Dari jarak aman, Kahlil memperhatikan Oisin yang terlihat gusar sambil bersandar di mobilnya, di tempat parkir mobil SMA Thamrin. Sudah pasti Oisin seperti itu karena tidak sabar menunggu Michika yang hari ini lagi-lagi akan pulang bersama. Bagi yang tidak tau cerita behind the scene Michika diangkat sebagai BA She-Ya, ya mengira mereka berdua itu memiliki hubungan romantis.
Sambil terus memperhatikan, Kahlil berpikir, kenapa Oisin mau terjun sejauh itu? Sampai mau melakukan hal yang merepotkan seperti itu. Padahal Oisin kan bisa saja memaksa Michika seperti sebelumnya. "Ah, itu dia." Kahlil bersuara tanpa sadar saat Michika mulai terlihat.
Gadis itu berjalan tidak seperti biasanya menghampiri Oisin yang segera menegakkan punggung begitu melihatnya. Biasanya gadis itu akan berjalan cepat sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai, tanah atau aspal, tapi kali ini ia terlihat loyo, lemas dan tidak bertenaga.
"Kenapa lo?" Oisin langsung bertanya dengan sinis saat gadis itu sudah berhenti di hadapannya.
Michika tidak segera menjawab. Matanya tidak menatap ke Oisin, tapi ke arah lain. Tangannya meremas kemeja depan tepat di bagian perutnya.
Dari cara berjalan, kemudian Michika yang meremas kemejanya, Oisin sedikit curiga. Ia sempat menyipitkan kedua mata, mencoba menebak kalau Michika kemungkinan lagi dapet. Soalnya Chava kalau lagi dapet juga kadang sakit perut. Tapi biasanya masih bisa Chava tahan sih, asalkan tidak melakukan hal-hal berat seperti angkat beban atau lari 200 meter. Cowok itu pun segera membalikkan tubuh, siap membuka pintu mobilnya. "Cepetan." Perintahnya pada Michika untuk segera masuk ke dalam mobilnya.
Belum sempat Oisin masuk, tiba-tiba kemeja bagian belakangnya yang dibiarkan tidak masuk ke celana ditarik oleh Michika. Oisin pun menoleh ke belakang dan ia melihat Michika tengah menatapnya. Wajahnya pucat. Nafasnya terengah.
"Sin, hari ini gue nggak ke kantor dulu ya..." gadis itu berbicara dengan pelan dan lirih.
Oisin menilik jam di pergelangan tangan. Sudah hampir pukul tiga sore. Perjalanan ke kantor She-Ya sendiri normalnya 40 menit. Kalau macet pastinya bisa lebih lama. Dan meeting Michika hari ini dijadwalkan pukul empat sore. "Meeting cuma duduk, diem, dengerin orang ngomong. Nggak disuruh nari apalagi salto."
Michika menatap Oisin tidak percaya. Ia bilang 'cuma'? Michika itu sedang sakit. Sakit perut. Bahkan tadi di dua jam pelajaran terakhir saja ia ijin ke UKS karena rasa sakitnya makin tak tertahan. "Gila lo ya! Udah sana, lo bilang sama Chava." Michika membalikkan badan, bersiap untuk pergi. Tapi kini gantian ranselnya yang ditahan oleh Oisin sehingga mau tidak mau langkah Michika ikut tertahan.
"Masuk." kata Oisin sambil menyeret ransel Michika.
Kalau dalam kondisi prima saja Michika akan kalah, apalagi dengan kondisi yang sekarang. Dengan mudah, ia pun sudah duduk di jok samping Oisin. Dengan sisa tenaga yang tidak seberapa, Michika meledak. "SIN, GUE TUH SAKIT! GUE LAGI SAKIT! PERUT GUE SAKIT BANGET SAMPE PENGEN PINGSAN! KALO GUE KENAPA-KENAPA LO MAU TANGGUNG JAWAB?!"
Oisin cukup terkejut. Bukannya tadi Michika lemas, kenapa tiba-tiba menjerit-jerit seperti itu kepadanya?
Hanya sesaat. Setelahnya, Michika langsung mengerang kesakitan sambil meringkuk dan memegangi perutnya.
Oisin memperhatikannya lekat cukup lama. Sampai suara mengerang Michika berubah menjadi suara rintihan menahan sakit. Satu menit selanjutnya, Oisin pun menjalankan mobil tanpa mengatakan apa pun lagi pada Michika.
Sepeninggal Oisin dan Michika dari area sekolah, Kahlil keluar dari tempat persembunyiannya. Dari hasil pengamatannya, ia tidak melihat hal aneh dari interaksi keduanya. Oisin tetap Oisin yang kasar pada gadis lain selain Chava.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl I Met That Day
Teen FictionBagi Oisin, Jaiko sudah seperti sosok pahlawan karena telah menyelamatkannya dari perundungan yang selalu ia alami semasa SD. Sayangnya, pertemuannya dengan Jaiko hari itu, sekaligus menjadi hari terakhir mereka bertemu. Meski semasa SMP Oisin sudah...