apa pun yang datang dengan kepala tegak.

Malam itu, saat aku menatap Laras, aku tahu bahwa keputusan besar telah diambil. Laras telah memilih jalan yang benar untuk dirinya sendiri. Dan meskipun ada banyak rintangan yang harus dihadapi, aku yakin dia tidak akan pernah menyerah lagi.

FRAGMENTS OF USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang